Friday, February 3, 2017

Khusyuk dalam solat

PENDAHULUAN
1.1  PENGERTIAN KHUSYUK

Khusyuk dalam solat ialah hadirnya di dalam hati perasaantakut, rendah diri serta pengharapan kepada Allah disertai dengan pergerakan badan yang tenang dan tu’maninah dan bacaan yang tertil.
Mukmin yang berjaya ialah yang khusyuk dalam solatnya. Allah SWT berfirman:
 (2) خٰشِعُونَ صَلَاتِهِمْ فِى   هُمْ  الَّذِينَ (1) الْمُؤْمِنُونَ   أَفْلَحَ   قَدْ
Sesungghnya berjayalah orang – orang yang beriman, iaituorang – orang yang khusyuk dalam solatnya. ( Surah Al-Mu’minun ayat 1-2) 
Solat adalah benteng yang boleh menghalang diri seseorang darimelakukan dosan dan maksiat, sebagaimana firman Allah SWT: 
وَالْمُنكَرِ الْفَحْشَاء عَنِ تَنْهَى الصَّلَاةَ إِنَّ الصَّلَاةَ وَأَقِمِ الْكِتَابِ مِنَ إِلَيْكَ أُوحِيَ مَااتْل   
(45) تَصْنَعُونَ مَا يَعْلَمُ وَاللَّهُ أَكْبَرُ اللَّهِ وَلَذِكْرُ
Bacalah serta ikutlah (wahai Muhammad) akan apa yang diwahyukan kepadamu dari Al-Quran dan dirikanlah solat(dengan tekun) ; sesungguhnya solat itu mencegah dariperbuatan yang keji dan mungkar ; dan sesungguhnyamengingati Allah adalah lebih besar (faedahnya dan kesannya) ; dan (ingatlah) Allah mengetahui akan apa yang kamukerjakan. (Surah Al- Ankabuut ayat 45)


Terdapat pelbagai definisi bagi khusyuk antaranya pendapat daripada sesetengah ulama’ bahawa khusyuk adalah memejamkan mata (penglihatan) dan merendahkan suara. Selain itu, pandangan daripada Ali Ibnu Abi Thalib mengenai khusyuk ialah tidak berpaling ke kanan dan ke kiri di dalam solat. Amru Ibnu Dinar mengatakan bahawa khusyuk adalah tenang dan bagus kelakuan dan Ibnu Sirin juga mengatakan bahawa khusyuk ialah tidak mengangkat pandangan dari tempat sujud. Namun demikian, Ibnu Jubair mengatakan bahawa khusyuk ialah tetap mengarahkan fikiran kepada solat hingga tidak mengetahui orang di sebelah kanan dan di sebelah kiri dan Atha juga berpendapat bahawa khusyuk ialah tidak mempermainkan tangan dan tidak memegang-memegang badan dalam solat. Dengan mengumpulkan makna-makna tersebut, maka pengertian khusyuk ialah “Amalan badan, seperti tenang, amalan hati sama dengan takut”. Menurut pentahkikan khusyuk ini ialah amalan hati, suatu keadaan (kelakuan) yang mempengaruhi jiwa dan akan lahir keberkesanannya pada anggota, seperti tenang dan menundukkan diri. Nabi Muhammad bersabda bahawa, ”Sekiranya khusyuk hati jiwa orang ini, tentulah khusyuk segala anggotanya”. Tegasnya, khusyuk ialah tunduk dan tawaduk serta tenang hati dan semua anggota kepada Allah. (Muhamad Aiman Al-Zuhairi : 2008)





1. 2  HUKUM KHUSYUK

Menurut pendapat yang dapat dipertanggungjawabkan bahwa hukum khusyuk adalah wajib, sebagaimana yang telah dikatakan oleh Syeikhul Islam Ibnu Taimiyyah semoga Allah akan memberi rahmat kepadanya. Menurut Imam Al-Ghazali mengenai khusyuk dalam solat amat penting kerana khusyuk itu adalah jiwa solat sehingga baginya orang yang merasa solatnya tidak khusyuk wajib mengulanginya. Beliau membawa tiga ayat Al Quran sebagai pegangannya iaitu kerjakanlah sembahyang untuk mengingati Aku dalam Surah Taha ayat 14. Kedua, dan janganlah engkau termasuk dalam golongan orang-orang yang alpa dalam Surah Al-A’raf ayat 205. Seterusnya, dalam Surah An- Nisak ayat 43, dan janganlah kamu menghampiri sembahyang ketika kamu mabuk hingga kamu mengetahui apa yang kamu lafazkan. (Mustafa Suhaimi : 1999)

Dalam Surah Al-Mu’minuun ayat satu hingga dua menerangkan “Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman (iaitu) orang-orang yang khusyuk solatnya” serta ayat 10 hingga 11 yang bermaksud “Mereka itulah orang-orang yang akan mewarisi (yakni) yang akan mewarisi Syurga Firdaus. Mereka itu kekal di dalamnya”. Terdapat hadis (Majmu’ Ul Fatawa, jilid 22, halaman 553-558) yang menunjukkan kewajipan khusyuk di dalam solat ini adalah bahawa  Rasulullah SAW pernah mengancam orang yang meninggalkan kekhusyukan di dalam solat. Beliau mengumpamakan orang yang tidak khusyuk tersebut seperti orang yang mengangkat pandangannya ke langit tersebut bercanggah dengan keadaan khusyuk. (Muhammad Salleh Al Munajjid : 2001)

Khusyu’ dalam ibadah kedudukannya seperti ruh/jiwa dalam tubuh manusia1, sehingga ibadah yang dilakukan tanpa khusyu’ adalah ibarat tubuh tanpa jasad alias mati.
Oleh kerana itu, Allah Ta’ala memuji para Nabi dan Rasul Shallallahu’alaihi Wasallam dengan sifat mulia ini, yang mereka adalah hamba-hamba-Nya yang memiliki keimanan yang sempurna dan selalu bersegera dalam kebaikan. Allah Ta’ala berfirman:
{إِنَّهُمْ كَانُوا يُسَارِعُونَ فِي الْخَيْرَاتِ وَيَدْعُونَنَا رَغَبًا وَرَهَبًا وَكَانُوا لَنَا خَاشِعِينَ}
Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang selalu bersegera dalam (mengerjakan) perbuatan-perbuatan yang baik dan mereka (selalu) berdoa kepada Kami dengan berharap dan takut. Dan mereka adalah orang-orang yang khusyu’ (dalam beribadah)” (QS al-Anbiyaa’: 90).
Dalam ayat lain, Allah Ta’ala memuji hamba-hamba-Nya yang shaleh dengan sifat-sifat mulia yang ada pada mereka, di antaranya sifat khusyu’:
{إِنَّ الْمُسْلِمِينَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ وَالْقَانِتِينَ وَالْقَانِتَاتِ وَالصَّادِقِينَ وَالصَّادِقَاتِ وَالصَّابِرِينَ وَالصَّابِرَاتِ وَالْخَاشِعِينَ وَالْخَاشِعَاتِ وَالْمُتَصَدِّقِينَ وَالْمُتَصَدِّقَاتِ وَالصَّائِمِينَ وَالصَّائِمَاتِ وَالْحَافِظِينَ فُرُوجَهُمْ وَالْحَافِظَاتِ وَالذَّاكِرِينَ اللَّهَ كَثِيرًا وَالذَّاكِرَاتِ أَعَدَّ اللَّهُ لَهُمْ مَغْفِرَةً وَأَجْرًا عَظِيمًا}
Sesungguhnya laki-laki dan perempuan yang muslim, laki-laki dan perempuan yang mu’min, laki-laki dan perempuan yang tetap dalam keta’atannya, laki-laki dan perempuan yang benar, laki-laki dan perempuan yang sabar, laki-laki dan perempuan yang khusyu’, laki-laki dan perempuan yang bersedekah, laki-laki dan perempuan yang berpuasa, laki-laki dan perempuan yang memelihara kehormatannya, laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut (nama) Allah, Allah telah menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang besar” (QS al-Ahzaab: 35).
Bahkan Allah Ta’ala menjadikan sifat agung ini termasuk ciri utama orang-orang yang sempurna imannya dan sebab keberuntungan mereka2, dalam firman-Nya:
{قَدْ أَفْلَحَ الْمُؤْمِنُونَ، الَّذِينَ هُمْ فِي صَلاتِهِمْ خَاشِعُونَ}
Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman, (yaitu) orang-orang yang khusyu’ dalam solatnya” (QS al-Mu’minuun: 1-2)”.
Oleh karena itu, Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam memohon kepada Allah Ta’ala sifat mulia ini dalam doa beliau Shallallahu’alaihi Wasallam: “Ya Allah, hidupkanlah aku sebagai orang miskin, matikanlah aku sebagai orang miskin, kumpulkanlah aku di dalam golongan orang-orang miskin pada hari kiamat”3.
Arti “orang miskin” dalam hadits ini adalah orang yang selalu merendahkan diri, tunduk dan khusyu’ kepada Allah Ta’ala4.
Secara bahasa khusyu’ berarti as-sukuun (diam/tenang) dan at-tadzallul (merendahkan diri). Sifat mulia ini bersumber dari dalam hati yang kemudian pengaruhnya terpancar pada anggota badan manusia.
Imam Ibnu Rajab berkata: “Asal (sifat) khusyu’ adalah kelembutan, ketenangan, ketundukan, dan kerendahan diri dalam hati manusia (kepada Allah Ta’ala). Tatkala Hati manusia telah khusyu’ maka semua anggota badan akan ikut khusyu’, karena anggota badan (selalu) mengikuti hati, sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam: “Ketahuilah, sesungguhnya dalam tubuh manusia ada segumpal daging, jika segumpal daging itu baik maka akan baik seluruh tubuh manusia, dan jika segumpal daging itu buruk maka akan buruk seluruh tubuh manusia, ketahuilah bahwa segumpal daging itu adalah hati manusia”.
Maka jika hati seseorang khusyu’, pendengaran, penglihatan, kepala, wajah dan semua anggota badannya ikut khusyu’, (bahkan) semua yang bersumber dari anggota badannya”5.
Imam Ibnul Qayyim berkata: “Para ulama sepakat (mengatakan) bahwa khusyu’ tempatnya dalam hati dan buahnya (tandanya terlihat) pada anggota badan”6.
Syaikh ‘Abdur Rahman as-Sa’di berkata: “Khusyu’ dalam solat adalah hadirnya hati (seorang hamba) di hadapan Allah Ta’ala dengan merasakan kedekatan-Nya, sehingga hatinya merasa tentram dan jiwanya merasa tenang, (sehingga) semua gerakan (angota badannya) menjadi tenang, tidak berpaling (kepada urusan lain), dan bersikap santun di hadapan Allah, dengan menghayati semua ucapan dan perbuatan yang dilakukannya dalam solat, dari awal sampai akhir. Maka dengan ini akan sirna bisikan-bisikan (Setan) dan pikiran-pikiran yang buruk. Inilah ruh dan tujuan solat”7.
Inilah makna ucapan salah seorang ulama salaf ketika beliau melihat seorang laki-laki yang bermain-main dalam solatnya: “Seandainya hati orang ini khusyu’ maka akan khusyu’ semua anggota tubuhnya”8.
Lebih lanjut, imam al-Bagawi memaparkan makna ini dalam ucapan beliau: “Para ulama berbeda (pendapat) dalam makna khusyu’, Ibnu ‘Abbas Radhiallahu’anhu berkata: “(Orang-orang yang khusyu’ adalah) mereka yang selalu tunduk dan merendahkan diri (kepada Allah Ta’ala). al-Hasan (al-Bashri) dan Qatadah berkata: “(Mereka adalah) orang-orang yang selalu takut (kepada-Nya)”. Muqatil berkata: “(Mereka adalah) orang-orang yang merendahkan diri (kepada-Nya)”. Mujahid berkata: “Khusyu’ adalah menundukkan pandangan dan merendahkan suara”. Khusyu’ (artinya) mirip dengan khudhu’, cuma khudhu’ ada pada (anggota) badan, sedangkan khusyu’ ada pada hati, badan, pandangan dan suara. Allah Ta’ala berfirman:
{وَخَشَعَتِ الأصْوَاتُ لِلرَّحْمَنِ}
Dan (pada hari kiamat) khusyu’lah (merendahlah) semua suara kepada Yang Maha Pemurah” (QS Thaahaa: 108)”9.

























Takrif
Solat merupakan perkataan Bahasa Arab yang bermaksud sembahyang. Dari sudut Bahasa Arab bermaksud doa, dalam Al-Quran, perkataan As-Solah juga disebut dengan nama ini sepertimana Firman Allah s.w.t. :
وَٱسۡتَعِينُواْ بِٱلصَّبۡرِ وَٱلصَّلَوٰةِ‌ۚ
“ Dan mintalah pertolongan tuhanmu dengan cara sabar dan doa ( as-solah )”
( Surah Al-Baqarah, 2 :45 )
solat mana
Menurut istilah ialah suatu ibadah kerana Allah yang dimulai dengan takbiratul ihram dan disertai perbuatan dan perkataan tertentu dan diakhiri dengan salam.
Dr Shalih bin Ghanim bin Abdillah As-Sadlani mentakrifkan solat sebagai :
 Makna solat dari Allah ialah Rahmat, sedangkan makna solat beerti rukun-rukun yang dikhususkan dan zikir-zikir yang telah dimaklumi dengan syarat-syarat yang dibatasi dengan waktu tertentu atau perkara yang diawali dengan takbiratul ihram dan diakhiri dengan salam. “ ( Shalat Jama’ah : Panduan, Hukum, Hikmah, Sunnah, dan Peringatan Penting Tentang Pelaksanaan Shalat Jamaah )
Akhlak ialah perkataan Arab yang berasal dari kata khuluq yang bermaksud tabiat, kelakuan atau tingkah laku (al-tabi`ah), perangai (al-sajiyah), maruah (al-Muru’ah), kelaziman atau kebiasaan (al-`adah). Perkataan (al-khulq) ini di dalam Al-Quran:
وَإِنَّكَ لَعَلَىٰ خُلُقٍ عَظِيمٍ۬
Dan bahawa sesungguhnya engkau (Muhammad) mempunyai akhlak yang amat mulia. (Al-Qalam:4)
Takrif akhlak menurut Imam Ghazali dalam Ihya Ulumuddin ialah :
suatu keadaan yang tertanam di dalam jiwa yang menampilkan perbuatan-perbuatan dengan senang tanpa memerlukan pemikiran dan penelitian. Apabila perbuatan  yang terkeluar itu baik dan terpuji menurut syara dan aqal, perbuatan itu dinamakan  akhlak yang mulia. Sebaliknya apabila  terkeluar perbuatan yang buruk, ia dinamakan  akhlak yang buruk.

















1.3  CARA KHUSYUK DALAM SOLAT

1.3.1 Solat Mendidik Aqidah Muslim

Solat sangat menekankan akidah, solat perlu dilakukan semata-mata kerana Allah, barulah diterima olehNya. Ianya merupakan lambang pengabdian kita kepada Allah s.w.t.. Ketika solat, kita disunatkan membaca doa iftitah, dalam doa iftitah kita sering mengucapkan bahawa solat kita adalah kerana Allah s.w.t.. Sebagaimana Firman Allah :

قُلۡ إِنَّ صَلَاتِى وَنُسُكِى وَمَحۡيَاىَ وَمَمَاتِى لِلَّهِ رَبِّ ٱلۡعَـٰلَمِينَ (١٦٢) لَا شَرِيكَ لَهُ ۥ‌ۖ وَبِذَٲلِكَ أُمِرۡتُ وَأَنَا۟ أَوَّل ٱلۡمُسۡلِمِينَ (١٦٣) ُ
 Katakanlah, sesungguhnya solatku, ibadahku, hidup dan matiku kerana Allah tuhan sekalian alam, Tiada sesuatu melainkannya dan dengan itulah aku diperintahkan dan aku termasuk orang-orang terawal Islam ( berserah diri )“ ( Surah al-Anam, 6 : 162 – 163 )

Didikkan akidah merupakan asas terpenting dalam membina akhlak manusia. Seorang yang bersolat dengan penuh keyakinan bahawa dia sedang berhadapan dengan Allah s.w.t. akan membawa sifat itu dalam kehidupan, iaitu menyedari bahawa setiap saat Allat memerhatikannya. Oleh itu mereka mempunyai kekuatan yang tersendiri untuk menjaga akhlak mereka daripada melakukan perkara yang dimurkai Allah.
Manusia yang sentiasa mengingati Allah inilah yang dikatakan sebagai orang yang berakhlak paling mulia, mengingati Allah dalam setiap tindak-tanduk sebagaimana Firman Allah s.w.t. :
ٱلَّذِينَ يَذۡكُرُونَ ٱللَّهَ قِيَـٰمً۬ا وَقُعُودً۬ا وَعَلَىٰ جُنُوبِهِمۡ وَيَتَفَڪَّرُونَ فِى خَلۡقِ ٱلسَّمَـٰوَٲتِ وَٱلۡأَرۡضِ رَبَّنَا مَا خَلَقۡت هَـٰذَا بَـٰطِلاً۬ سُبۡحَـٰنَكَ فَقِنَا عَذَابَ ٱلنَّارِ (١٩١)َ
 Orang-orang yang mengingati Allah ketika berdiri, duduk dan berbaringnya dan memikirkan kejadian langit dan bumi, ( lalu berkata ), Wahai Tuhan kami, sesungguhnya engkau jadikan ini sia-sia, Maha Suci Allah, jauhkan kami dari azab api neraka “
( Surah Ali Imran, 3 : 191 )
Dalam sebuah hadis, diriwayatkan :
Seorang penzina tidak akan berzina ketika dirinya beriman, seorang peminum arak tidak akan meminumnya padahal dia beriman, seorang perompak yang hanya akan membuatkan mangsanya melihat sahaja perbuatannya tidak akan melakukannya ketiaka dirinya ada iman”

1.3.2. Membuang Sifat Mazmumah
Setiap gerakan solat mempunyai falsafahnya yang tersendiri, kerana pergerakan dan kaifiyat itu adalah susunanNya untuk kekasihNya Nabi Muhammad s.a.w. dan seluruh umat manusia.Ketika rukuk dan sujud, perlulah digambarkan dalam hati bahawa Zat Allah adalah Zat Yang Maha Sempurna. Ketika sujud, sayugialah menyedari betapa Agung Allah s.w.t. dan kerdilnya diri, Kayanya Allah dan fakirnya hamba, Alimnya Allah dan jahilnya hamba, Gagah Perkasanya Allah dan lemahnya kita. Apabila memasukkan kedalam hati sifat kesempurnaan Allah, maka dengan sendirinya tubuh seseorang itu akan membongkok menghinakan diri.
Jika mahu dibandingkan dari sudut kebijaksanaan dengan Allah :
لِّلَّهِ مَا فِى ٱلسَّمَـٰوَٲتِ وَمَا فِى ٱلۡأَرۡضِ‌ۗ وَإِن تُبۡدُواْ مَا فِىٓ أَنفُسِڪُمۡ أَوۡ تُخۡفُوهُ يُحَاسِبۡكُم بِهِ ٱللَّهُ‌ۖ فَيَغۡفِرُ لِمَن يَشَآء وَيُعَذِّبُ مَن يَشَآءُ‌ۗ وَٱللَّهُ عَلَىٰ ڪُلِّ شَىۡءٍ۬ قَدِيرٌ (٢٨٤)ُ
 Kepunyaan Allah segala yang ada dilangit dan di bumi, dan jika kamu melahirkan atau menyembunyikan semuanya dalam perhintungan Allah. Allah mengampunkan orang yang dikehendaki dan mengazab orang yang dikehendaki “ ( Surah Al-Baqarah, 2 : 284 )
Sifat perhambaan ini akan melahirkan individu yang bersih hati dan ikhlas amalnya. Individu yang solat dengan penuh penghayatan akan menyedari walau siapapun mereka, mereka adalah hamba Allah yang hina dihadapannya. Tiada siapa yang mengetahui siapa lebih mulia daripada siapa dalam kalangan muslim, kerana tiada nilaian harta, pangkat, keturunan dan keilmuan di hadapan Allah selain daripada taqwa. Firman Allah s.w.t. :
إِنَّ أَڪۡرَمَكُمۡ عِندَ ٱللَّهِ أَتۡقَٮٰكُمۡ‌ۚ
 Sesungguhnya orang paling mulia disisi Allah adalah orang paling bertaqwa ”
( Surah al-Hujurat, 49 :13 )
Apabila seseorang individu itu menyedari betapa hinanya diri disisi Ilahi, maka dalam hatinya akan terbuang dengan sendirinya sifat takabbur yang membesarkan diri, kerana dia menyedari bahawa semua kelebihannya adalah daripada Allah. Begitu juga dengan sifat riak atau menunjuk-nunjuk kerana semua amalan hanyalah kerana Allah,  membuang sifat ujub atau merasa diri hebat, bijak dan berkemampuan kerana menyedari semuanya pemberian Allah. Begitu juga sifat-sifat mazmumah lain. Dengan itu akan masuklah kedalam hati sifah al-khayr, ihsan, taqwa, amanah, benar dan sabar serta sifat-sifat mahmudah.
1.3.3. Mendidik Muslim Menjaga Masa

Masa adalah suatu ciptaan Allah yang sangat penting bagi umat manusia. Hinggakan Allah s.w.t. sendiri bersumpah dengan masa. Firman Allah s.w.t.:
وَٱلۡعَصۡرِ
Maksudnya : Demi masa
( Surah Al-Asr, 103 : 1 )
Dalam peribahasa Melayu, wujud peribahasa ‘Masa itu emas’, dalam Bahasa Arab pula masa diibaratkan sebagai pedang. Ini menunjukkan kepentingan masa. Ia tidak dianggap sebagai sesuatu yang remeh kerana masa yang berlalu tidak akan kembali lagi.
Solat adalah suatu ibadah yang ditetapkan pada waktunya. Sebagaimana firman Allah s.w.t. yang bermaksud :
فَأَقِيمُواْ ٱلصَّلَوٰةَ‌ۚ إِنَّ ٱلصَّلَوٰةَ كَانَتۡ عَلَى ٱلۡمُؤۡمِنِينَ كِتَـٰبً۬ا مَّوۡقُوتً۬ا
Maka dirikanlah solat, sesungguhnya solat itu difardhukan kepada orang-orang beriman mengikut ketetapan waktunya’   ( Surah An-Nisa, 4:103)
Sebelum mensyariatkan solat kepada manusia, Allah s.w.t. telah menetapkan waktu-waktu tertentu bagi muslimin melakukan solat. Solat Zuhur contohnya bermula apabila gelincirnya matahari ke sebelah barat, dan ianya tamat apabila bayang-bayang sesuatu objek dibawah sinaran matahari lebih panjang dari ukuran asalnya. Ini bermakna ibadah solat perlulah dilakukan dalam waktu tersebut, bukan lebih awal atau lebih lewat daripada waktu yang ditetapkan. Begitu juga solat fardhu yang lain, semuanya ada had masanya.
Begitulah Allah s.w.t. membentuk akhlak menjaga waktu melalui ibadah solat. Seseorang Muslim perlu menepati masa dalam kehidupannya. Baik dalam melaksanakan tugas, menunaikan amanah, tanggungjawab sesama manusia dan sebagainya, ia perlulah dilakukan dalam konteks masa yang telah ditetapkan.
Falsafah yang dibawa oleh Allah s.w.t. melalui ibadah solat tentang masa ialah sesuatu tugasan perlu disiapkan pada masanya, biarpun apa halangannya, selagi ianya bukan halangan yang dibenarkan oleh syara’, maka ianya perlu disiapkan biarpun sebesar mana sekalipun urusan lain kita.
1.3.4. Mendidik Sifat Sabar

Allah s.w.t. juga mendidik muslimin untuk bersifat sabar melalui solat. Solat merupakan ibaadah yang wajib dilakukan oleh Muslimin yang tiada uzur syar’i pada waktunya. Keadaan manusia yang bermacam-macam seperti susah untuk bangun pagi, sibuk dengan urusan, keletihan dalam urusan dan sebagainya merupakan cabaran yang besar untuk melakukan ibadah solat. Justeru, hanya mereka yang mempunyai kesabaran yang tinggi sahaja mampu melaksanakannya. Sebagaimana Firman Allah s.w.t.:
يَـٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ ٱسۡتَعِينُواْ بِٱلصَّبۡرِ وَٱلصَّلَوٰةِ‌ۚ إِنَّ ٱللَّهَ مَعَ ٱلصَّـٰبِرِينَ
Wahai orang-orang yang beriman, mintalah pertolongan dengan cara solat dan sabar, sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar” ( Surah Al-Baqarah, 2 : 153 )
Dan juga Firman Allah s.w.t. :
وَٱسۡتَعِينُواْ بِٱلصَّبۡرِ وَٱلصَّلَوٰةِ‌ۚ وَإِنَّہَا لَكَبِيرَةٌ إِلَّا عَلَى ٱلۡخَـٰشِعِينَ
 Dan mintalah pertolongan Allah dengan solat dan sabar, sesungguhnya solat itu sangat berat kecuali bagi orang-orang yang khusyuk. “ ( Surah Al-Baqarah, 2 : 53 )
Dalam solat juga perlu ada kesabaran, dalam masa lima hingga lapan minit kebiasaannya kita mengerjakan solat, pelbagai cobaan dan gangguan samada zahir dan batin hadir. Justeru, seseorang Muslim itu perlulah sabar untuk menolak semua cobaan dan ganguan tersebut.
Sabar sangat perlu dalam kehidupan manusia, kerana dengan sifat sabarlah seseorang muslim mempunyai sesuatu asbab bagi kekuatan untuk melakukan ibadah dan meninggalkan amalan yang dimurkai Allah s.w.t.. Sifat sabar melahirkan individu yang istiqamah, gigih, teliti dan berhati-hati dalam kehidupan.
Sifat sabar dalam melaksanakan solat perlulah diaplikasikan di luar solat, kerana dalam menghadapi kehidupan manusia berdepan dengan pelbagai cabaran yang menggugat iman seperti kesibukan, tekanan, musibah, nikmat dan godaan, maka kesabaran yang dididik oleh Allah s.w.t. adalah memainkan peranan utama bagi menjaga iman dan diri pengamalnya Jika kita sanggup bersabar untuk mengerjakan solat, kerana ia merupakan kewajipan dari Allah s.w.t., maka adakah kita tidak sanggup bersabar daripada melakukan maksiat kepada Allah s.w.t..
1.3.5. Mendidik Muslim Menjaga Kehormatan

Antara syarat sah solat ialah pelakunya diwajibkan menutup aurat. Aurat bagi lelaki dalam solat menurut jumhur ulama ialah antara pusat hingga lutut. Manakala bagi perempuan pula ialah seluruh badan kecuali muka dan tapak tangan. Ia merupakan satu cara Allah mendidik kita supaya menjaga kehormatan diri samada dari sudut berpakaian dan perlakuan. Ini melambangkan orang muslim adalah manusia yang bermaruah.
Sebagaimana dalam solat, begitu jugalah seseorang muslim wajib menutup aurat daripada pandangan golongan bukan mahram. Sebagaimana Firman Allah s.w.t. :
وَقُل لِّلۡمُؤۡمِنَـٰتِ يَغۡضُضۡنَ مِنۡ أَبۡصَـٰرِهِنَّ وَيَحۡفَظۡنَ فُرُوجَهُنَّ وَلَا يُبۡدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا مَا ظَهَرَ مِنۡهَا‌ۖ وَلۡيَضۡرِبۡنَبِخُمُرِهِنَّ عَلَىٰ جُيُوبِہِنَّ‌ۖ وَلَا يُبۡدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا لِبُعُولَتِهِنَّ أَوۡ ءَابَآٮِٕهِنَّ أَوۡ ءَابَآءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوۡ أَبۡنَآٮِٕهِنَّ أَوۡ أَبۡنَآءبُعُولَتِهِنَّ أَوۡ إِخۡوَٲنِهِنَّ أَوۡ بَنِىٓ إِخۡوَٲنِهِنَّ أَوۡ بَنِىٓ أَخَوَٲتِهِنَّ أَوۡ نِسَآٮِٕهِنَّ أَوۡ مَا مَلَكَتۡ أَيۡمَـٰنُهُنَّ أَوِ ٱلتَّـٰبِعِينَ غَيۡرِ أُوْلِىٱلۡإِرۡبَةِ مِنَ ٱلرِّجَالِ أَوِ ٱلطِّفۡلِ ٱلَّذِينَ لَمۡ يَظۡهَرُواْ عَلَىٰ عَوۡرَٲتِ ٱلنِّسَآءِ‌ۖ وَلَا يَضۡرِبۡنَ بِأَرۡجُلِهِنَّ لِيُعۡلَمَ مَا يُخۡفِينَ مِنزِينَتِهِنَّ‌ۚ وَتُوبُوٓاْ إِلَى ٱللَّهِ جَمِيعًا أَيُّهَ ٱلۡمُؤۡمِنُونَ لَعَلَّكُمۡ تُفۡلِحُونَ ِ
Dan katakanlah kepada perempuan-perempuan yang beriman supaya menyekat pandangan mereka (daripada memandang yang haram) dan memelihara kehormatan mereka dan janganlah mereka memperlihatkan perhiasan tubuh mereka kecuali yang zahir daripadanya; dan hendaklah mereka menutup belahan leher bajunya dengan tudung kepala mereka; dan janganlah mereka memperlihatkan perhiasan tubuh mereka melainkan kepada suami mereka atau bapa mereka atau bapa mertua mereka atau anak-anak mereka, atau anak-anak tiri mereka atau saudara-saudara mereka atau anak bagi saudara-saudara mereka yang lelaki atau anak bagi saudara-saudara mereka yang perempuan, atau perempuan-perempuan Islam atau hamba-hamba mereka atau orang gaji dari orang-orang lelaki yang telah tua dan tidak berkeinginan kepada perempuan atau kanak-kanak yang belum mengerti lagi tentang aurat perempuan dan janganlah mereka menghentakkan kaki untuk diketahui orang akan apa yang tersembunyi dari perhiasan mereka dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, wahai orang-orang yang beriman, supaya kamu berjaya. ( Surah An-Nuur, 24 : 31 )

Seorang muslim perlu memelihara aurat dan kehormatannya sebagai mematuhi perintah Allah s.w.t. supaya mereka tidak mudah diganggu dan supaya menunjukkan akhlak yang baik dan sopan-santun dengan bukan mahram tidak pernah memisahkan cara berpakaian yang diwajibkan dalam solat, itulah juga cara berpakaian muslimin dan muslimat yang diwajibkan ketika berhadapan dengan bukan mahram. Cuma sesetengah muslim yang hanya sempurna menutup aurat ketika bersolat tetapi kemudian membuangnya adalah kerana tidak mengikut nilai akhlak yang diamalkan.
Perintah menutup aurat oleh Allah s.w.t. ini tidak lain hanyalah bagi menjaga kehormatan dan mengelakkan gangguan sebagaimana firman Allah s.w.t. :
يَـٰٓأَيُّہَا ٱلنَّبِىُّ قُل لِّأَزۡوَٲجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَآءِ ٱلۡمُؤۡمِنِينَ يُدۡنِينَ عَلَيۡہِنَّ مِن جَلَـٰبِيبِهِنَّۚ ذَٲلِكَ أَدۡنَىٰٓ أَن يُعۡرَفۡنَ فَلَايُؤۡذَيۡنَۗ وَكَانَ ٱللَّهُ غَفُورً۬ا رَّحِيمً۬ا
 Wahai Nabi, perintahkanlah isteri-isterimu dan anak-anak perempuan kamudandan perempuan-perempuan yang beriman supaya melabuhkan pakaian mereka menutupi seluruh tubuh mereka ( kecuali muka dan tapak tangan ), cara sedemikian adalah lebih sesuai untuk mereka dikenal dan maka dengan itu mereka tidak akan diganggu. Dan ingatlah Allah Maha Pengampun dan Maha Penyayang. ( Surah Al-Ahzab, 33 :59 )
Selain didikan menutup aurat, Allah juga mengajar kita melalui solat tentang penjagaan maruah dan kemaluan. Salah satu ciri manusia yang berjaya dan dituntut Islam ialah memelihar maruah dan kemaluan. Firman Allah s.w.t. :
قَدۡ أَفۡلَحَ ٱلۡمُؤۡمِنُونَ (١) ٱلَّذِينَ هُمۡ فِى صَلَاتِہِمۡ خَـٰشِعُون (٢)
وَٱلَّذِينَ هُمۡ لِفُرُوجِهِمۡ حَـٰفِظُونَ (٥) إِلَّا عَلَىٰٓ أَزۡوَٲجِهِمۡ أَوۡ مَا مَلَكَتۡ أَيۡمَـٰنُہُمۡ فَإِنَّہُمۡ غَيۡرُ مَلُومِينَ (٦)َ
 Sesungguhnya berjayalah orang-orang beriman, mereka yang khusuk dalam solatnya,……. Dan orang-orang yang menjaga kemaluannya, kecuali terhadap isteri dan hamba sahaya mereka. ( Surah Al-Mukminun, 23 : 1-2 dan 5-6 )
Ini bermakna, Islam apabila melarang sesuatu, ia merupakan hanya salah satu juzuk daripada banyak lagi yang masih halal. Contohnya apabila mengharamkan zina bagi kemaluan muslim, Islam menetapkan peraturan kahwin yang ternyata lebih efektif dan praktikal.

1.3.6.Mendidik Muslim Mementingkan Kebersihan
Syarat sah solat lagi ialah bersih pakaian, diri dan tempat solat daripada sebarang najis. Segala baik apabila kita hendak mengerjakan solat, Firman Allah s.w.t. :
يَـٰبَنِىٓ ءَادَمَ خُذُواْ زِينَتَكُمۡ عِندَ كُلِّ مَسۡجِدٍ۬
Wahai orang-orang beriman, pakaikanlah dirimu dengan pakaian indah pada setiap kali menghadiri masjid ( untuk solat ) “     ( Surah Al-A’raf, 7 : 31 )
Solat mengajar muslim agar menjaga dan mengambil berat soal kebersihan. Kebersihan sangat digalakkan dalam agama. Umat Islam digalakkan mengamalkan kebersihan dalam kehidupan seharian. Al-Jamil yang bermaksud Maha Cantik merupakan salah satu nama Allah s.w.t..
 Sesungguhnya Allah itu cantik dan sukakan kecantikan “ ( Riwayat Tarmizi )
Kebersihan merupakan aspek zahir penilaian seseorang yang lain terhadap umat Islam. Jika umat islam tidak mengamalkan kebersihan, golongan yang tidak faham tentang agama Islam akan mendakwa Islam sebagai agama yang pengotor, tidak syumul dan dilabel negatif.
Justeru individu muslim yang tidak mengamalkan kebersihan secara tidak langsung telah memburukkan agama Islam. Padahal Islam agama yang mementingkan kebersihan, syumul dan sesuai sepanjang zaman. Melalui solat, umat Islam diajar mengamalkan kebersihan.
Kebersihan yang dididik di dalam solat bukanlah terhad kepada aspek lahiriah semata, ia termasuk juga aspek batiniah. Seorang muslim perlulah membersihkan dirinya daripada sifat riak, takabbur, ujub, hubbul jah, hasad, bakhil, ghurur dan sifat-sifat mazmumah yang lain.
1.3.7 Mendidik Muslim Menyucikan Diri Dari Dosa

Apabila mahu mengerjakan solat, kita mestilah ada wudhu’, dan jika kita berhadas, perlulah mandi sebelum mengerjakan solat. Sebagaimana Firman Allah s.w.t. :
يَـٰٓأَيُّہَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓاْ إِذَا قُمۡتُمۡ إِلَى ٱلصَّلَوٰةِ فَٱغۡسِلُواْ وُجُوهَكُمۡ وَأَيۡدِيَكُمۡ إِلَى ٱلۡمَرَافِقِ وَٱمۡسَحُواْ بِرُءُوسِكُمۡ وَأَرۡجُلَڪُمۡ إِلَى ٱلۡكَعۡبَيۡنِ‌ۚ وَإِن كُنتُمۡ جُنُبً۬ا فَٱطَّهَّرُواْ‌ۚ
 Wahai orang-orang beriman, apabila kamu ingin solat, hendaklah kamu membersihkan wajahmu dan tanganmu hingga ke siku, basuhlah kepalamu dan kakimu hingga ke buku lali, dan jika kamu berjunub, maka mandilah “ (Surah Al-Maidah, 5 : 6 )
Wudhu dan mandi adalah lambang penyucian diri. Setelah berjam-jam dengan urusan dunia, apabila hendak mengerjakan solat, kita disyaratkan mengambil wudhu sebagai lambang penyucian lahir dan batin kita. Dari sudut lahir, kita membersihkan muka, tangan, kepala dan kaki. Dari sudut batin ialah membasuh muka sebagai isyarat menyucikan diri daripada dosa mata dan lidah, membasuh tangan adalah menyucikan dosa-dosa di tangan, membasuh kepala adalah menyucikan diri dari dosa-dosa fikiran dan membasuh kaki adalah membersihkan diri dari dosa kaki.
Justeru, solat juga mendidik manusia mempunyai akhlak yang baik iaitu menyucikan diri daripada dosa dengan bertaubat. Akhlak taubat ini ialah menyesali segala perbuatan negatif yang dilakukan dan berazam untuk tidak mengulanginya lagi. Akhlak taubat akan melahirkan akhlak-akhlak  yang lain lagi.
Solat mengajar kita untuk bermuhasah tentang akhlak kita sepanjang hari dalam tempoh masa tertentu. Apakah sepanjang masa tersebut kita melakukan akhlak yang diredhai Allah, samada percakapan, penglihatan, pemikiran, tangan dan kaki kita.
1.3.8 Mendidik Muslim Menjaga Tingkah Laku

Seseorang muslim yang solat perlu menjaga tingkah lakunya agar tidak membatalkan solat. Mereka tidak boleh terlalu banyak melakukan gerakan yang tidak perlu kerana dikhuatiri boleh membatalkan solat. Orang-orang muslim yang melakukan solat cukup berhati-hati dalam setiap gerakan solatnya. Mereka melakukan sesuatu gerakan seperti qiam, rukuk, i’tidal, sujud, duduk antara dua sujud dan tahiyat dengan sesempurna mungkin.
حَـٰفِظُواْ عَلَى ٱلصَّلَوَٲتِ وَٱلصَّلَوٰةِ ٱلۡوُسۡطَىٰ وَقُومُواْ لِلَّهِ قَـٰنِتِينَ
 Peliharalah akan solat kamu dan solat wusta, dan kerjakanlah dengan hati yang khusyu’”
( Surah Al-Baqarah, 2 : 238 )
Akhlak dalam solat ini perlulah juga dilaksanakan oleh orang muslim diluar solatnya.Seorang muslim yang mengerjakan solat perlulah melaksanakan urusan kehidupannya dengan sempurna. Mereka perlu melaksanakan amanah dan tanggungjawab yang dipikulkan atas bahu mereka. Sesuatu pekerjaan perlu dilakukan dengan penuh berkualiti dan bersungguh. Mereka juga perlu menghormati ibu bapa, sesama manusia dan menjaga tingkah laku dalam kehidupan seharian.
Sebagaimana di dalam solat seorang muslim itu meninggalkan perbuatan yang boleh membatalkan solatnya atau membuatkan solatnya tidak sempurna, begitulah mereka perlu menjaga tingkah laku mereka daripada melakukan perkara yang menyebabkan kemurkaan Allah s.w.t.. Seorang muslim yang menghayati falsafah solat sentiasa berhati-hati dalam tindakannya agar sentiasa diredhai Allah s.w.t. dan tidak menimbulkan fitnah sesama manusia.
Seorang muslim perlu meninggalkan perkara yang dilarang Allah seperti mengambil barang orang lain tanpa hak, mengkhianati amanah dan mendekati zina. Mereka tidak boleh melanggar batas yang Allah telah tetapkan. Kerana setiap kesalahan akan dicatatkan sebagai dosa atas pelakunya dan akan dipersoalkan dihari kiamat. Sepertimana Firman Allah s.w.t. :
ٱلۡيَوۡمَ نَخۡتِمُ عَلَىٰٓ أَفۡوَٲهِهِمۡ وَتُكَلِّمُنَآ أَيۡدِيہِمۡ وَتَشۡہَدُ أَرۡجُلُهُم بِمَا كَانُواْ يَكۡسِبُونَ
 Pada hari itu kami kunci mulut mereka lalu berkatalah tangan mereka dan bersaksilah kaki mereka akan segala perbuatan mereka ( semasa di dunia ) ( Surah Yaa Siin, 36 : 65 )

1.3.9 Mendidik Muslim Menjaga Lisan

Sebagaimana perbuatan, dalam solat, seseorang muslim itu juga hanya boleh menyebut ayat quran, bacaan wajib dan sunat, doa dan zikir dalam bahasa Arab sahaja. Jika bertutur selain daripada itu dengan sengaja dan tanpa sebab yang diizinkan, maka solatnya akan terbatal.Sabda Nabi s.a.w. :
 Sesungguhnya tidak patut ada sedikitpun perkataan manusia dalam solat”
( Riwayat Muslim )
Selain daripada larangan bercakap urusan lain, seorang muslim itu juga berhati-hati dengan bacaannya ketika mengerjakan solat agar tidak tersalah sebut atau tertukar maksudnya bagi bacaan wajib yang boleh menyebabkan batal solat seseorang itu. Bagi bacaan ayat al-Quran yang sunat perlulah berhati-hati bagi mengelakkan kesilapan yang boleh memberikan dosa kepada seseorang didalam solat.
Aplikasi akhlak yang dididik kepada muslim oleh Allah melalui solat ialah menjaga lisan agaterhindar daripada melakukan dosa, perkara sia-sia dan menimbulkan fitnah. Solat mengajar kita agar hanya mengucapkan perkara yang bermanfaat seperti berpesan-pesan kearah kebaikan dan mencegah kejahatan, memperkatakan kebenaran, berzikir dan membaca Al-Quran. Manusia yang memperkatakan perkara selain itu dikira berada dalam kerugian Firman Allah s.w.t. :
وَٱلۡعَصۡرِ (١) إِنَّ ٱلۡإِنسَـٰنَ لَفِى خُسۡرٍ (٢) إِلَّا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ وَعَمِلُواْ ٱلصَّـٰلِحَـٰتِ وَتَوَاصَوۡاْ بِٱلۡحَقِّ وَتَوَاصَوۡاْ بِٱلصَّبۡرِ
 Demi masa, sesungguhnya manusia berada dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan beramal soleh, serta berpesan-pesan kepada kebenaran dan berpesan-pesan kepada kesabaran “ ( Surah Al-Asr, 103: 1-3 )
Seorang muslim berkualiti perlu menjaga lidahnya daripada melakukan perkara yang dilarang Allah. Mereka perlulah berhati-hati dalam setiap ucapan agar tidak dimurkai Allah. Seorang muslim perlulah menjauhi ucapan-ucapan seperti mengumpat, menabur fitnah dan hasut-menghasut. Firman Allah s.w.t. :
يَـٰٓأَيُّہَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ لَا يَسۡخَرۡ قَوۡمٌ۬ مِّن قَوۡمٍ عَسَىٰٓ أَن يَكُونُواْ خَيۡرً۬ا مِّنۡہُمۡ وَلَا نِسَآءٌ۬ مِّن نِّسَآءٍ عَسَىٰٓ أَن يَكُنَّ خَيۡرً۬ا مِّنۡہُنَّ‌ۖ وَلَا تَلۡمِزُوٓاْ م أَنفُسَكُمۡ وَلَا تَنَابَزُواْ بِٱلۡأَلۡقَـٰبِ‌ۖ بِئۡسَ ٱلِٱسۡ لۡفُسُوقُ بَعۡدَ ٱلۡإِيمَـٰنِ‌ۚ وَمَن لَّمۡ يَتُبۡ فَأُوْلَـٰٓٮِٕكَ هُمُ ٱلظَّـٰلِمُونَ (١١) يَـٰٓأَيُّہَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ ٱجۡتَنِبُواْ كَثِيرً۬ا مِّنَ ٱلظَّنِّ إِنَّ بَعۡضَٱلظَّنِّ إِثۡمٌ۬‌ۖ وَلَا تَجَسَّسُواْ وَلَا يَغۡتَب بَّعۡضُكُم بَعۡضًا‌ۚ أَيُحِبُّ أَحَدُڪُمۡ أَن يَأۡڪُلَ لَحۡمَ أَخِيهِ مَيۡتً۬ا فَكَرِهۡتُمُوهُ‌ۚ وَٱتَّقُواْ ٱللَّهَ‌ۚ إِنَّ ٱللَّهَ تَوَّابٌ۬ رَّحِيمٌ۬ٱ
 Wahai orang-orang beriman, janganlah segolongan kamu mengutuk segolongan lain kerana mungkin yang dikutuk itu lebih baik daripada kamu, dan janganlah segolongan perempuan kamu mengutuk segolongan perempuan yang lain kerana mungkin mereka lebih baik daripada yang mengutuk. Janganlah segolongan kamu mendedahkan aib segolongan yang lain dan janganlah kamu memanggil segolongan yang lain dengan hinaan. Seburuk-buruk perkataan ialah kufur setelah beriman, sesiapa yang tidak bertaubat, maka mereka golongan yang zalim. Wahai orang-orang beriman jauhkanlah kamu daripada bersangka kerana sebahagian sangka itu berdosa, dan janganlah kamu mengumpat sesame kamu, sudikah kiranya kamu makan daging saudara kamu yang telah mati, sudah tentu kamu jijik, bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. ( Surah Al-Hujurat, 49 : 11-12 )
Justeru solat mengajar kita supaya berhati-hati dalam ucapan bagi mengelakkan dosa dan kesan buruk kepada umat. Orang yang berakhlak pada perkataannya akan dirahmati Allah dan disanjungi manusia.






1.3.10 Mendidik Muslim Menundukkan Pandangan
Dalam melaksanakan ibadah solat, kita disunatkan untuk sentiasa melihat kepada tempat sujud ketika solat. Adalah makruh seseorang itu berpaling ke hulu dan ke hilir dalam solatnya. Firman Allah s.w.t. :
وَأَقِيمُواْ وُجُوهَكُمۡ عِندَ ڪُلِّ مَسۡجِدٍ۬ وَٱدۡعُوهُ مُخۡلِصِينَ لَهُ ٱلدِّينَ‌ۚ
 Dan luruskanlah wajahmu ( dan hatimu ) pada setiap solat dan ikhlaskan niatmu terhadap ketaatan. “ ( Surah al-A’raff, 7 : 29 )
Falsafah daripada perbuatan tersebut antaranya ialah didikan Allah kepada hambanya supaya menundukkan atau menjaga pandangan. Ini bermaksud, seseorang Muslim itu perlu menjaga pandangan daripada melihat perkara yang tidak diredhai Allah s.w.t.. Contohnya ialah melihat kepada perkara yang memberahikan, maksiat dan sebagainya. Firman Allah :
قُل لِّلۡمُؤۡمِنِينَ يَغُضُّواْ مِنۡ أَبۡصَـٰرِهِمۡ وَيَحۡفَظُواْ فُرُوجَهُمۡ‌ۚ ذَٲلِكَ أَزۡكَىٰ لَهُمۡ‌ۗ إِنَّ ٱللَّهَ خَبِيرُۢ بِمَا يَصۡنَعُونَ (٣٠) وَقُللِّلۡمُؤۡمِنَـٰتِ يَغۡضُضۡنَ مِنۡ أَبۡصَـٰرِهِنَّ
 Katakanlah kepada orang-orang beriman lelaki : Tundukkanlah pandangan kamu dan jagalah kemaluanmu, itu lebih baik bagi kamu, Sesungguhnya Allah Maha Mendalam pengetahuanNya tentang apa yang kamu kerjakan. Dan katakanlah kepada orang-orang beriman perempuan : Tundukkanlah pandangan kamu….“ ( Surah An-Nuur, 24 : 30-31)
Seseorang muslim hanya boleh melihat perkara-perkara yang harus dan sunat. Orang muslim disunatkan untuk melihat kepada kejadian alam, mushaf Al-Quran dan perkara-perkara bermanfaat.
1.3.11 Mendidik Muslim Bertertib dan Bertama’ninah
Dalam solat mesti ada tertibnya dan ia termasuk dalam rukun solat. Tertib bermaksud berurutan. Contohnya bermula dengan takbiratul ihram, diikuti dengan membaca fatihah, rukuk, I’tidal dan sujud, ianya perlu dilakukan secara berturutan dan tidak boleh melangkaui rukun atau menyusunnya dengan susunan lain.
Tama’ninah pula bermaksud bertenang untuk sementara. Ianya merupakan rukun solat menurut sebahagian besar ulama’. Ia bermaksud dalam sesuatu rukun solat seperti rukuk, sujud, duduk antara dua sujud dan iktidal, perlu ada tempoh bertenang untuk seseorang itu berada dalam rukun tersebut.
Tertib dan tama’ninah ini juga perlu ada dalam kehidupan seseorang muslim. Dalam kehidupan seseorang muslim itu, perlu melakukan sesuatu dengan tenang, bertahap dan terancang. Seorang Muslim perlu berhati-hati dalam tindakannya, tidak boleh tergopoh-gapah dan bertindak melulu, mereka perlulah berstategis dan bertenang dalam setiap tindakan, firman Allah s.w.t. :
إِنَّ ٱللَّهَ يُحِبُّ ٱلَّذِينَ يُقَـٰتِلُونَ فِى سَبِيلِهِۦ صَفًّ۬ا كَأَنَّهُم بُنۡيَـٰنٌ۬ مَّرۡصُوصٌ۬
 Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berjuang di jalannya dengan barisan yang teratur sepertimana satu bangunan yang kukuh. ” ( Surah As-Saff, 61 : 3 )
Inilah yang dididik oleh Allah s.w.t. dalam solat setiap Muslim, Islam tidak pernah mendidik umatnya menjadi pelampau, penggopoh dan bersifat negatif.


1.4.PANDUAN UNTUK MENDAPAT KEKHUSYUKAN DALAM SOLAT

Berikut adalah beberapa perkara yang boleh dibuat untuk membantu menimbulkan khusyu‘ dalam sembahyang:

1.4.1 Sebelum mendirikan sembahyang pastikan perkara-perkara berikut:

i.Menjaga makanan dan minuman.
 Khusyu’ itu berkaitan dengan kerja hati. Oleh itu, hati perlu dipelihara kesuciannya dengan menjauhkannya daripada benda- benda yang haram atau tidak halal. Oleh itu, pastikan apa yang kita makan dan minum hendaklah bersumber daripada yang halal.

Sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam:

Maksudnya:
Ketahuilah! Bahawa di dalam badan ada seketul daging; apabila ia baik baiklah badan seluruhnya dan apabila ia rosak rosaklah sekaliannya. Ketahuilah! Itulah ya dikatakan hati.
(Hadits riwayat al-Bukhari dan Muslim)

ii.Mengambil wudhu dengan sempurna supaya air mengenai semua anggota wajib serta mengingati niat. 
Sebab kesempurnaan sembahyang juga terletak kepada kesempurnaan wudhu’.

Diriwayatkan daripada Abu Rauh al-Kula‘ie daripada seorang laki-laki bahawa beliau pernah mendirikan sembahyang Subuh bersama Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam. Baginda Shallallahu 'alaihi wasallam dalam sembahyang tersebut membaca surah ar-Ruum. Pada salah
satu ayatnya, bacaan Baginda terganggu. Lalu apabila selesai sembahyang Baginda bersabda:

Maksudnya:
“Sesungguhnya bacaan kami terganggu disebabkan terdapat beberapa orang di antara kamu yang sembahyang bersama kami tidak menyempurnakan wudhu’ mereka. Oleh itu, siapa yang mendirikan sembahyang bersama kami, maka sempurnakanlah wudhu’nya.

(Hadits riwayat Ahmad dan an-Nasa’ie)

Di samping itu sebahagian kelebihan wudhu’ itu dapat menjauhkan seseorang daripada gangguan syaitan. Saidina ‘Umar Radhiallahu ‘anhu berkata:

Maksudnya: “Sesungguhnya wudhu’ yang baik itu mengusir syaitan daripada engkau.”

iii) Membersihkan diri, termasuk bersugi. Diriwayatkan daripada Abu Hurairah Radhiallahu ‘anhu bahawa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:

Maksudnya:
“Jika tidak mendatangkan kesusahan ke atas umatku atau ke atas manusia nescaya aku menyuruh mereka bersiwak pada setiap kali hendak sembahyang.
” (Hadits riwayat al-Bukhari dan Muslim)



Para ulama menegaskan bahawa bersugi itu mempunyai tujuh puluh faedah. Antara faedah dan kelebihannya ialah:
v  Membersihkan dan mengharumkan bau mulut.
v  Memutihkan gigi.
v  Mendapat keredhaan Allah Subhanahu wa Ta‘ala.
v  Membetulkan atau meluruskan tulang belakang.
v  Menolong menguatkan gusi.
v  Meningkatkan kecerdikan.
v  Menggandakan pahala amal ibadat.
v  Melancarkan kefasihan atau kepetahan pertuturan.
v  Menguatkan hafalan.
v  Mensucikan hati.
v  Menyukakan malaikat.

iv) Jangan sembahyang dalam keadaan menahan buang air besar atau air kecil.

v) Jangan sembahyang dalam keadaan lapar.

Sebolehnya selesaikan atau perkemaskan segala urusan keperluan diri termasuk makan dan qadha hajat terlebih dahulu. Tujuannya ialah supaya tidak timbul kebimbangan dan ketidakselesaan ketika menunaikan sembahyang.

Sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam:

Maksudnya:
Jangan sembahyang ketika makanan (yang hendak dimakannya) sedang tersedia, dan jangan sembahyang dalam keadaan menahan buang air besar dan air kecil.
(Hadis riwayat Muslim)

vi) Memakai pakaian yang bersih dan kemas. Jangan memakai pakaian yang kurang selesa, seperti memakai sarung kaki yang sempit, mengikat serban terlalu ketat dan sebagainya.

vii) Pilih tempat sembahyang yang suasananya tenteram, selesa, tidak bising dan sebagainya.

Termasuk langkah yang boleh dibuat, pastikan tidak terdapat telepon di dalam bilik tersebut. Atau jika membawa bersama telepon bimbit, pastikan ianya dimatikan (switch off) sebelum sembahyang.
Imam an-Nawawi Rahimahullah menjelaskan bahawa makruh menunaikan sembahyang di tempat orang lalu lalang, kerana yang demikian itu boleh mengganggu kekhusyukan sembahyang seseorang.
Diriwayatkan daripada Ibnu ‘Umar Radhiallahu ‘anhuma:
Maksudnya:
“Bahawa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam menegah mendirikan sembahyang pada tujuh tempat: Tempat pembuangan sampah, tempat penyembelihan, kubur, tengah-tengah jalan, bilik mandi, tempat unta duduk di keliling air dan di atas Baitullah.”

(Hadits riwayat at-Tirmidzi)

iix) Pastikan supaya tidak ada objek atau gambar yang boleh mengganggu fikiran atau membimbangkan hati di tempat sujud.

Diriwayatkan daripada Saidatuna ‘Aisyah Radhiallahu ‘anha bahawa Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam pernah mendirikan sembahyang di atas hamparan daripada bulu yang mempunyai objek lukisan, lalu Baginda bersabda:

Maksudnya:
“Objek lukisan ini mengganggu aku, bawalah ia kepada Abu Jahm dan bawakan kepadaku hamparan tebal yang tidak ada ukiran.”
(Hadits riwayat Muslim)

Imam an-Nawawi Rahimahullah menjelaskan mengenai riwayat di atas bahawa ianya memberi petunjuk akan galakan supaya menghindarkan atau menjauhkan apa-apa yang dikhuatiri melalaikan hati dari khusyu‘ ketika mendirikan sembahyang.Tersebut di dalam riwayat bahawa Abdullah bin ‘Umar Radhiallahu ‘anhuma tidak pernah meletakkan al-Qur’an atau pedangnya di tempat sembahyangnya, juga tulisan atau surat. Semuanya diletakkan di belakangnya atau di mana saja yang tidak dapat dilihat olehnya.


1.4.2. Ketika hendak menunaikan sembahyang lakukan perkara-perkara berikut:

i. Usahakan sembahyang dilakukan secara berjemaah.

Mendirikannya dalam keadaan berjemaah adalah suatu tuntutan. Sembahyang berjemaah itu adalah di antaravsyi‘ar agama.Selain pahala sembahyang berjemaah itu melebihi sembahyang seorang diri dengan dua puluh tujuh darjat, ada ulama mengatakan, pada kebiasaannya orang yang sembahyang berjemaah itu memperolehi khusyu‘ ketika sembahyang dan terselamat daripada perkara yang boleh
melalaikannya.

ii. Menghadirkan hati.

Maksudnya ialah sebelum mendirikan sembahyang kosongkan hati dari segala urusan yang boleh mengganggu ataupun yang tidak ada sangkut-paut dengan ibadat sembahyang yang dikerjakan.Tersebut dalam satu riwayat bahawa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam pernah bersabda kepada seorang sahabat bernama ‘Utsman bin Thalhah Radhiallahu ‘anhu:Maksudnya:“Aku lupa untuk menyuruhmu menutup dua tanduk kibasy (dari pandangan orang). Maka sesungguhnya tidak sepatutnya ada di rumah sesuatu yang mengganggu orang yang sembahyang.””(Hadits riwayat Abu Daud)Abu Darda’ Radhiallahu ‘anhu berkata:“Antara tanda kefahaman seseorang ialah dia memulai memenuhi keperluannya terlebih dahulu sebelum dia masuk menunaikan sembahyang supaya dia masuk ke dalam sembahyang dalam keadaan hatinya kosong dari perkara yang lain.”





iii. Mengingatkan mati dan kemungkinan sembahyang itu yang terakhir sekali dalam hidupnya.

Diriwayatkan daripada Hatim al-Asham Radhiallahu ‘anhu bahawa ditanyakan kepadanya tentang sembahyangnya, beliau beliau menjawab:Maksudnya:
“Apabila tiba waktu sembahyang aku menyempurnakan wudhu dan aku mendatangi tempat di mana di situ aku hendak mendirikan sembahyang. Lalu aku duduk pada tempat itu sehingga berkumpullah seluruh anggota tubuhku. Kemudian aku berdiri menunaikan sembahyangku dan aku jadikan Ka‘bah di antara dua keningku, titian ash-shirath di bawah tapak kakiku, syurga di sebelah kananku, neraka di sebelah kiriku, malaikat maut di belakangku, aku menyangka sembahyang ini adalah sembahyangku yang terakhir. Kemudian aku berdiri di antara mengharap dan takut, aku bertakbir dengan penuh keyakinan, aku membaca dengan bacaan yang betul, aku ruku‘ dengan merendahkan diri, aku sujud dengan khusyu‘, aku duduk atas punggung kiri dan aku bentangkan belakang tapak kaki kiri, aku tegakkan tapak kaki kanan atas ibu jari kaki dan aku ikutkan keikhlasan hati. Kemudian aku tidak tahu sama ada sembahyangku diterima atau tidak?”

iv. Sebelum mengangkat takbir elok membaca mana-mana zikir yang boleh menjauhkan diri daripada syaitan. 
Umpamanya seperti berikut:
        i.            Surah an-Nas:
Tafsirnya: “Dengan nama Allah, yang Maha Pemurah, lagi Maha Mengasihani. Katakanlah (wahai Muhammad): “Aku berlindung kepada (Allah) Pemelihara sekalian manusia, yang menguasai sekalian manusia, Tuhan yang berhak disembah oleh sekalian manusia, dari kejahatan pembisik, penghasut yang timbul tenggelam. ”

      ii.            Ta‘awudz, seperti:
Tafsirnya: “Wahai Tuhanku! Aku berlindung kepadaMu dari hasutan syaitan-syaitan, dan aku
berlindung kepadaMu, wahai Tuhanku, supaya syaitan-syaitan itu tidak menghampiriku.”

    iii.            Tahlil:
لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ
Ertinya: “Tidak ada tuhan yang berhak disembah melainkan Allah.”

    iv.             Zikir:
             امنا با الله و برسوله
            Maksudnya: “Kami beriman dengan Allah dan rasulrasulNya.”
Antara tipu daya syaitan ialah memesongkan atau memalingkan perhatian semasa sembahyang. Caranya ialah dengan memalingkan hati kita dari meneliti dan memahami apa yang sedang kita baca. Dari situ kita akan hilang renungan untuk hari akhirat dan keikhlasan ibadat yang dilakukan. Adakalanya sehingga seorang itu boleh menjadi ragu dan was-was tentang bilangan rakaat yang telah ditunaikannya, adakah sudah cukup atau masih lagi kurang.Diriwayatkan daripada Abu Hurairah Radhiallahu ‘anhu bahawa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:Maksudnya:“Sesungguhnya salah seorang daripada kamu apabila berdiri menunaikan sembahyang syaitan akan mendatanginya, lalu syaitan menimbulkan kesamaran ke atas orang itu sehingga dia tidak tahu berapa rakaat sudah ditunaikannya….”(Hadits riwayat Muslim)

1.4.3. Ketika menunaikan sembahyang pusatkan perkara-perkara berikut:

i) Meneliti bacaan-bacaan dalam sembahyang, sama ada bacaan itu terdiri dari ayat-ayat al-Qur’an atau selain dari ayat-ayat al-Qur’an iaitu tasbih dan takbir dan doa. Jika boleh, fahami makna bacaan-bacaan tersebut. Perkara ini amat penting untuk menghadirkan hati dalam sembahyang. Hati mestilah ikut mengetahui segala apa yang kita baca.

ii) Merasa rendah hati dan rendah diri ketika dalam ruku‘ dan sujud.Tempoh masa rukuk dan sujud pula elok dipanjangkan.
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:Maksudnya:
Seseorang hamba paling dekat dengan Tuhannya sewaktu ia bersujud…..(Hadis riwayat Muslim)

iii) Meliputkan hati dengan kebesaran Allah dan kesucianNya ketika bertakbir dan ketika bertasbih pada seluruh gerak-geri dalam sembahyang.

iv) Meninggalkan segala fikiran dan lintasan hati yang berkaitan dengan urusan dunia.

v) Segala perhatian dalam sembahyang itu hendaklah tertumpu hanya kepada mendirikan dan menunaikannya dengan yang terbaik sekali
.

vi) Sembahyang dilakukan dalam keadaan thuma’ninah. Thuma’nînah dalam ruku‘, sujud dan lain-lain rukun fi‘li (perbuatan).
Thuma’ninah ertinya anggota seseorang itu tetap diam seketika ketika melakukan suatu rukun fi‘li di dalam sembahyang seperti ruku‘, sujud dan sebagainya, sebelum beralih ke rukun fi‘li seterusnya. Sekurang-kurangnya tetap diam seketika dalam tempoh pada kadar bacaan
zikir: “ .” سبحان الله Maknanya, gerakan di dalam sembahyang itu tidak dilakukan dengan tergopoh-gapah, tidak dilakukan dengan bercepat-cepat tetapi dilakukan dengan tenang dan relaks.Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam ada mengajar kita tentang perkara ini di dalam sabda Baginda:Maksudnya:“Apabila kamu berdiri menunaikan sembahyang maka bertakbirlah. Kemudian bacalah ayat al-Qur’an yang mudah bagi kamu. Kemudian rukuklah sehingga kamu berthuma’ninah dalam keadaan rukuk. Kemudian bangkitlah sehingga kamu berdiri betul. Kemudian sujudlah sehingga kamu berthuma’ninah dalam keadaan sujud. Kemudian bangkitlah sehingga kamu berthuma’ninah dalam keadaan duduk. Kamu buatlah yang demikian itu dalam semua sembahyang kamu.(Hadis riwayat al-Bukhari dan Muslim)

vii) Sentiasa melihat tempat sujud sekalipun orang itu buta, sekalipun sembahyang di dalam gelap kecuali ketika membaca perkataan إلاّ الله dalam tahiyyat. Pada ketika itu pandangan orang yang sembahyang itu dialihkan ke jari telunjuknya.Jika memejamkan mata boleh mendatangkan khusyu‘ dalam sembahyang seseorang itu, maka bolehlah dia berbuat begitu dan hukumnya tidak makruh sebagaimana yang dijelaskan oleh Imam an-Nawawi.Begitulah beberapa tip yang boleh dijadikan panduan untuk mendapatkan khusyu‘ di dalam sembahyang. Memang tidak dinafikan, terdapat setengah orang masih tidak mampu memperolehi khusyu‘ di dalam sembahyangnya walaupun dengan mengamalkan bermacam-macam tip atau panduan.Yang penting tidak mudah berputus asa dan sentiasalah gerakkan diri kita berusaha untuk mendapatkannya. Jangan lupa juga untuk banyak-banyak memohon doa kepada Allah Ta‘ala supaya dikurniakan kepada kita hati yang bersih dan khusyu‘ dalam beribadat kepadaNya.


1.5 Rahsia Khusyuk dalam solat

Seorang ahli ibadah bernama Isam bin Yusuf, dia sangat warak dan sangat khusyuk solatnya. Namun dia selalu khuatir kalau-kalau ibadahnya kurang khusyuk dan selalu bertanya kepada orang yang dianggapnya lebih ibadahnya, demi untuk memperbaiki dirinya yang selalu dirasakan kurang khusyuk.Pada suatu hari, Isam menghadiri majlis seorang abid bernama Hatim Al-Isam dan bertanya : "Wahai Aba Abdurrahman, bagaimanakah caranya tuan solat?"Hatim berkata : "Apabila masuk waktu solat aku berwudhu' zahir dan batin."Isam bertanya, "Bagaimana wudhu' zahir dan batin itu?"Hatim berkata, "Wudhu' zahir sebagaimana biasa, iaitu membasuh semua anggota wudhu' dengan air. Sementara wudhu' batin ialah membasuh anggota dengan tujuh perkara :-
1. bertaubat
2. menyesali dosa yang dilakukan
3. tidak tergila-gilakan dunia
4. tidak mencari / mengharap pujian orang (riya')
5. tinggalkan sifat berbangga
6. tinggalkan sifat khianat dan menipu
7. meninggalkan sifat dengki
Seterusnya Hatim berkata, "Kemudian aku pergi ke masjid, aku kemaskan semua anggotaku dan menghadap kiblat. Aku berdiri dengan penuh kewaspadaan dan aku bayangkan Allah ada di hadapanku, syurga di sebelah kananku, neraka di sebelah kiriku, malaikat maut berada di belakangku, dan aku bayangkan pula bahwa aku seolah-olah berdiri di atas titian 'Sirratul Mustaqim' dan aku menganggap bahwa solatku kali ini adalah solat terakhirku, kemudian aku berniat dan bertakbir dengan baik.Setiap bacaan dan doa dalam solat kufaham maknanya, kemudian aku ruku' dan sujud dengan tawadhu', aku bertasyahhud dengan penuh pengharapan dan aku memberi salam dengan ikhlas. Beginilah aku bersolat selama 30 tahun."Apabila Isam mendengar, menangislah dia kerana membayangkan ibadahnya yang kurang baik bila dibandingkan dengan HatimCuba perhatikan mafhom satu Hadith;“Yang pertama sekali diangkat Allah dari ummat ini adalah khusyu’, sehingga kamu tidak menemukan seorang pun yg khusyu’ dlm solatnya”Juga perhatikan Firman Allah;“Telah beruntung orang2 yg beriman, iaitu mereka yg khusyu’ dalam solatnya” Al-Mukminuun ayat 1-2.“Pastilah org yg beriman itu apbila disebutkan nama Allah, gementar hatinya, dan apabila diperdengarkan ayat2 Allah bertambah2 imannya” A1-Anfaal ayat 2Jadinya jika kita lihat semuanya berkait rapat, iaitu antara iman, khusyu’, solat, kebahagiaanApa mafhom khusyu? Secara mudah ia bererti tidak ingat selain dari Allah. Apakah khusyu’ itu boleh terjadi hanya dengan ikhtiar manusia? Jawapannya adalah mustahil kerana jika kita imbas kembali sejarah Sayidina Ali solat sunat sehingga tidak terasa anak panah dicabut dari betisnya, ternyata khusyu’ bukan hanya dari usaha manusia.Jadi khusyu’ yg haqiqi adalah karunia dari Allah jua. Walaubagaimana pun, manusia perlulah menempuh jalan2 yg tertentu (tariq) sebelum Allah memberi atau mencurahkan nikmat khusyu’ itu. Jadi manusia perlu menempuh perjalanan (tareqat – dari segi Bahasa Arab) menuju kepada Pencipta mereka dan apabila telah bersedia jiwa itu utk menerima natijah dari usahanya.Maka dikala itu Allah mengurnia kan, memberi, mencurahkan kekhusyukan solat yg tidak pernah dirasakannya.Seperti Firman Allah; “Sesunguhnya Aku tidak akan mengubah nasib sesuatu kaum (seseorang) sehingga mereka sendiri yg mengubah nasib mereka”Seperti Firman Allah;“Dan dirikan lah sembahyang untuk mengingati Aku”
Jadinya tujuan solat itu ialah untuk mengingati Allah. Jika kita solat tapi tidak ingat kepada Nya, malahan ingat kepada segala yg lain dariNya, bererti telah gagal lah tujuan solat itu.
Tuhan itu adil, jadinya semua manusia diberi jiwa yg sama asalnya, iaitu jiwa yg pernah mengenal Tuhannya semasa dialam roh semasa Tuhan menanyakan kepada mereka
“Bukankah Aku ini Tuhan kamu, lalu mereka menjawab “Bah kan, Kamu Tuhan kami dan kami budak Kamu” (Alas tu bi Rabbi kum?)
Dan jiwa2 ini semuanya dilahirkan kedunia dgn punya Hawa, nafsu, Dunia, Syaitan dan mereka masing2 ada kebebasan mencari, mengambil apa yg mereka sukai. Jika bapak mereka Majusi, maka anak pun jadi Majusi. Tapi oleh kerana jiwa tadi pernah mengenal Tuhan disatu masa dulu dialam roh, maka ada diantaranya iaitu mereka2 yang mengikut naluri dari fitrah nya, mereka berupaya menemui jalan pulang, lantas kita dengar ramai org2 kafir yg kembali kepada Islam
Setelah Islam (iaitu muallaf selama setahun) sepatutnya jiwa2 ini terus mencari kepada IMAN, iaitu pada tahap mendapat khusyu dlm solatnya.
Kerana dari mafhom Firman Tuhan tadi;
“Telah beruntung orang2 yg beriman, iaitu mereka yg khusyu’ dalam solatnya” Al-Mukminuun ayat 1-2
Maka semua jiwa tidak terlepas dari janji Tuhan ini, kita semua terikat dgn janji Tuhan ini… ini ayat Quran, maha benar dan sohih, tidak ada dolak dalik lagi
Samada dipanggil dgn nama Tasawuf, Sufi, Tariqat, atau apa saja… itu tidak penting. Yg penting bagaimana supaya kita dapat khusyu’ dlm solat kita, dan utk itu kita wajib… ya… WAJIB menempuh jalan2 yg membawa kita kepada satu natijah yg benar2 bererti
Kerana jika selagi tidak mendapat khusyu’ selagi itu sebenarnya hati2 kita masih kosong.. hampa… solat yg tidak memberi erti yg sebenarnya. Maaflah… inilah haqiqat kebenarannya.
Khusyu’ itu sebenarnya adalah satu nikmat yg teramat sangat. Sesiapa yg mendapat khusyu’ yg dicurahkan oleh Tuhan itu, dia akan merasakan nikmat yg tidak pernah dirasakannya. Rasa itu meresap dari jantung keseluruh badan melalui peraliran darah hingga kadang rasa itu terasa dihujung2 bulu roma.
Dari segi fizikal pula, mereka yg khusyu’ itu, setidak2 nya akan rembes, atau tergenang air matanya, menitik macam hujan, basah tempat sujudnya oleh air matanya. Tersedu sedan dia akan menangis dalam solatnya. Baagi sesiapa yg telah mahir dgn keadaan ini, dia akan dapat mengesan ada 7 tempat dimana rasa itu akan naik meninggi sehingga ada yg menjerit dek kekuatan rasa yg dicurahkan dari Tuhannya.
Imam AL Ghazali telah  menyatakan bahawa orang yang tidak khusyuk sembahyangnya adalah dikira sia-sia belaka, kerana tujuan solat itu selain untuk mengingati Allah SWT, ia juga berfungsi sebagai alat pencegah dari perbuatan keji dan mungkar. Apabila lalai ketika menunaikan solat bererti orang tersebut tidak akan berasa gerun ketika melakukan perkara keji dan mungkar.
Copy/Paste Dari: www.familiazam.com
Solat yang khusyuk ialah mereka yang sentiasa sedar dan mengikuti segala pengertian dari setiap kalimah yang di ucapkan di dalam solatnya. Justeru itu apabila ia membaca Fatihah, hatinya akan mengikuti dan memahami makna setiap kalimah yang terucap. Misalnya apabila mereka membaca ayat keempat dari Surah Al-Fatihah yang bermaksud:

"Tuhan yang memiliki hari Akhirat."
Copy/Paste Dari: www.familiazam.com
Maka tergambar segala kalut sibuk dan huru-hara manusia serta bersesak di padang Masyhar, ia akan terasa diri semakin kerdil dan lemah disisi Allah SWT.

Apabila membaca ayat kelima dari surah Al-Fatihah yang bermaksud :

"Engkaulah yang kusembah dan Engkaulah tempatku bermohon."

Bererti mereka telah memberikan kesetiaan dan pengabdian hanya kepada Allah, bukannya menjadi penyembah hawa nafsu atau yang lain-lainnya. Akhirnya mereka tidak ada keinginan untuk melakukan perkara keji dan mungkar, kerana melakukan perbuatan keji bererti mereka telah menjadi hamba nafsu, yang demikian adalah bercanggah dengan ucapannya yang mengaku bahawa dia hanya menyembah Allah SWT semata-mata.
Copy/Paste Dari: www.familiazam.com
Selepas itu mengamati lain-lain bacaan dalam sembahyang dengan khusyuk, yang mengandungi berbagai bacaan dan doa-doa yang memperlihatkan kebesaran Tuhan. Jika difahami sungguh-sungguh cukuplah kesemua itu akan menghakis sikap-sikap hodoh yang ada pada diri manusia itu.

Rasulullah SAW bersabda yang bermaksud :
Copy/Paste Dari: www.familiazam.com
"Berapa banyak orang yang mendirikan solat, tetapi yang di perolehi hanya penat dan letih, kerana mereka itu lalai dalam sembahyangnya. "

Hadis tersebut menggambarkan betapa banyak sembahyang yang didirikan oleh seseorang itu, tetapi malangnya ia tidak memperolehi pahala melalui sembahyang itu.
Copy/Paste Dari: www.familiazam.com
Firman Allah yang bermaksud :

"Maka kecelakaanlah bagi orang-orang solat, (iaitu) orang-orang yang lalai dari solatnya." [Surah al-Ma'un : ayat 4-5]

Nabi s.a.w bersabda lagi yang bermaksud :
Copy/Paste Dari: www.familiazam.com
"Tidak ada habuan bagi seseorang hamba dalam sembahyangnya kecuali sekadar mana yang ia ingat."

Hadis tersebut menjelaskan bahawa solat seseorang yang dalam keadaan lalai, sesungguhnya tidak mempunyai sebarang nilai kebaikan di sisi Allah SWT. Malah solatnya itu akan sekadar menjadi kayu pengukur, jika seseorang ingin tahu sekadar mana pahala yang di perolehi dan sebanyak mana pula yang kosong, maka selepas solat cubalah adakan muhasabah, sebanyak manakah masa yang dia berada dalam keadaan khusyuk, iaitu ingat segala perbuatan dan ucapan mereka dalam sembahyang itu, atau sebanyakmana pula yang lalai. Kalau banyak masa lalai maka setakat baki yang sedikit itu tidak payahlah untuk menunggu akhirat bagi melihat pahala
solat itu, sebaliknya didunia ini pun kita sudah boleh mengagak apa yang kita perolehi dari solat yang tidak khusyuk itu.
Copy/Paste Dari: www.familiazam.com
Sesungguhnya solat itu tidak sama dengan ibadah yang lain.Jika dibandingkan dengan ibadah puasa, memang dalam ibadah puasa tidak ada khusyuk, tetapi puasa yang memenuhi segala syarat akan kelihatan kesannya dari puasanya itu. Disebabkan menahan lapar dan dahaga bukan sahaja mereka akan kelihatan letih dan kurang bermaya, tetapi juga mereka kelihatan sebagai seorang yang tinggi pekertinya, senantiasa menjaga perkara yang boleh membatalkan puasa dan juga pahala puasa seperti menjaga lidahnya dari mengumpat dan mengeluarkan kata-kata yang tidak berfaedah.
Copy/Paste Dari: www.familiazam.com
Begitu juga zakat, walaupun ketika melakukan ibadah zakat itu tidak disertai dengan khusyuk namun maksud kepada penunaian zakat itu kelihatan juga. Menunaikan zakat dapat menghakis sifat bakhil seseorang. Orang-orang yang dikuasai oleh sifat bakhil tidak mungkin mampu menunaikan zakat.
Copy/Paste Dari: www.familiazam.com
Demikian juga dengan ibadah haji, walaupun ketika melakukan ibadah haji seseorang itu dalam keadaan lalai kerana ibadah haji melibatkan dua perkara iaitu tubuh badan dan harta benda. Sama ada menunaikan haji itu dalam keadaan lalai dan sebagainya, namun kesannya dari ibadah haji itu jelas ketara, kerana ia terpaksa membelanjakan wang beribu-ribu ringgit. Tubuh badan terasa letih dan wang ringgit habis.
Copy/Paste Dari: www.familiazam.com
Sebaliknya ibadah solat ini amat berbeza sekali dengan semua ibadah yang dinyatakan itu. Menurut Imam al-Ghazali bahawa solat itu merupakan "munajat" (berdialog dan berbisik) seorang hamba terhadap Tuhannya. Apabila solat itu sebagai munajat sudah tentu dilakukan dengan penuh kesedaran di samping khusyuk dan tawadhuk. Bagaimana mungkin seorang yang lalai boleh berbisik atau berdialog dengan Allah SWT.

Orang yang mengerjakan solat dalam keadaan lalai sama keadaannya orang yang mengigau ketika tidur, walaupun mungkin ia menyebut Allahu Akbar dan juga lain-lain kalimah yang memuji keagungan Allah SWT, seperti bertasbih mensucikan Allah, bertahmid memuji Allah namun semua itu tidak termasuk lansung dalam pengertian munajat kepada Allah kerana sebenarnya orang itu sedang mengigau. Sesungguhnya orang mengigau itu adalah orang yang bertutur di luar kesedaran.

Khusyuk menjadi syarat sama ada solat seseorang itu akan diterima oleh Allah SWT. Jika khusyuk tidak wujud dalam diri orang yang menunaikan solat, maka ruang kosong itu pasti terisi dengan sifat lalai. Orang yang lalai tidak akan merasai keagungan Allah SWT, sekalipun lidahnya mengucapkan kalimah-kalimah yang mengandungi segala puji-pujian terhadap Allah.
Copy/Paste Dari: www.familiazam.com
Segala puji-pujian yang ditujukan kepada Allah SWT bukan saja melalui ucapan lisan, tetapi juga dengan bahasa hati. Apabila hati lalai ia
akan menjadi hijab yang menghalang seseorang itu untuk menghampiri Alah, meskipun Allah SWT menyatakan bahawa ia lebih hampir daripada saraf dan urat seseorang.

Firman Allah Taala yang berbunyi:
Copy/Paste Dari: www.familiazam.com
"Ketahuilah dengan menyebut nama Allah itu dapat menenangkan hati." [Surah Ar-Ra'adu : ayat 28]

Dan ketahuilah, solat adalah ibadah utama yang akan dihisab terlebih dahulu di akhirat oleh Allah SWT, berbanding dengan amalan-amalan yang lain. Sekiranya solat seseorang itu dalam keadaan sempurna, maka barulah dihitung pula amalan yang lain.

بسم الله ، والحمد لله ، والصلاة والسلام على رسول الله ، وعلى آله وصحبه ومن والاه
(Dengan nama Allah, Segala puji bagi Allah, Selawat dan salam ke atas Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam, keluarga, sahabat dan para pengikut Baginda)

Khusyu‘ dalam sembahyang ialah menghadirkan hati kepada Allah di dalam sembahyang. Ia merupakan hakikat batin yang sebenar-benar bagi suatu sembahyang. Hakikat zahirnya pula ialah perbuatan anggota seperti berdiri, membaca, ruku‘, sujud dan sebagainya. Kedua-duanya
mestilah dilaksanakan dengan sempurna. Sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam:



الصَّلاَةُ مَثْنَى مَثْنَى تَشَهَّدُ فِي آُلِّ رَآْعَتَيْنِ وَتَخَشَّعُ وَتَضَرَّعُ
وَتَمَسْكَنُ......
(رواه الترمذي)
Maksudnya: “Sembahyang itu dua-dua rakaat, terdapat tasyahhud pada setiap dua rakaat, kekhusyu‘an hati, bersungguh-sungguh memohon dan merendah diri serta ketenangan hati……..”
(Hadis riwayat at-Tirmidzi)

Khusyu‘ dalam sembahyang itu merupakan antara kunci yang penting untuk memberi kesan yang baik secara efektif kepada orang yang mendirikannya. Allah Ta‘ala menggelar mereka
sebagai orang mukmin yang berjaya. Allah Ta‘ala berfirman:

Tafsirnya:
“Sesungguhnya berjayalah orang-orang yang beriman, iaitu mereka yang khusyu‘ dalam sembahyangnya.”
(Surah al-Mukminun, ayat 1-2)

Melihat kepada kepentingan khusyu‘ dalam sembahyang itu maka diutarakan di sini sebahagian tip atau panduan yang boleh digunapakai untuk memandu diri kita ke arah perlaksanaan ibadat
sembahyang yang khusyu‘.

Untuk mendapatkan khusyu‘ dalam sembahyang hendaklah sentiasa membuat persediaan awal yang rapi dari aspek fizikal dan rohani. Persediaan tersebut sebenarnya
bermula di luar
sembahyang, sebelum seorang itu mendirikan sembahyang.









1.6 Khusyu’ dalam solat
Sifat khusyu’ dituntut dalam semua bentuk ibadah dan ketaatan kepada Allah Ta’ala, akan tetapi dalam ibadah solat, sifat yang agung ini lebih terlihat wujud dan pengaruh positifnya.
Imam Ibnu Rajab al-Hambali berkata: “Sungguh Allah telah mensyariatkan bagi hamba-hamba-Nya berbagai macam ibadah yang akan tampak padanya kekhusyu’an (anggota) badan (seorang hamba) yang bersumber dari kekhusyu’an, ketundukan dan kerendahan diri dalam hatinya. Dan termasuk ibadah yang paling tampak padanya kekhusyu’an adalah ibadah solat. Allah Ta’ala memuji hamba-hamba-Nya yang khusyu’ dalam solat mereka dalam firman-Nya:
{قَدْ أَفْلَحَ الْمُؤْمِنُونَ، الَّذِينَ هُمْ فِي صَلاتِهِمْ خَاشِعُونَ}
Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman, (yaitu) orang-orang yang khusyu’ dalam solatnya” (QS al-Mu’minuun: 1-2)”17.
Syaikh Muhammad bin Shaleh al-‘Utsaimin berkata: “Para ulama menafsirkan (arti) khusyu’ dalam solat iaitu diamnya anggota badan yang disertai dengan ketenangan (dalam) hati. Maksudnya: menghadirkan/mengkonsentrasikan hati dalam solat dan menjadikan anggota badan tenang, maka tidak ada perbuatan sia-sia dan bermain-main (dalam solat) disertai hati yang hadir berkonsentrasi menghadap ke pada Allah Ta’ala. Tatkala hati (seorang hamba) menghadap kepada Allah Ta’ala yang maha mengetahui isi hati, maka pasti hamba tersebut akan (meraih) khusyu’ (dalam solatnya) dan memusatkan pikirannya kepada Zat yang dia sedang bermunajat kepada-Nya, yaitu Allah Ta’ala. Kalau demikian khusyu’ adalah sifat ruhani dalam diri manusia yang menimbulkan ketenangan dalam hati dan anggota badan”18.
Ciri inilah yang ada pada orang-orang yang sempurna keimanannya, para Shahabat Radhiallahu’anhum, sebagaimana dalam firman Allah Ta’ala:
{سِيمَاهُمْ فِي وُجُوهِهِمْ مِنْ أَثَرِ السُّجُودِ}
Tanda-tanda meraka tampak pada wajah mereka dari bekas sujud” (QS al-Fath: 29).
Imam Mujahid dan beberapa ulama ahli tafsir lainnya berkata tentang makna ayat ini: “Yaitu Khusyu’ (dalam solat) dan tawadhu’ (sikap merendahkan diri)”19.Lebih lanjut, imam Ibnu Katsir menjelaskan manfaat dan faidah besar dari solat yang khusyu’ dalam membawa seorang mukmin untuk merasakan kemanisan iman dan menjadikan solatnya sebagai qurratul ‘ain (penyejuk/penghibur hati) baginya. Beliau berkata20: “Khusyu’ dalam solat hanyalah akan diraih oleh orang yang hatinya tercurah sepenuhnya kepada solat (yang sedang dikerjakannya), dia hanya menyibukkan diri dan lebih mengutamakan solat tersebut dari hal-hal lainnya. Ketika itulah solat akan menjadi (sebab) kelapangan (jiwanya) dan kesejukan (hatinya), sebagamana sabda Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam dalam hadits riwayat imam Ahmad dan an-Nasa-i, dari Anas bin Malik Radhiallahu’anhu bahwa Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda: “Allah menjadikan qurratul ‘ain (penyejuk/penghibur hati) bagiku pada (waktu aku melaksanakan) solat”21.
Dalam hadits lain, Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda kepada Bilal Radhiallahu’anhu:“Wahai Bilal, senangkanlah (hati) kami dengan (melaksanakan) solat22.
1.7 Cara untuk meraih khusyu’
Dikarenakan sifat khusyu’ sumbernya dari dalam hati manusia, maka sifat ini hanya bisa diraih dengan taufik dan anugerah dari Allah Ta’ala. Oleh karena itu, cara utama untuk meraih sifat mulia ini dan sifat-sifat agung lainnya dalam agama adalah dengan banyak berdoa dan memohon kepada Allah Ta’ala.
Oleh karena itu, imam Mutharrif bin ‘Abdillah bin asy-Syikhkhiir berkata: “Aku mengingat-ingat apakah penghimpun segala kebaikan, karena kebaikan itu banyak; puasa, solat (dan lain-lain). Semua kebaikan itu ada di tangan Allah Ta’ala, maka jika kamu tidak mampu (memiliki) apa yang ada di tangan Allah Ta’ala kecuali dengan memohon kepada-Nya agar Dia memberikan semua itu kepadamu, maka berarti penghimpun (semua) kebaikan adalah berdoa (kepada Allah Ta’ala)”23.
Kemudian sifat khusyu’ akan diraih insya Allah dengan seorang hamba mengenal Allah Ta’ala dengan cara yang benar,melalui pemahaman terhadap nama-nama-Nya yang maha indah dan sifat-sifat-Nya yang maha sempurna. Inilah ilmu yang paling mulia dalam Islam dan merupakan jalan utama untuk meraih semua sifat dan kedudukan yang mulia di sisi Allah Ta’ala.
Imam Ibnul Qayyim berkata: “Orang yang paling sempurna dalam penghambaan diri (kepada Allah Ta’ala) adalah orang yang menghambakan diri (kepada-Nya) dengan (memahami kandungan) semua nama dan sifat-Nya yang (bisa) diketahui oleh manusia”24.
Imam Ibnu Rajab al-Hambali memaparkan hal ini dalam ucapan beliau:
“Asal (sifat) khusyu’ yang terdapat dalam hati tidak lain (bersumber) dari ma’rifatullah (mengenal Allah Ta’ala dengan memahami nama-nama-Nya yang maha indah dan sifat-sifat-Nya yang maha sempurna), mengenal keagungan-Nya, kemuliaan-Nya dan kesempurnaan-Nya. Sehingga barangsiapa yang lebih mengenal Allah maka dia akan lebih khusyu’ (kepada-Nya).
Sifat khusyu’ dalam hati manusia dalam hati manusia bertingkat-tingkat (kesempurnaannya) sesuai dengan bertingkat-tingkatnya pengetahuan (dalam) hati manusia terhadap Zat yang dia tunduk kepada-Nya (Allah Ta’ala) dan sesuai dengan bertingkat-tingkatnya penyaksian hati terhadap sifat-sifat yang menumbuhkan kekhusyu’an (kepada Allah Ta’ala).
Ada hamba yang (meraih) khusyu’ (kepada-Nya) karena penyaksiannya yang kuat terhadap kemahadekatan dan penglihatan-Nya (yang sempurna) terhadap apa yang tersembunyi dalam hati hamba-Nya, sehingga ini menimbulkan rasa malu kepada Allah Ta’ala dan selalu merasakan pengawasan-Nya dalam semua gerakan dan diamnya hamba tersebut.
Ada juga yang (meraih) khusyu’ karena penyaksiannya terhadap kemahasempurnaan dan kemahaindahan-Nya, sehingga ini menjadikannya tenggelam dalam kecintaan kepada-Nya serta kerinduan untuk bertemu dan memandang wajah-Nya.
(Demikian pula) ada yang meraih khusyu’ karena penyaksiannya terhadap kerasnya siksaan, pembalasan dan hukuman-Nya, sehingga ini membangkitkan rasa takutnya kepada Allah.
Maka Allah Ta’ala Dia-lah yang memperbaiki hati hamba-hamba-Nya yang tanduk dan remuk hatinya kepada-Nya. Allah Ta’ala maha dekat kepada hamba-Nya yang bermunajat kepada-Nya dalam solat dan menempelkan wajahnya ke tanah ketika sujud, sebagaimana Dia maha dekat kepada hamba-Nya yang berdoa, memohon dan meminta ampun kepada-Nya atas dosa-dosanya di waktu sahur. Dia maha mengabulkan doa hamba-Nya serta memenuhi permohonannya, dan tidak ada sebab untuk memberbaiki kekurangan seorang hamba yang lebih agung dari kedekatan dan pengabulan doa dari-Nya”25.
Pemaparan imam Ibnu Rajab di atas merupakan makna firman Allah Ta’ala:
{إِنَّمَا يَخْشَى اللَّهَ مِنْ عِبَادِهِ الْعُلَمَاءُ}
Sesungguhnya yang takut kepada Allah diantara hamba-hamba-Nya, hanyalah orang-orang yang berilmu (mengenal Allah Ta’ala)” (QS Faathir:28).
Imam Ibnu Katsir berkata: “Arti (ayat ini): Hanyalah orang-orang yang berilmu dan mengenal Allah yang memiliki rasa takut yang sebenarnya kepada Allah, karena semakin sempurna pemahaman dan penegetahuan (seorang hamba) terhadap Allah, Zat Yang Maha Mullia, Maha kuasa dan Maha Mengetahui, yang memiliki sifat-sifat yang maha sempurna dan nama-nama yang maha indah, maka ketakutan (hamba tersebut) kepada-Nya semakin besar pula”26.
Solat merupakan syariat Allah yang diturunkan kepada umat manusia. Ia digelar sebagai tiang agama. Sebagaimana sabda Nabi Muhammad s.a.w. : ( maksudnya ) Pangkal semua urusan adalah Islam, tiangnya ialah solat dan puncak tertingginya ialah jihad ( Riwayat Tarmizi )
Solat adalah ibadah yang amat penting dalam Islam, ia diletakkan sebagai Rukun Islam yang kedua, sebagaimana sabda Nabi Muhammad s.a.w. : ( maksudnya ) Islam itu dibina atas lima perkara, persaksian bahawa tiada Tuhan melainkan Allah dan Muhammad Rasullullah, menunaikan solat….. ( Riwayat Bukhari dan Muslim ).
Ia merupakan amalan pertama yang akan dihisab di akhirat : ( maksudnya ) Amalan yang mula-mula dihisab dari seorang hamba pada hari kiamat ialah solat, Jika solatnya baik, baiklah keseluruhannya. Tetapi jika solatnya buruk, buruk semua umatnya. ( Riwayat Tarmizi dan Abu Daud )
Solat merupakan ibadah yang sempurna dan mempunyai berbagai hikmah, baik dari sudut kerohanian, emosi dan fizikal. Antara yang disebut oleh Allah di dalam Al-quran ialah solat sebagai pembentuk akhlak yang baik. Firman Allah s.w.t. :
وَأَقِمِ ٱلصَّلَوٰةَ‌ۖ إِنَّ ٱلصَّلَوٰةَ تَنۡهَىٰ عَنِ ٱلۡفَحۡشَآءِ وَٱلۡمُنكَرِ‌ۗ
 Dan dirikanlah solat, sesungguhnya solat itu mencegah daripada perbuatan keji dan mungkar. “ ( Surah al-Ankabut, 29 : 45 )
Solat merupakan ibadah didikan Allah s.w.t. dalam membentuk akhlak seseorang muslim. Setiap orang Islam yang menghayati ibadah solat akan mempunyai keperibadian yang tinggi. Kerana didikan sempurna melalui solat oleh Allah s.w.t..
Tugasan yang saya lakukan ini adalah bertujuan mengenalpasti beberapa kaedah Allah s.w.t. mendidik akhlak manusia melalui solat bermula daripada syarat sahnya sehinggalah sesudah solat. Kerana sememangnya Nabi Muhammad s.a.w. itu telah diutuskan untuk menyempurnakan akhlak umat manusia. Sabda Nabi Muhammad s.a.w. ( maksudnya )
Sesungguhnya aku diutuskan untuk menyempurnakan akhlak ( Riwayat Ahmad )

 1.8 Khusyuk Adalah Buah Manis Dari Ilmu Yang Bermanfaat

Dalam sebuah hadits yang shahih, Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam pernah berdoa: “Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari ilmu yang tidak bermanfaat, dari hati yang tidak khusyu’, dari jiwa yang tidak pernah puas, dan dari doa yang tidak dikabulkan”10.Dalam hadits yang agung ini, Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam menggandengkan empat perkara yang tercela ini, sebagai isyarat bahwa ilmu yang tidak bermanfaat memiliki tanda-tanda buruk, yaitu hati yang tidak khusyu’, jiwa yang tidak pernah puas, dan doa yang tidak dikabulkan11nu’uudzu billahi min dzaalik.Imam Ibnu Rajab al-Hambali berkata: “Hadits ini menunjukkan bahwa ilmu yang tidak menimbulkan (sifat) khusyu’ dalam hati maka ini adalah ilmu yang tidak bermanfaat”12.Maka hadits ini merupakan argumentasi yang menunjukkan bahwa sifat khusyu’ adalah termasuk buah yang manis dan agung dari ilmu yang bermanfaat.Imam al-‘Ala-i berkata: “Ketika Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam (dalam hadits ini) menggandengkan antara memohon perlindungan (kepada Allah Ta’ala) dari ilmu yang tidak bermanfaat dan dari hati yang tidak khusyu’, (maka) ini mengisyaratkan bahwa ilmu yang bermanfaat adalah yang mewariskan sifat khusyu’ (dalam diri manusia)”13.Lebih lanjut, imam Ibnu Rajab menjelaskan keterikatan antara ilmu yang bermanfaat dan sifat khusyu’ dalam ucapan beliau: “Ilmu yang bermanfaat adalah ilmu yang merasuk dan menyentuh hati manusia, kemudian menumbuhkan dalam hati ma’rifatullah (mengenal Allah Ta’ala dengan nama-nama-Nya yang maha indah dan sifat-sifat-Nya yang maha sempurna) dan meyakini kemahabesaran-Nya, (demikian pula) rasa takut, pengagungan, pemuliaan dan cinta (kepada-Nya). Tatkala sifat-sifat ini telah menetap dalam hati (seorang hamba), maka hatinya akan khusyu’ lalu semua anggota badannyapun akan khusyu’ mengikuti kekhsyu’an hatinya”14.Inilah keutamaan khusyu’ yang merupakan buah utama ilmu yang bermanfaat, sekaligus merupakan ilmu yang pertama kali diangkat oleh Allah Ta’ala dari muka bumi ini15, sebagaimana dalam hadits riwayat Abu Darda’ Radhiallahu’anhu bahwa Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda: “Yang pertama kali diangkat (oleh Allah) dari umat ini adalah sifat khusyu’, sehingga (nantinya) kamu tidak akan melihat lagi seorang yang khusyu’ (dalam ibadahnya)16.
1.9  Kelebihan khusyuk dalam solat

Antara kelebihan khusyuk dalam solat adalah pahala yang didapati oleh seseorang yang melaksanakan solat itu dapat diukur sesuai dengan tingkat kekhusyukannya. Yang keduanya ialah seorang yang melaksanakan solat itu tidak akan mendapatkan pahala daripada solatnya kecuali sesuai dengan pemahamannya terhadap solat tersebut. Segala beban, dosa dan noda akan terlepas daripada seseorang yang melaksanakannya dengan penuh kekhusyukan sebagaimana yang telah disabdakan oleh Rasulullah SAW, “Sesungguhnya seorang hamba jika telah berdiri untuk melaksanakan solat, kemudian didatangkanlah dosa-dosanya secara keseluruhan, kemudian dosa-dosa itu diletakkan di atas kepalanya dan di atas kedua-dua bahunya, maka setiap dia rukuk dan sujud berjatuhlah dosa-dosa itu daripadanya”. (Diriwayatkan oleh Al-Baihaqi, di dalam As-Sunnan Al-Qubra, jilid 3, halaman 10. Dan disebutkan juga di dalam Shahihul Jami’). Kelebihan yang seterusnya adalah apabila seseorang itu khusyuk solat dia dapat merasakan ketenangan jiwa. Dengan demikian dia akan menemukan ghairah  hidup, kesenangan dan kegembiraan sehingga dia berangan-angan agar dia tidak keluar dari solatnya. (Muhammad Shaleh Al Munajjid : 2001)



1.10 Kesan solat yang khusyuk

Di sebalik hujan ada kecantikan pelangi. Begitu juga setiap perkara yang berlaku ada baik dan ada buruknya. Selepas kita mengetahui kelebihan-kelebihan khusyuk dalam solat, terdapat juga kesan solat yang khusyuk antaranya akidah kita akan terjaga. Bukti yang jelas dan berkaitan dengan perkara ini menunjukkan Imam Al-Ghazali ada menyatakan bahawa orang yang tidak khusyuk solatnya adalah dikira sia-sia kerana solat bertujuan selain daripada mengingati Allah SWT, solat juga berfungsi sebagai alat pencegah daripada melakukan perbuatan keji dan mungkar. Apabila kita lalai ketika menunaikan solat ia bererti orang tersebut tidak akan merasa gerun ketika melakukan perkara keji dan mungkar. Sebagai contohnya, apabila kita membaca ayat kelima dari Surah Al-Fatihah yang bermaksud,  “Engkaulah yang ku sembah dan Engkaulah tempat ku bermohon” 

Ayat di atas bermaksud mereka telah diberikan kesetiaan dan pengabdian hanya kepada Allah. Hal ini menyebabkan mereka tidak ada keinginan untuk melakukan perkara keji dan mungkar kerana apabila mereka melakukan perbuatan keji bererti mereka telah menjadi hamba nafsu. Hal ini bersangkut-paut dengan percanggahan perbuatan dan ucapannya yang mengaku bahawa dia hanya menyembah Allah SWT semata-mata. Jika kita menghayati dan memahami bacaan dan doa-doa yang memperlihatkan kebesaran Allah, cukuplah kesemua itu akan menghakis sikap-sikap negatif yang ada pada diri manusia. (Abu Hanifah Abdul Rahman : 1995)


1.11 Bahaya solat tanpa khusyuk

Maksud yang tersirat daripada perkataan bahaya solat tanpa khusyuk ialah orang-orang yang mengerjakan solat tetapi  solat mereka itu dalam keadaan lalai dan lupa. Antara erti kata lupa yang pertama ialah mereka yang lupa ketika mendirikan solat sehingga tidak sedar berapa rakaat solat yang dikerjakannya. Mereka juga lupa waktu masuk solat fardu ataupun mereka ingat akan waktu tetapi mereka menangguhkan solat. Mereka menangguhkan solat disebabkan urusan pekerjaan dan seumpamanya. Termasuk juga dalam erti kata lupa ialah mereka yang melupakan maksud sebenar solat yang diperintahkan oleh Allah SWT walaupun mereka mendirikan solat namun bukan daripada kesedaran akan maksud dan hikmah solat itu. Ibnu Jarir pula mengertikan perkataan lupa itu ialah mereka tidak bersungguh-sungguh mengerjakan solat dan ingatannya juga tidak fokus dalam solat dan mereka tidak menyegerakan untuk membulatkan ingatannya untuk Allah SWT. Selain itu, mereka yang melakukan solat di awal waktu itu merasa beruntung serta bersyukur kerana Allah telah mengizinkannya untuk mengerjakan solat di awal waktu dan jika mereka melambat-lambatkan solatnya sehingga di hujung waktu pun tidak merasa sesuatu yang merugikan juga merupakan salah satu maksud lalai dan lupa. Orang yang telah sampai ke peringkat yang tidak merasai perbezaan antara solat di awal waktu dan di hujung waktu maka mereka akan mendapat kedudukan yang selayaknya iaitu di dalam neraka. (Mohd Rizal Mohd Nor : 1993)


Rasulullah SAW bersabda yang maksudnya, “ Berapa banyak orang yang mendirikan solat tetapi yang diperolehnya hanya penat dan letih kerana mereka itu lalai dalam solatnya”. Hadis tersebut menggambarkan walaupun banyak solat yang kita dirikan tetapi kita tidak akan mendapat pahala solat tersebut. Hal ini kerana orang yang mengerjakan solat itu dalam keadaan lalai maka Allah SWT menjanjikan balasan api neraka kepadanya. Selain itu, sesetengah orang yang terlambat mengerjakan solat kerana tertidur. Jika kita tertidur apabila setelah masuknya waktu solat atau ketika waktu solat hampir tiba itu disifatkan sebagai kecuaian. Lebih baik jika seseorang itu mengerjakan solat itu terlebih dahulu sebelum tidur. Tidur yang dianggap sebagai ibadah hanyalah tidur yang dilakukan sebagai modal untuk berjaga malam kerana hendak melakukan solat malam seperti yang digalakkan oleh Islam.  (Abu Hanifah Abdul Rahman : 1995 dan Mohd Rizal Mohd Nor : 1993) 

1.12 Adakah sah solat yang dilakukan tanpa khusyuk?

Pada realitinya, memang tidak dinafikan lagi ramai orang yang menanyakan adakah solat yang dilaksanakan tanpa kekhusyukan itu dianggap sebagai solat atau tidak dianggap sebagai solat. Maka jawapannya adalah jika permasalahannya adalah dianggap sebagai solat atau sebaliknya dalam masalah pahalanya, solat yang dilakukan tanpa kekhusyukan itu tidak dianggap solat kecuali sesuai dengan pemahaman orang yang melakukan solat terhadap solat yang dilaksanakan dan sesuai dengan tingkat kekhusyukan kepada Allah. Ibnu Abbas pernah berkata, “ Tidakkah ada pahala daripada solat mu, kecuali sesuai dengan pemahaman mu terhadap solat yang dilakukan itu”. Di dalam Al-Musnad juga disebutkan dalam sebuah hadis marfu’ yang bermaksud, “ Sesungguhnya seorang hamba benar-benar melaksanakan sebuah solat, sedangkan dia tidak mendapatkan sebarang pahala daripada solat itu, kecuali separuhnya atau sepertiganya atau seperempatnya sampai kepada sepersepuluhnya. ”.  (Muhamad Shaleh Al Munajjid : 2001)

Orang yang melaksanakan solat dengan khusyuk ialah orang yang mendapat keberuntungan. Namun jika anggapan terhadap solat itu ditinjau dari sisi hukum dunia dan jatuhnya hukuman, maka dapatlah ditentukan seperti berikut iaitu jika solat yang dilakukan oleh seseorang itu lebih banyak kekhusyukan dibandingkan dengan kelalaian dan pemahamannya dibandingkan dengan ketidakfahaman terhadap solat yang dilakukan maka solatnya itu boleh dianggap sebagai solat. Sedangkan ibadah-ibadah sunat seperti berzikir dan berdoa yang dilakukan setelah melakukan solat itu merupakan penyempurna dan pelengkap daripada kekurangan-kekurangan yang terdapat pada solat yang dilaksanakan itu. (Muhammad Shaleh Al Munajjid: 2001)

Selain daripada itu, persoalan yang sering menjadi tanda tanya seperti adakah kita harus mengulangi solat apabila tiada kekhusyukan dan ketidakfahaman dalam solat yang didirikan ? Ibnu Hamid, seorang faqih aliran mazhab Al-Imam Ahmad menyatakan bahawa solat yang dilaksanakan tiada kekhusyukan dan ketidakfahamannya atau dengan kata lain, solat yang dilakukan oleh seseorang itu tidak wajib untuk mengulangi kembali solat yang telah dilaksanakannya. Mereka berlandaskan kepada hadis Rasulullah SAW bahawa Rasulullah hanya pernah memerintahkan kepada orang yang lalai di dalam solatnya untuk melakukan dua sujud, iaitu yang dikenali sebagai sujud sahwi. Rasulullah juga tidak pernah menyuruh untuk mengulangi kembali solat yang telah dilaksanakannya sebagaimana sabda, “Sesungguhnya syaitan yang datang kepada seseorang di antara kamu, kemudian dia akan berkata: “Sebutlah begini, sebutlah begitu (ingatlah masalah ini, ingatlah masalah itu). ‘Selama orang itu tidak mengingat (maka) dia terus mengganggu hingga tersesat, (lalu) tidak mengetahui berapa (rakaatkah) dia telah melaksanakan solatnya”. Namun hal ini tidak bererti bahawa solat yang dilaksanakan itu tidak ada pahalanya sama sekali tetapi dia akan mendapatkan pahala daripada solat yang dilaksanakannya itu sesuai dengan kehadiran hatinya di hadapan Allah dan disesuaikan dengan tingkat ketundukannya. (Muhammad Shaleh Al Munajjid : 2001)

Rasulullah SAW menamakan dua sujud itu dengan sebutan Al-Murghamataini yang bermaksud dua sujud yang dapat menundukkan tipu daya yang dilancarkan oleh syaitan. Para fuqaha’ itu juga berkata, “ Inilah rahsia daripada dua sujud sahwi itu yang merupakan penunduk terhadap tipu daya yang dilancarkan syaitan tentang seorang hamba, di mana dia selalu menjadi pengadang yang bersarang di antara seorang hamba dengan kehadiran hatinya di hadapan Allah SWT di dalam solat. Jika seseorang berkeinginan untuk mewajibkan pengulangan solat yang telah dilakukan maka dia akan mendapat manfaatnya hanya sahaja dengan sebuah catatan jiak solat yang kedua kalinya itu lebih baik in sha Allah akan ada manfaatnya. Namun jika dia salah lagi, tentu akibatnya harus ditanggung dan dia juga akan diberikan hukuman jika hal itu ditinggalkan serta hukumnya dikategorikan sebagai orang yang meninggalkan solat. Wallahu a’alam. (Muhammad Shaleh Al Munajjid : 2001)

1. 13     Rahmat Allah serta kaitannya dengan khusyuk dalam solat

Sekiranya seseorang yang sentiasa mengingat bahawa kehidupannya di dunia ini bergantung atas ihsan Allah, rezeki yang diterima dan dinikmatinya setiap ketika dan alam yang terbentang ini untuk keperluan hidupnya dengan udara yang tersedia malah bagi percuma matahari dan bulan yang menyinarkan cahaya silih berganti siang dan malam. Kesemua ini adalah anugerah Allah terhadap hamba-Nya maka ia akan memberikan natijah yang baik iaitu sentiasa khusyuk ketika melakukan solat. Hal ini menunjukkan betapa eratnya hubungan dan rahmat Allah terhadap makhluk ciptaan-Nya iaitu manusia. Di dalam kitab ‘Minhajul Abidin’ nikmat terbahagi kepada dua iaitu nikmat al-ijad dan nikmat al- Imdad. Nikmat al-ijad nikmat bahawa Allah SWT telah menjadikan kita. Apabila manusia diciptakan dan lahirlah kita untuk melihat dunia. Seterusnya, nikmat pertolongan, Allah SWT memelihara makhluk-Nya dan menyediakan segala keperluan jasad dengan segala infrastruktur yang diwujudkan di sekelilingnya. Sebagai contoh, daratan tempat tinggal dan lautan untuk belayar membawa barang dagangan serta rezeki yang terkandung di dasarnya. Nikmat yang paling utama adalah didatangkan para Rasul-Nya untuk membimbing manusia ke arah kesejahteraan hidup di dunia dan kebahagiaan hidup di alam yang kekal abadi iaitu di akhirat kelak. Jadi, segala kebuluran dan kesengsaraan yang berlaku itu adalah disebabkan oleh kegagalan atau kelemahan manusia itu sendiri dalam mentadbir bumi ini yang telah diamanahkan kepadanya. Kegagalan pengurusan menyebabkan rezeki yang Allah kurniakan itu tidak diagihkan dengan adil dan sempurna di antara satu sama lain sedangkan Allah telah menjanjikan setiap yang meneroka di muka bumi ini atas Allahlah tertanggung segala rezekinya.  (Mohd Rizal Mohd Nor : 1993)





PENUTUP
Solat merupakan perintah Allah SWT yang disampaikan kepada Rasulullah untuk umatnya. Solat merupakan asas kepada setiap umat Islam untuk menjalani kehidupan di dunia. Melalui solat, manusia dapat diingatkan bahawa betapa dahsyatnya azab Allah pada akhir zaman nanti ketika semua manusia di himpun di Padang Mahsyar untuk dipertanggungjawabkan segala amal dan perbuatan yang dilakukannya selama di dunia. Tempat bagi kekhusyukan adalah di hati nurani. Walau bagaimanapun, ia dapat memberikan kesan terhadap jasmani sebab anggota badan akan mengikuti hati nurani tersebut. Jika hati nurani kita telah rosak ia bermaksud hati kita tidak khusyuk dan ia berada dalam keadaan yang lalai. Hal ini disebabkan tipu daya syaitan dan menyebabkan kekhusyukan kita turut akan rosak. 

Setelah kita mengetahui tentang kebaikan dan keburukan mengenai kekhusyukan dalam solat, saya berharap agar sama-samalah kita memperbetulkan atau memperbaiki solat kita sebagai supaya ia lebih khusyuk. Hal ini sangat tidak merugikan malah kita sangat beruntung kerana hati kita tidak lalai ketika berhadapan dengan Allah. Apabila kita sudah mengetahui akan kebenaran atau kebaikan serta kelebihan khusyuk dalam solat, kita tidak wajar hanya akur dengan kesalahan yang selalu kita lakukan tetapi kita seharusnya mengorak langkah dengan mendorong hati kita ke arah kekhusyukan kerana sesiapa yang menjaga solatnya maka dia telah menjaga agamanya dan sesiapa yang mensia-siakan solatnya maka dia telah mensia-siakan agamanya. 

Secara tuntasnya, saya berharap kongsian saya di sini dapat memberi manfaat kepada pembaca dan juga diri saya sendiri. Bersama-samalah kita berusaha ke arah kebaikan dan seterusnya dapat membangunkan generasi yang cemerlang, gemilang dan terbilang pada masa akan datang dari segi akhlak mahupun jasmani serta rohani. 

Sememangnya solat merupakan agen utama pembentukan akhlak muslim. Tetapi, jika amalan itu masih tidak mampu menjadikan seseorang itu seorang muslim yang baik, maka yang salah dan tidak sempurna ialah individu tersebut. Sabda Nabi Muhammad s.a.w. :
 Sesiapa yang solatnya tidak menghalang seseorang itu daripada perkara keji dan mungkar, maka ia semakin jauh dari Allah “ ( Riwayat Abi Haitam dan At- Tabarani )

RUJUKAN

Muhamad Aiman Al-Zuhairi (2008). Rahsia mencapai khusyuk dalam solat. Johor Baru: Pustaka Azhar. 

Mustaffa Suhaimi (1999). Rahsia khusyu’ dalam sembahyang. Ulu Kelang, Selangor: Progressive Products Supply. 

Muhammad Shaleh Al Munajjid (2001). 33 Panduan mendapatkan khusyuk dalam solat, diterjemaholeh M. Amin Uthman. Kuala Lumpur: Pustaka Syuhada. 

Abu Hanifah Abdul Rahman (Ogos 1995). Khusyuk dalam solat. Kepala Batas, Pulau Pinang: Dewan Muslimat Sdn. Bhd. 

Mohd Rizal Mohd Nor (Jun 1993). Khusyuk dalam solat. Kuala Lumpur: Jabatan Penerangan PAS Pusat Kuala Lumpur. 


No comments:

Post a Comment