PENDAHULUAN
1.1 PENGERTIAN KHUSYUK
Khusyuk dalam solat ialah hadirnya di dalam hati perasaantakut, rendah diri serta
pengharapan kepada Allah disertai dengan pergerakan badan yang tenang dan tu’maninah dan
bacaan yang tertil.
Mukmin yang berjaya ialah yang khusyuk dalam solatnya. Allah
SWT berfirman:
(2) خٰشِعُونَ صَلَاتِهِمْ فِى هُمْ الَّذِينَ (1) الْمُؤْمِنُونَ أَفْلَحَ قَدْ
Sesungghnya berjayalah orang
– orang yang beriman, iaituorang – orang
yang khusyuk dalam solatnya. (
Surah Al-Mu’minun ayat 1-2)
Solat adalah benteng yang boleh menghalang diri seseorang darimelakukan dosan dan maksiat, sebagaimana firman Allah
SWT:
وَالْمُنكَرِ الْفَحْشَاء عَنِ تَنْهَى الصَّلَاةَ إِنَّ الصَّلَاةَ وَأَقِمِ الْكِتَابِ مِنَ إِلَيْكَ أُوحِيَ مَااتْل
(45) تَصْنَعُونَ مَا يَعْلَمُ وَاللَّهُ أَكْبَرُ اللَّهِ وَلَذِكْرُ
Bacalah serta ikutlah (wahai Muhammad) akan apa yang diwahyukan kepadamu dari Al-Quran dan dirikanlah solat(dengan tekun)
; sesungguhnya solat itu mencegah dariperbuatan yang keji dan mungkar ; dan sesungguhnyamengingati Allah adalah lebih besar (faedahnya dan kesannya)
; dan (ingatlah)
Allah mengetahui akan apa yang kamukerjakan. (Surah
Al- Ankabuut ayat 45)
Terdapat
pelbagai definisi bagi khusyuk antaranya pendapat daripada sesetengah ulama’
bahawa khusyuk adalah memejamkan mata (penglihatan) dan merendahkan suara.
Selain itu, pandangan daripada Ali Ibnu Abi Thalib mengenai khusyuk ialah tidak
berpaling ke kanan dan ke kiri di dalam solat. Amru Ibnu Dinar mengatakan
bahawa khusyuk adalah tenang dan bagus kelakuan dan Ibnu Sirin juga mengatakan
bahawa khusyuk ialah tidak mengangkat pandangan dari tempat sujud. Namun
demikian, Ibnu Jubair mengatakan bahawa khusyuk ialah tetap mengarahkan fikiran
kepada solat hingga tidak mengetahui orang di sebelah kanan dan di sebelah kiri
dan Atha juga berpendapat bahawa khusyuk ialah tidak mempermainkan tangan dan
tidak memegang-memegang badan dalam solat. Dengan mengumpulkan makna-makna
tersebut, maka pengertian khusyuk ialah “Amalan badan, seperti tenang, amalan
hati sama dengan takut”. Menurut pentahkikan khusyuk ini ialah amalan hati,
suatu keadaan (kelakuan) yang mempengaruhi jiwa dan akan lahir keberkesanannya
pada anggota, seperti tenang dan menundukkan diri. Nabi Muhammad bersabda
bahawa, ”Sekiranya khusyuk hati jiwa orang ini, tentulah khusyuk segala anggotanya”.
Tegasnya, khusyuk ialah tunduk dan tawaduk serta tenang hati dan semua anggota
kepada Allah. (Muhamad Aiman Al-Zuhairi : 2008)
1. 2 HUKUM KHUSYUK
Menurut
pendapat yang dapat dipertanggungjawabkan bahwa hukum khusyuk adalah wajib,
sebagaimana yang telah dikatakan oleh Syeikhul Islam Ibnu Taimiyyah semoga
Allah akan memberi rahmat kepadanya. Menurut Imam Al-Ghazali mengenai khusyuk
dalam solat amat penting kerana khusyuk itu adalah jiwa solat sehingga baginya
orang yang merasa solatnya tidak khusyuk wajib mengulanginya. Beliau membawa
tiga ayat Al Quran sebagai pegangannya iaitu kerjakanlah sembahyang untuk
mengingati Aku dalam Surah Taha ayat 14. Kedua, dan janganlah engkau termasuk
dalam golongan orang-orang yang alpa dalam Surah Al-A’raf ayat 205. Seterusnya,
dalam Surah An- Nisak ayat 43, dan janganlah kamu menghampiri sembahyang ketika
kamu mabuk hingga kamu mengetahui apa yang kamu lafazkan. (Mustafa Suhaimi :
1999)
Dalam
Surah Al-Mu’minuun ayat satu hingga dua menerangkan “Sesungguhnya beruntunglah
orang-orang yang beriman (iaitu) orang-orang yang khusyuk solatnya” serta ayat
10 hingga 11 yang bermaksud “Mereka itulah orang-orang yang akan mewarisi
(yakni) yang akan mewarisi Syurga Firdaus. Mereka itu kekal di dalamnya”.
Terdapat hadis (Majmu’ Ul Fatawa, jilid 22, halaman 553-558) yang menunjukkan
kewajipan khusyuk di dalam solat ini adalah bahawa Rasulullah SAW pernah
mengancam orang yang meninggalkan kekhusyukan di dalam solat. Beliau
mengumpamakan orang yang tidak khusyuk tersebut seperti orang yang mengangkat
pandangannya ke langit tersebut bercanggah dengan keadaan khusyuk. (Muhammad
Salleh Al Munajjid : 2001)
Khusyu’
dalam ibadah kedudukannya seperti ruh/jiwa dalam tubuh manusia1, sehingga ibadah yang dilakukan tanpa
khusyu’ adalah ibarat tubuh tanpa jasad alias mati.
Oleh kerana
itu, Allah Ta’ala memuji para Nabi dan Rasul Shallallahu’alaihi
Wasallam dengan sifat mulia ini, yang mereka adalah hamba-hamba-Nya
yang memiliki keimanan yang sempurna dan selalu bersegera dalam kebaikan.
Allah Ta’ala berfirman:
{إِنَّهُمْ كَانُوا يُسَارِعُونَ فِي الْخَيْرَاتِ
وَيَدْعُونَنَا رَغَبًا وَرَهَبًا وَكَانُوا لَنَا خَاشِعِينَ}
“Sesungguhnya
mereka adalah orang-orang yang selalu bersegera dalam (mengerjakan)
perbuatan-perbuatan yang baik dan mereka (selalu) berdoa kepada Kami dengan
berharap dan takut. Dan mereka adalah orang-orang yang khusyu’ (dalam
beribadah)” (QS al-Anbiyaa’: 90).
Dalam
ayat lain, Allah Ta’ala memuji hamba-hamba-Nya yang shaleh
dengan sifat-sifat mulia yang ada pada mereka, di antaranya sifat khusyu’:
{إِنَّ الْمُسْلِمِينَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِينَ
وَالْمُؤْمِنَاتِ وَالْقَانِتِينَ وَالْقَانِتَاتِ وَالصَّادِقِينَ
وَالصَّادِقَاتِ وَالصَّابِرِينَ وَالصَّابِرَاتِ وَالْخَاشِعِينَ وَالْخَاشِعَاتِ
وَالْمُتَصَدِّقِينَ وَالْمُتَصَدِّقَاتِ وَالصَّائِمِينَ وَالصَّائِمَاتِ
وَالْحَافِظِينَ فُرُوجَهُمْ وَالْحَافِظَاتِ وَالذَّاكِرِينَ اللَّهَ كَثِيرًا
وَالذَّاكِرَاتِ أَعَدَّ اللَّهُ لَهُمْ مَغْفِرَةً وَأَجْرًا عَظِيمًا}
“Sesungguhnya
laki-laki dan perempuan yang muslim, laki-laki dan perempuan yang mu’min, laki-laki
dan perempuan yang tetap dalam keta’atannya, laki-laki dan perempuan yang
benar, laki-laki dan perempuan yang sabar, laki-laki dan perempuan yang
khusyu’, laki-laki dan perempuan yang bersedekah, laki-laki dan perempuan yang
berpuasa, laki-laki dan perempuan yang memelihara kehormatannya, laki-laki dan
perempuan yang banyak menyebut (nama) Allah, Allah telah menyediakan untuk
mereka ampunan dan pahala yang besar” (QS al-Ahzaab: 35).
Bahkan
Allah Ta’ala menjadikan sifat agung ini termasuk ciri utama
orang-orang yang sempurna imannya dan sebab keberuntungan mereka2, dalam firman-Nya:
{قَدْ أَفْلَحَ الْمُؤْمِنُونَ، الَّذِينَ هُمْ فِي صَلاتِهِمْ
خَاشِعُونَ}
“Sesungguhnya
beruntunglah orang-orang yang beriman, (yaitu) orang-orang yang khusyu’ dalam solatnya”
(QS al-Mu’minuun: 1-2)”.
Oleh
karena itu, Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam memohon
kepada Allah Ta’ala sifat mulia ini dalam doa beliau Shallallahu’alaihi
Wasallam: “Ya Allah, hidupkanlah aku sebagai orang miskin, matikanlah aku
sebagai orang miskin, kumpulkanlah aku di dalam golongan orang-orang miskin
pada hari kiamat”3.
Arti
“orang miskin” dalam hadits ini adalah orang yang selalu merendahkan diri,
tunduk dan khusyu’ kepada Allah Ta’ala4.
Secara
bahasa khusyu’ berarti as-sukuun (diam/tenang)
dan at-tadzallul (merendahkan diri). Sifat mulia ini bersumber
dari dalam hati yang kemudian pengaruhnya terpancar pada anggota badan manusia.
Imam Ibnu
Rajab berkata: “Asal (sifat) khusyu’ adalah kelembutan, ketenangan, ketundukan,
dan kerendahan diri dalam hati manusia (kepada Allah Ta’ala).
Tatkala Hati manusia telah khusyu’ maka semua anggota badan akan ikut khusyu’,
karena anggota badan (selalu) mengikuti hati, sebagaimana sabda
Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam: “Ketahuilah, sesungguhnya
dalam tubuh manusia ada segumpal daging, jika segumpal daging itu baik maka
akan baik seluruh tubuh manusia, dan jika segumpal daging itu buruk maka akan
buruk seluruh tubuh manusia, ketahuilah bahwa segumpal daging itu adalah hati manusia”.
Maka jika
hati seseorang khusyu’, pendengaran, penglihatan, kepala, wajah dan semua
anggota badannya ikut khusyu’, (bahkan) semua yang bersumber dari anggota
badannya”5.
Imam
Ibnul Qayyim berkata: “Para ulama sepakat (mengatakan) bahwa khusyu’ tempatnya
dalam hati dan buahnya (tandanya terlihat) pada anggota badan”6.
Syaikh
‘Abdur Rahman as-Sa’di berkata: “Khusyu’ dalam solat adalah hadirnya hati
(seorang hamba) di hadapan Allah Ta’ala dengan merasakan
kedekatan-Nya, sehingga hatinya merasa tentram dan jiwanya merasa tenang,
(sehingga) semua gerakan (angota badannya) menjadi tenang, tidak berpaling
(kepada urusan lain), dan bersikap santun di hadapan Allah, dengan menghayati
semua ucapan dan perbuatan yang dilakukannya dalam solat, dari awal sampai
akhir. Maka dengan ini akan sirna bisikan-bisikan (Setan) dan pikiran-pikiran
yang buruk. Inilah ruh dan tujuan solat”7.
Inilah
makna ucapan salah seorang ulama salaf ketika beliau melihat seorang laki-laki
yang bermain-main dalam solatnya: “Seandainya hati orang ini khusyu’ maka akan
khusyu’ semua anggota tubuhnya”8.
Lebih
lanjut, imam al-Bagawi memaparkan makna ini dalam ucapan beliau: “Para ulama
berbeda (pendapat) dalam makna khusyu’, Ibnu ‘Abbas Radhiallahu’anhu berkata:
“(Orang-orang yang khusyu’ adalah) mereka yang selalu tunduk dan merendahkan
diri (kepada Allah Ta’ala). al-Hasan (al-Bashri) dan Qatadah
berkata: “(Mereka adalah) orang-orang yang selalu takut (kepada-Nya)”. Muqatil
berkata: “(Mereka adalah) orang-orang yang merendahkan diri (kepada-Nya)”.
Mujahid berkata: “Khusyu’ adalah menundukkan pandangan dan merendahkan suara”.
Khusyu’ (artinya) mirip dengan khudhu’, cuma khudhu’ ada pada (anggota) badan,
sedangkan khusyu’ ada pada hati, badan, pandangan dan suara. Allah Ta’ala berfirman:
{وَخَشَعَتِ الأصْوَاتُ لِلرَّحْمَنِ}
“Dan
(pada hari kiamat) khusyu’lah (merendahlah) semua suara kepada Yang Maha
Pemurah” (QS Thaahaa: 108)”9.
Takrif
Solat merupakan perkataan Bahasa Arab yang bermaksud sembahyang.
Dari sudut Bahasa Arab bermaksud doa, dalam Al-Quran, perkataan As-Solah juga disebut dengan nama ini
sepertimana Firman Allah s.w.t. :
وَٱسۡتَعِينُواْ بِٱلصَّبۡرِ وَٱلصَّلَوٰةِۚ
“ Dan mintalah pertolongan tuhanmu
dengan cara sabar dan doa ( as-solah )”
( Surah Al-Baqarah, 2 :45 )
Menurut istilah ialah suatu ibadah
kerana Allah yang dimulai dengan takbiratul ihram dan disertai perbuatan dan
perkataan tertentu dan diakhiri dengan salam.
Dr Shalih bin Ghanim bin Abdillah
As-Sadlani mentakrifkan solat sebagai :
“ Makna
solat dari Allah ialah Rahmat, sedangkan makna solat beerti rukun-rukun yang
dikhususkan dan zikir-zikir yang telah dimaklumi dengan syarat-syarat yang
dibatasi dengan waktu tertentu atau perkara yang diawali dengan takbiratul
ihram dan diakhiri dengan salam. “ (
Shalat Jama’ah : Panduan, Hukum, Hikmah, Sunnah, dan Peringatan Penting Tentang
Pelaksanaan Shalat Jamaah )
Akhlak ialah perkataan Arab yang berasal dari kata khuluq yang bermaksud tabiat, kelakuan atau
tingkah laku (al-tabi`ah), perangai (al-sajiyah),
maruah (al-Muru’ah),
kelaziman atau kebiasaan (al-`adah). Perkataan
(al-khulq)
ini di dalam Al-Quran:
وَإِنَّكَ لَعَلَىٰ خُلُقٍ عَظِيمٍ۬
Dan bahawa sesungguhnya engkau (Muhammad) mempunyai akhlak yang
amat mulia. (Al-Qalam:4)
Takrif akhlak menurut Imam Ghazali
dalam Ihya Ulumuddin ialah :
suatu keadaan yang tertanam di dalam jiwa yang
menampilkan perbuatan-perbuatan dengan senang tanpa memerlukan pemikiran dan
penelitian. Apabila perbuatan yang terkeluar itu baik dan terpuji menurut
syara dan aqal, perbuatan itu dinamakan akhlak yang mulia. Sebaliknya
apabila terkeluar perbuatan yang buruk, ia dinamakan akhlak yang
buruk.
1.3 CARA KHUSYUK DALAM SOLAT
1.3.1 Solat
Mendidik Aqidah Muslim
Solat sangat menekankan akidah, solat perlu dilakukan semata-mata
kerana Allah, barulah diterima olehNya. Ianya merupakan lambang pengabdian kita
kepada Allah s.w.t.. Ketika solat, kita disunatkan membaca doa iftitah, dalam
doa iftitah kita sering mengucapkan bahawa solat kita adalah kerana Allah
s.w.t.. Sebagaimana Firman Allah :
قُلۡ إِنَّ صَلَاتِى وَنُسُكِى وَمَحۡيَاىَ وَمَمَاتِى لِلَّهِ رَبِّ
ٱلۡعَـٰلَمِينَ (١٦٢) لَا شَرِيكَ لَهُ ۥۖ وَبِذَٲلِكَ أُمِرۡتُ وَأَنَا۟ أَوَّل ٱلۡمُسۡلِمِينَ (١٦٣) ُ
“ Katakanlah,
sesungguhnya solatku, ibadahku, hidup dan matiku kerana Allah tuhan sekalian
alam, Tiada sesuatu melainkannya dan dengan itulah aku diperintahkan dan aku
termasuk orang-orang terawal Islam ( berserah diri )“ ( Surah
al-Anam, 6 : 162 – 163 )
Didikkan akidah merupakan asas
terpenting dalam membina akhlak manusia. Seorang yang bersolat dengan penuh
keyakinan bahawa dia sedang berhadapan dengan Allah s.w.t. akan membawa sifat
itu dalam kehidupan, iaitu menyedari bahawa setiap saat Allat memerhatikannya.
Oleh itu mereka mempunyai kekuatan yang tersendiri untuk menjaga akhlak mereka
daripada melakukan perkara yang dimurkai Allah.
Manusia yang sentiasa mengingati
Allah inilah yang dikatakan sebagai orang yang berakhlak paling mulia,
mengingati Allah dalam setiap tindak-tanduk sebagaimana Firman Allah s.w.t. :
ٱلَّذِينَ يَذۡكُرُونَ ٱللَّهَ قِيَـٰمً۬ا وَقُعُودً۬ا وَعَلَىٰ
جُنُوبِهِمۡ وَيَتَفَڪَّرُونَ فِى خَلۡقِ ٱلسَّمَـٰوَٲتِ وَٱلۡأَرۡضِ رَبَّنَا مَا
خَلَقۡت هَـٰذَا بَـٰطِلاً۬ سُبۡحَـٰنَكَ فَقِنَا عَذَابَ ٱلنَّارِ (١٩١)َ
“ Orang-orang
yang mengingati Allah ketika berdiri, duduk dan berbaringnya dan memikirkan
kejadian langit dan bumi, ( lalu berkata ), Wahai Tuhan kami, sesungguhnya
engkau jadikan ini sia-sia, Maha Suci Allah, jauhkan kami dari azab api neraka
“
( Surah Ali Imran, 3 : 191 )
Dalam sebuah hadis, diriwayatkan :
“Seorang penzina tidak akan berzina ketika
dirinya beriman, seorang peminum arak tidak akan meminumnya padahal dia
beriman, seorang perompak yang hanya akan membuatkan mangsanya melihat sahaja
perbuatannya tidak akan melakukannya ketiaka dirinya ada iman”
1.3.2.
Membuang Sifat Mazmumah
Setiap gerakan solat mempunyai
falsafahnya yang tersendiri, kerana pergerakan dan kaifiyat itu adalah
susunanNya untuk kekasihNya Nabi Muhammad s.a.w. dan seluruh umat
manusia.Ketika rukuk dan sujud, perlulah digambarkan dalam hati bahawa Zat
Allah adalah Zat Yang Maha Sempurna. Ketika sujud, sayugialah menyedari betapa
Agung Allah s.w.t. dan kerdilnya diri, Kayanya Allah dan fakirnya hamba,
Alimnya Allah dan jahilnya hamba, Gagah Perkasanya Allah dan lemahnya kita.
Apabila memasukkan kedalam hati sifat kesempurnaan Allah, maka dengan
sendirinya tubuh seseorang itu akan membongkok menghinakan diri.
Jika mahu dibandingkan dari sudut
kebijaksanaan dengan Allah :
لِّلَّهِ مَا فِى ٱلسَّمَـٰوَٲتِ وَمَا فِى ٱلۡأَرۡضِۗ وَإِن
تُبۡدُواْ مَا فِىٓ أَنفُسِڪُمۡ أَوۡ تُخۡفُوهُ يُحَاسِبۡكُم بِهِ ٱللَّهُۖ
فَيَغۡفِرُ لِمَن يَشَآء وَيُعَذِّبُ مَن يَشَآءُۗ وَٱللَّهُ عَلَىٰ ڪُلِّ
شَىۡءٍ۬ قَدِيرٌ (٢٨٤)ُ
“ Kepunyaan
Allah segala yang ada dilangit dan di bumi, dan jika kamu melahirkan atau
menyembunyikan semuanya dalam perhintungan Allah. Allah mengampunkan orang yang
dikehendaki dan mengazab orang yang dikehendaki “ ( Surah
Al-Baqarah, 2 : 284 )
Sifat perhambaan ini akan
melahirkan individu yang bersih hati dan ikhlas amalnya. Individu yang solat
dengan penuh penghayatan akan menyedari walau siapapun mereka, mereka adalah
hamba Allah yang hina dihadapannya. Tiada siapa yang mengetahui siapa lebih
mulia daripada siapa dalam kalangan muslim, kerana tiada nilaian harta,
pangkat, keturunan dan keilmuan di hadapan Allah selain daripada taqwa. Firman
Allah s.w.t. :
إِنَّ أَڪۡرَمَكُمۡ عِندَ ٱللَّهِ أَتۡقَٮٰكُمۡۚ
“ Sesungguhnya
orang paling mulia disisi Allah adalah orang paling bertaqwa ”
( Surah al-Hujurat, 49 :13 )
Apabila seseorang individu itu
menyedari betapa hinanya diri disisi Ilahi, maka dalam hatinya akan terbuang
dengan sendirinya sifat takabbur yang membesarkan diri, kerana dia menyedari
bahawa semua kelebihannya adalah daripada Allah. Begitu juga dengan sifat riak
atau menunjuk-nunjuk kerana semua amalan hanyalah kerana Allah, membuang
sifat ujub atau merasa diri hebat, bijak dan berkemampuan kerana menyedari
semuanya pemberian Allah. Begitu juga sifat-sifat mazmumah lain. Dengan itu
akan masuklah kedalam hati sifah al-khayr, ihsan, taqwa, amanah, benar dan
sabar serta sifat-sifat mahmudah.
1.3.3.
Mendidik Muslim Menjaga Masa
Masa adalah suatu ciptaan Allah yang sangat penting bagi umat
manusia. Hinggakan Allah s.w.t. sendiri bersumpah dengan masa. Firman Allah
s.w.t.:
وَٱلۡعَصۡرِ
Maksudnya : Demi
masa
( Surah Al-Asr, 103 : 1 )
Dalam peribahasa Melayu, wujud
peribahasa ‘Masa itu emas’, dalam Bahasa Arab pula masa diibaratkan sebagai
pedang. Ini menunjukkan kepentingan masa. Ia tidak dianggap sebagai sesuatu
yang remeh kerana masa yang berlalu tidak akan kembali lagi.
Solat adalah suatu ibadah yang
ditetapkan pada waktunya. Sebagaimana firman Allah s.w.t. yang bermaksud :
فَأَقِيمُواْ ٱلصَّلَوٰةَۚ إِنَّ ٱلصَّلَوٰةَ كَانَتۡ عَلَى
ٱلۡمُؤۡمِنِينَ كِتَـٰبً۬ا مَّوۡقُوتً۬ا
‘Maka dirikanlah solat, sesungguhnya solat itu
difardhukan kepada orang-orang beriman mengikut ketetapan waktunya’
( Surah An-Nisa, 4:103)
Sebelum mensyariatkan solat kepada
manusia, Allah s.w.t. telah menetapkan waktu-waktu tertentu bagi muslimin
melakukan solat. Solat Zuhur contohnya bermula apabila gelincirnya matahari ke
sebelah barat, dan ianya tamat apabila bayang-bayang sesuatu objek dibawah
sinaran matahari lebih panjang dari ukuran asalnya. Ini bermakna ibadah solat
perlulah dilakukan dalam waktu tersebut, bukan lebih awal atau lebih lewat
daripada waktu yang ditetapkan. Begitu juga solat fardhu yang lain, semuanya
ada had masanya.
Begitulah Allah s.w.t. membentuk
akhlak menjaga waktu melalui ibadah solat. Seseorang Muslim perlu menepati masa
dalam kehidupannya. Baik dalam melaksanakan tugas, menunaikan amanah,
tanggungjawab sesama manusia dan sebagainya, ia perlulah dilakukan dalam
konteks masa yang telah ditetapkan.
Falsafah yang dibawa oleh Allah
s.w.t. melalui ibadah solat tentang masa ialah sesuatu tugasan perlu disiapkan
pada masanya, biarpun apa halangannya, selagi ianya bukan halangan yang
dibenarkan oleh syara’, maka ianya perlu disiapkan biarpun sebesar mana
sekalipun urusan lain kita.
1.3.4.
Mendidik Sifat Sabar
Allah s.w.t. juga mendidik muslimin
untuk bersifat sabar melalui solat. Solat merupakan ibaadah yang wajib
dilakukan oleh Muslimin yang tiada uzur syar’i pada waktunya. Keadaan manusia
yang bermacam-macam seperti susah untuk bangun pagi, sibuk dengan urusan,
keletihan dalam urusan dan sebagainya merupakan cabaran yang besar untuk
melakukan ibadah solat. Justeru, hanya mereka yang mempunyai kesabaran yang
tinggi sahaja mampu melaksanakannya. Sebagaimana Firman Allah s.w.t.:
يَـٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ ٱسۡتَعِينُواْ بِٱلصَّبۡرِ
وَٱلصَّلَوٰةِۚ إِنَّ ٱللَّهَ مَعَ ٱلصَّـٰبِرِينَ
“Wahai orang-orang yang beriman, mintalah
pertolongan dengan cara solat dan sabar, sesungguhnya Allah beserta orang-orang
yang sabar” ( Surah Al-Baqarah, 2 : 153 )
Dan juga Firman Allah s.w.t. :
وَٱسۡتَعِينُواْ بِٱلصَّبۡرِ وَٱلصَّلَوٰةِۚ وَإِنَّہَا لَكَبِيرَةٌ
إِلَّا عَلَى ٱلۡخَـٰشِعِينَ
“ Dan
mintalah pertolongan Allah dengan solat dan sabar, sesungguhnya solat itu
sangat berat kecuali bagi orang-orang yang khusyuk. “ ( Surah
Al-Baqarah, 2 : 53 )
Dalam solat juga perlu ada
kesabaran, dalam masa lima hingga lapan minit kebiasaannya kita mengerjakan
solat, pelbagai cobaan dan gangguan samada zahir dan batin hadir. Justeru,
seseorang Muslim itu perlulah sabar untuk menolak semua cobaan dan ganguan
tersebut.
Sabar sangat perlu dalam kehidupan
manusia, kerana dengan sifat sabarlah seseorang muslim mempunyai sesuatu asbab
bagi kekuatan untuk melakukan ibadah dan meninggalkan amalan yang dimurkai
Allah s.w.t.. Sifat sabar melahirkan individu yang istiqamah, gigih, teliti dan
berhati-hati dalam kehidupan.
Sifat sabar dalam melaksanakan
solat perlulah diaplikasikan di luar solat, kerana dalam menghadapi kehidupan
manusia berdepan dengan pelbagai cabaran yang menggugat iman seperti kesibukan,
tekanan, musibah, nikmat dan godaan, maka kesabaran yang dididik oleh Allah
s.w.t. adalah memainkan peranan utama bagi menjaga iman dan diri pengamalnya
Jika kita sanggup bersabar untuk mengerjakan solat, kerana ia merupakan
kewajipan dari Allah s.w.t., maka adakah kita tidak sanggup bersabar daripada
melakukan maksiat kepada Allah s.w.t..
1.3.5.
Mendidik Muslim Menjaga Kehormatan
Antara syarat sah solat ialah
pelakunya diwajibkan menutup aurat. Aurat bagi lelaki dalam solat menurut
jumhur ulama ialah antara pusat hingga lutut. Manakala bagi perempuan pula
ialah seluruh badan kecuali muka dan tapak tangan. Ia merupakan satu cara Allah
mendidik kita supaya menjaga kehormatan diri samada dari sudut berpakaian dan
perlakuan. Ini melambangkan orang muslim adalah manusia yang bermaruah.
Sebagaimana dalam solat, begitu
jugalah seseorang muslim wajib menutup aurat daripada pandangan golongan bukan
mahram. Sebagaimana Firman Allah s.w.t. :
وَقُل لِّلۡمُؤۡمِنَـٰتِ يَغۡضُضۡنَ مِنۡ أَبۡصَـٰرِهِنَّ
وَيَحۡفَظۡنَ فُرُوجَهُنَّ وَلَا يُبۡدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا مَا ظَهَرَ
مِنۡهَاۖ وَلۡيَضۡرِبۡنَبِخُمُرِهِنَّ عَلَىٰ جُيُوبِہِنَّۖ وَلَا يُبۡدِينَ
زِينَتَهُنَّ إِلَّا لِبُعُولَتِهِنَّ أَوۡ ءَابَآٮِٕهِنَّ أَوۡ ءَابَآءِ
بُعُولَتِهِنَّ أَوۡ أَبۡنَآٮِٕهِنَّ أَوۡ أَبۡنَآءبُعُولَتِهِنَّ أَوۡ
إِخۡوَٲنِهِنَّ أَوۡ بَنِىٓ إِخۡوَٲنِهِنَّ أَوۡ بَنِىٓ أَخَوَٲتِهِنَّ أَوۡ
نِسَآٮِٕهِنَّ أَوۡ مَا مَلَكَتۡ أَيۡمَـٰنُهُنَّ أَوِ ٱلتَّـٰبِعِينَ غَيۡرِ
أُوْلِىٱلۡإِرۡبَةِ مِنَ ٱلرِّجَالِ أَوِ ٱلطِّفۡلِ ٱلَّذِينَ لَمۡ يَظۡهَرُواْ
عَلَىٰ عَوۡرَٲتِ ٱلنِّسَآءِۖ وَلَا يَضۡرِبۡنَ بِأَرۡجُلِهِنَّ لِيُعۡلَمَ مَا
يُخۡفِينَ مِنزِينَتِهِنَّۚ وَتُوبُوٓاْ إِلَى ٱللَّهِ جَمِيعًا أَيُّهَ
ٱلۡمُؤۡمِنُونَ لَعَلَّكُمۡ تُفۡلِحُونَ ِ
Dan katakanlah kepada perempuan-perempuan yang beriman supaya
menyekat pandangan mereka (daripada memandang yang haram) dan memelihara
kehormatan mereka dan janganlah mereka memperlihatkan perhiasan tubuh mereka
kecuali yang zahir daripadanya; dan hendaklah mereka menutup belahan leher
bajunya dengan tudung kepala mereka; dan janganlah mereka memperlihatkan
perhiasan tubuh mereka melainkan kepada suami mereka atau bapa mereka atau bapa
mertua mereka atau anak-anak mereka, atau anak-anak tiri mereka atau saudara-saudara
mereka atau anak bagi saudara-saudara mereka yang lelaki atau anak bagi
saudara-saudara mereka yang perempuan, atau perempuan-perempuan Islam atau
hamba-hamba mereka atau orang gaji dari orang-orang lelaki yang telah tua dan
tidak berkeinginan kepada perempuan atau kanak-kanak yang belum mengerti lagi
tentang aurat perempuan dan janganlah mereka menghentakkan kaki untuk diketahui
orang akan apa yang tersembunyi dari perhiasan mereka dan bertaubatlah kamu
sekalian kepada Allah, wahai orang-orang yang beriman, supaya kamu berjaya. ( Surah An-Nuur, 24 : 31 )
Seorang muslim perlu memelihara
aurat dan kehormatannya sebagai mematuhi perintah Allah s.w.t. supaya mereka
tidak mudah diganggu dan supaya menunjukkan akhlak yang baik dan sopan-santun
dengan bukan mahram tidak pernah memisahkan cara berpakaian yang diwajibkan
dalam solat, itulah juga cara berpakaian muslimin dan muslimat yang diwajibkan
ketika berhadapan dengan bukan mahram. Cuma sesetengah muslim yang hanya
sempurna menutup aurat ketika bersolat tetapi kemudian membuangnya adalah
kerana tidak mengikut nilai akhlak yang diamalkan.
Perintah menutup aurat oleh Allah
s.w.t. ini tidak lain hanyalah bagi menjaga kehormatan dan mengelakkan gangguan
sebagaimana firman Allah s.w.t. :
يَـٰٓأَيُّہَا ٱلنَّبِىُّ قُل لِّأَزۡوَٲجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَآءِ
ٱلۡمُؤۡمِنِينَ يُدۡنِينَ عَلَيۡہِنَّ مِن جَلَـٰبِيبِهِنَّۚ ذَٲلِكَ أَدۡنَىٰٓ
أَن يُعۡرَفۡنَ فَلَايُؤۡذَيۡنَۗ وَكَانَ ٱللَّهُ غَفُورً۬ا رَّحِيمً۬ا
“ Wahai
Nabi, perintahkanlah isteri-isterimu dan anak-anak perempuan kamudandan
perempuan-perempuan yang beriman supaya melabuhkan pakaian mereka menutupi
seluruh tubuh mereka ( kecuali muka dan tapak tangan ), cara sedemikian adalah
lebih sesuai untuk mereka dikenal dan maka dengan itu mereka tidak akan
diganggu. Dan ingatlah Allah Maha Pengampun dan Maha Penyayang. ( Surah
Al-Ahzab, 33 :59 )
Selain didikan menutup aurat, Allah
juga mengajar kita melalui solat tentang penjagaan maruah dan kemaluan. Salah
satu ciri manusia yang berjaya dan dituntut Islam ialah memelihar maruah dan
kemaluan. Firman Allah s.w.t. :
قَدۡ أَفۡلَحَ ٱلۡمُؤۡمِنُونَ (١) ٱلَّذِينَ هُمۡ فِى صَلَاتِہِمۡ خَـٰشِعُون (٢)
وَٱلَّذِينَ هُمۡ لِفُرُوجِهِمۡ حَـٰفِظُونَ (٥) إِلَّا عَلَىٰٓ أَزۡوَٲجِهِمۡ أَوۡ مَا مَلَكَتۡ أَيۡمَـٰنُہُمۡ فَإِنَّہُمۡ غَيۡرُ مَلُومِينَ (٦)َ
“ Sesungguhnya
berjayalah orang-orang beriman, mereka yang khusuk dalam solatnya,……. Dan
orang-orang yang menjaga kemaluannya, kecuali terhadap isteri dan hamba sahaya
mereka. (
Surah Al-Mukminun, 23 : 1-2 dan 5-6 )
Ini bermakna, Islam apabila
melarang sesuatu, ia merupakan hanya salah satu juzuk daripada banyak lagi yang
masih halal. Contohnya apabila mengharamkan zina bagi kemaluan muslim, Islam
menetapkan peraturan kahwin yang ternyata lebih efektif dan praktikal.
1.3.6.Mendidik
Muslim Mementingkan Kebersihan
Syarat sah solat lagi ialah bersih
pakaian, diri dan tempat solat daripada sebarang najis. Segala baik apabila
kita hendak mengerjakan solat, Firman Allah s.w.t. :
يَـٰبَنِىٓ ءَادَمَ خُذُواْ زِينَتَكُمۡ عِندَ كُلِّ مَسۡجِدٍ۬
“Wahai orang-orang beriman, pakaikanlah dirimu
dengan pakaian indah pada setiap kali menghadiri masjid ( untuk solat ) “ ( Surah
Al-A’raf, 7 : 31 )
Solat mengajar muslim agar menjaga dan mengambil berat soal
kebersihan. Kebersihan sangat digalakkan dalam agama. Umat Islam digalakkan
mengamalkan kebersihan dalam kehidupan seharian. Al-Jamil yang bermaksud Maha Cantik merupakan
salah satu nama Allah s.w.t..
“ Sesungguhnya
Allah itu cantik dan sukakan kecantikan “ (
Riwayat Tarmizi )
Kebersihan merupakan aspek zahir
penilaian seseorang yang lain terhadap umat Islam. Jika umat islam tidak
mengamalkan kebersihan, golongan yang tidak faham tentang agama Islam akan
mendakwa Islam sebagai agama yang pengotor, tidak syumul dan dilabel negatif.
Justeru individu muslim yang tidak
mengamalkan kebersihan secara tidak langsung telah memburukkan agama Islam.
Padahal Islam agama yang mementingkan kebersihan, syumul dan sesuai sepanjang
zaman. Melalui solat, umat Islam diajar mengamalkan kebersihan.
Kebersihan yang dididik di dalam
solat bukanlah terhad kepada aspek lahiriah semata, ia termasuk juga aspek
batiniah. Seorang muslim perlulah membersihkan dirinya daripada sifat riak,
takabbur, ujub, hubbul jah, hasad, bakhil, ghurur dan sifat-sifat mazmumah yang
lain.
1.3.7 Mendidik
Muslim Menyucikan Diri Dari Dosa
Apabila mahu mengerjakan solat,
kita mestilah ada wudhu’, dan jika kita berhadas, perlulah mandi sebelum
mengerjakan solat. Sebagaimana Firman Allah s.w.t. :
يَـٰٓأَيُّہَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓاْ إِذَا قُمۡتُمۡ إِلَى
ٱلصَّلَوٰةِ فَٱغۡسِلُواْ وُجُوهَكُمۡ وَأَيۡدِيَكُمۡ إِلَى ٱلۡمَرَافِقِ
وَٱمۡسَحُواْ بِرُءُوسِكُمۡ وَأَرۡجُلَڪُمۡ إِلَى ٱلۡكَعۡبَيۡنِۚ وَإِن كُنتُمۡ
جُنُبً۬ا فَٱطَّهَّرُواْۚ
“ Wahai
orang-orang beriman, apabila kamu ingin solat, hendaklah kamu membersihkan
wajahmu dan tanganmu hingga ke siku, basuhlah kepalamu dan kakimu hingga ke
buku lali, dan jika kamu berjunub, maka mandilah “ (Surah
Al-Maidah, 5 : 6 )
Wudhu dan mandi adalah lambang
penyucian diri. Setelah berjam-jam dengan urusan dunia, apabila hendak
mengerjakan solat, kita disyaratkan mengambil wudhu sebagai lambang penyucian
lahir dan batin kita. Dari sudut lahir, kita membersihkan muka, tangan, kepala
dan kaki. Dari sudut batin ialah membasuh muka sebagai isyarat menyucikan diri
daripada dosa mata dan lidah, membasuh tangan adalah menyucikan dosa-dosa di
tangan, membasuh kepala adalah menyucikan diri dari dosa-dosa fikiran dan
membasuh kaki adalah membersihkan diri dari dosa kaki.
Justeru, solat juga mendidik
manusia mempunyai akhlak yang baik iaitu menyucikan diri daripada dosa dengan
bertaubat. Akhlak taubat ini ialah menyesali segala perbuatan negatif yang
dilakukan dan berazam untuk tidak mengulanginya lagi. Akhlak taubat akan
melahirkan akhlak-akhlak yang lain lagi.
Solat mengajar kita untuk
bermuhasah tentang akhlak kita sepanjang hari dalam tempoh masa tertentu.
Apakah sepanjang masa tersebut kita melakukan akhlak yang diredhai Allah,
samada percakapan, penglihatan, pemikiran, tangan dan kaki kita.
1.3.8
Mendidik Muslim Menjaga Tingkah Laku
Seseorang muslim yang solat perlu
menjaga tingkah lakunya agar tidak membatalkan solat. Mereka tidak boleh
terlalu banyak melakukan gerakan yang tidak perlu kerana dikhuatiri boleh
membatalkan solat. Orang-orang muslim yang melakukan solat cukup berhati-hati
dalam setiap gerakan solatnya. Mereka melakukan sesuatu gerakan seperti qiam,
rukuk, i’tidal, sujud, duduk antara dua sujud dan tahiyat dengan sesempurna
mungkin.
حَـٰفِظُواْ عَلَى ٱلصَّلَوَٲتِ وَٱلصَّلَوٰةِ ٱلۡوُسۡطَىٰ
وَقُومُواْ لِلَّهِ قَـٰنِتِينَ
“ Peliharalah
akan solat kamu dan solat wusta, dan kerjakanlah dengan hati yang khusyu’”
( Surah Al-Baqarah, 2 : 238 )
Akhlak dalam solat ini perlulah juga dilaksanakan oleh orang
muslim diluar solatnya.Seorang muslim yang mengerjakan solat perlulah
melaksanakan urusan kehidupannya dengan sempurna. Mereka perlu melaksanakan
amanah dan tanggungjawab yang dipikulkan atas bahu mereka. Sesuatu pekerjaan
perlu dilakukan dengan penuh berkualiti dan bersungguh. Mereka juga perlu
menghormati ibu bapa, sesama manusia dan menjaga tingkah laku dalam kehidupan
seharian.
Sebagaimana di dalam solat seorang
muslim itu meninggalkan perbuatan yang boleh membatalkan solatnya atau
membuatkan solatnya tidak sempurna, begitulah mereka perlu menjaga tingkah laku
mereka daripada melakukan perkara yang menyebabkan kemurkaan Allah s.w.t..
Seorang muslim yang menghayati falsafah solat sentiasa berhati-hati dalam
tindakannya agar sentiasa diredhai Allah s.w.t. dan tidak menimbulkan fitnah
sesama manusia.
Seorang muslim perlu meninggalkan
perkara yang dilarang Allah seperti mengambil barang orang lain tanpa hak,
mengkhianati amanah dan mendekati zina. Mereka tidak boleh melanggar batas yang
Allah telah tetapkan. Kerana setiap kesalahan akan dicatatkan sebagai dosa atas
pelakunya dan akan dipersoalkan dihari kiamat. Sepertimana Firman Allah s.w.t.
:
ٱلۡيَوۡمَ نَخۡتِمُ عَلَىٰٓ أَفۡوَٲهِهِمۡ وَتُكَلِّمُنَآ
أَيۡدِيہِمۡ وَتَشۡہَدُ أَرۡجُلُهُم بِمَا كَانُواْ يَكۡسِبُونَ
“ Pada
hari itu kami kunci mulut mereka lalu berkatalah tangan mereka dan bersaksilah
kaki mereka akan segala perbuatan mereka ( semasa di dunia ) ( Surah
Yaa Siin, 36 : 65 )
1.3.9 Mendidik
Muslim Menjaga Lisan
Sebagaimana perbuatan, dalam solat,
seseorang muslim itu juga hanya boleh menyebut ayat quran, bacaan wajib dan
sunat, doa dan zikir dalam bahasa Arab sahaja. Jika bertutur selain daripada
itu dengan sengaja dan tanpa sebab yang diizinkan, maka solatnya akan
terbatal.Sabda Nabi s.a.w. :
“ Sesungguhnya
tidak patut ada sedikitpun perkataan manusia dalam solat”
( Riwayat Muslim )
Selain daripada larangan bercakap
urusan lain, seorang muslim itu juga berhati-hati dengan bacaannya ketika
mengerjakan solat agar tidak tersalah sebut atau tertukar maksudnya bagi bacaan
wajib yang boleh menyebabkan batal solat seseorang itu. Bagi bacaan ayat
al-Quran yang sunat perlulah berhati-hati bagi mengelakkan kesilapan yang boleh
memberikan dosa kepada seseorang didalam solat.
Aplikasi akhlak yang dididik kepada
muslim oleh Allah melalui solat ialah menjaga lisan agaterhindar daripada
melakukan dosa, perkara sia-sia dan menimbulkan fitnah. Solat mengajar kita
agar hanya mengucapkan perkara yang bermanfaat seperti berpesan-pesan kearah
kebaikan dan mencegah kejahatan, memperkatakan kebenaran, berzikir dan membaca
Al-Quran. Manusia yang memperkatakan perkara selain itu dikira berada dalam
kerugian Firman Allah s.w.t. :
وَٱلۡعَصۡرِ (١) إِنَّ ٱلۡإِنسَـٰنَ لَفِى خُسۡرٍ (٢) إِلَّا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ وَعَمِلُواْ ٱلصَّـٰلِحَـٰتِ وَتَوَاصَوۡاْ بِٱلۡحَقِّ وَتَوَاصَوۡاْ بِٱلصَّبۡرِ
“ Demi
masa, sesungguhnya manusia berada dalam kerugian, kecuali orang-orang yang
beriman dan beramal soleh, serta berpesan-pesan kepada kebenaran dan
berpesan-pesan kepada kesabaran “ ( Surah Al-Asr, 103: 1-3 )
Seorang muslim berkualiti perlu
menjaga lidahnya daripada melakukan perkara yang dilarang Allah. Mereka
perlulah berhati-hati dalam setiap ucapan agar tidak dimurkai Allah. Seorang
muslim perlulah menjauhi ucapan-ucapan seperti mengumpat, menabur fitnah dan
hasut-menghasut. Firman Allah s.w.t. :
يَـٰٓأَيُّہَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ لَا يَسۡخَرۡ قَوۡمٌ۬ مِّن
قَوۡمٍ عَسَىٰٓ أَن يَكُونُواْ خَيۡرً۬ا مِّنۡہُمۡ وَلَا نِسَآءٌ۬ مِّن نِّسَآءٍ
عَسَىٰٓ أَن يَكُنَّ خَيۡرً۬ا مِّنۡہُنَّۖ وَلَا تَلۡمِزُوٓاْ م أَنفُسَكُمۡ
وَلَا تَنَابَزُواْ بِٱلۡأَلۡقَـٰبِۖ بِئۡسَ ٱلِٱسۡ لۡفُسُوقُ بَعۡدَ
ٱلۡإِيمَـٰنِۚ وَمَن لَّمۡ يَتُبۡ فَأُوْلَـٰٓٮِٕكَ هُمُ ٱلظَّـٰلِمُونَ (١١) يَـٰٓأَيُّہَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ ٱجۡتَنِبُواْ كَثِيرً۬ا مِّنَ ٱلظَّنِّ إِنَّ بَعۡضَٱلظَّنِّ إِثۡمٌ۬ۖ وَلَا تَجَسَّسُواْ وَلَا يَغۡتَب بَّعۡضُكُم بَعۡضًاۚ أَيُحِبُّ
أَحَدُڪُمۡ أَن يَأۡڪُلَ لَحۡمَ أَخِيهِ مَيۡتً۬ا فَكَرِهۡتُمُوهُۚ وَٱتَّقُواْ
ٱللَّهَۚ إِنَّ ٱللَّهَ تَوَّابٌ۬ رَّحِيمٌ۬ٱ
“ Wahai
orang-orang beriman, janganlah segolongan kamu mengutuk segolongan lain kerana
mungkin yang dikutuk itu lebih baik daripada kamu, dan janganlah segolongan
perempuan kamu mengutuk segolongan perempuan yang lain kerana mungkin mereka
lebih baik daripada yang mengutuk. Janganlah segolongan kamu mendedahkan aib
segolongan yang lain dan janganlah kamu memanggil segolongan yang lain dengan
hinaan. Seburuk-buruk perkataan ialah kufur setelah beriman, sesiapa yang tidak
bertaubat, maka mereka golongan yang zalim. Wahai orang-orang beriman
jauhkanlah kamu daripada bersangka kerana sebahagian sangka itu berdosa, dan
janganlah kamu mengumpat sesame kamu, sudikah kiranya kamu makan daging saudara
kamu yang telah mati, sudah tentu kamu jijik, bertakwalah kamu kepada Allah,
sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. ( Surah
Al-Hujurat, 49 : 11-12 )
Justeru solat mengajar kita supaya
berhati-hati dalam ucapan bagi mengelakkan dosa dan kesan buruk kepada umat.
Orang yang berakhlak pada perkataannya akan dirahmati Allah dan disanjungi
manusia.
1.3.10 Mendidik
Muslim Menundukkan Pandangan
Dalam melaksanakan ibadah solat, kita disunatkan untuk sentiasa
melihat kepada tempat sujud ketika solat. Adalah makruh seseorang itu berpaling
ke hulu dan ke hilir dalam solatnya. Firman Allah s.w.t. :
وَأَقِيمُواْ وُجُوهَكُمۡ عِندَ ڪُلِّ مَسۡجِدٍ۬ وَٱدۡعُوهُ
مُخۡلِصِينَ لَهُ ٱلدِّينَۚ
“ Dan
luruskanlah wajahmu ( dan hatimu ) pada setiap solat dan ikhlaskan niatmu
terhadap ketaatan. “ ( Surah al-A’raff, 7 : 29 )
Falsafah daripada perbuatan
tersebut antaranya ialah didikan Allah kepada hambanya supaya menundukkan atau
menjaga pandangan. Ini bermaksud, seseorang Muslim itu perlu menjaga pandangan
daripada melihat perkara yang tidak diredhai Allah s.w.t.. Contohnya ialah
melihat kepada perkara yang memberahikan, maksiat dan sebagainya. Firman Allah
:
قُل لِّلۡمُؤۡمِنِينَ يَغُضُّواْ مِنۡ أَبۡصَـٰرِهِمۡ وَيَحۡفَظُواْ
فُرُوجَهُمۡۚ ذَٲلِكَ أَزۡكَىٰ لَهُمۡۗ إِنَّ ٱللَّهَ خَبِيرُۢ بِمَا
يَصۡنَعُونَ (٣٠) وَقُللِّلۡمُؤۡمِنَـٰتِ يَغۡضُضۡنَ مِنۡ أَبۡصَـٰرِهِنَّ
“ Katakanlah
kepada orang-orang
beriman lelaki : Tundukkanlah pandangan kamu dan jagalah kemaluanmu, itu lebih
baik bagi kamu, Sesungguhnya Allah Maha Mendalam pengetahuanNya tentang apa
yang kamu kerjakan. Dan katakanlah kepada orang-orang beriman perempuan :
Tundukkanlah pandangan kamu….“ ( Surah An-Nuur, 24 : 30-31)
Seseorang muslim hanya boleh
melihat perkara-perkara yang harus dan sunat. Orang muslim disunatkan untuk
melihat kepada kejadian alam, mushaf Al-Quran dan perkara-perkara bermanfaat.
1.3.11
Mendidik Muslim Bertertib dan Bertama’ninah
Dalam solat mesti ada tertibnya dan
ia termasuk dalam rukun solat. Tertib bermaksud berurutan. Contohnya bermula
dengan takbiratul ihram, diikuti dengan membaca fatihah, rukuk, I’tidal dan
sujud, ianya perlu dilakukan secara berturutan dan tidak boleh melangkaui rukun
atau menyusunnya dengan susunan lain.
Tama’ninah pula bermaksud bertenang
untuk sementara. Ianya merupakan rukun solat menurut sebahagian besar ulama’.
Ia bermaksud dalam sesuatu rukun solat seperti rukuk, sujud, duduk antara dua
sujud dan iktidal, perlu ada tempoh bertenang untuk seseorang itu berada dalam
rukun tersebut.
Tertib dan tama’ninah ini juga
perlu ada dalam kehidupan seseorang muslim. Dalam kehidupan seseorang muslim
itu, perlu melakukan sesuatu dengan tenang, bertahap dan terancang. Seorang
Muslim perlu berhati-hati dalam tindakannya, tidak boleh tergopoh-gapah dan
bertindak melulu, mereka perlulah berstategis dan bertenang dalam setiap
tindakan, firman Allah s.w.t. :
إِنَّ ٱللَّهَ يُحِبُّ ٱلَّذِينَ يُقَـٰتِلُونَ فِى سَبِيلِهِۦ
صَفًّ۬ا كَأَنَّهُم بُنۡيَـٰنٌ۬ مَّرۡصُوصٌ۬
“ Sesungguhnya
Allah menyukai orang-orang yang berjuang di jalannya dengan barisan yang
teratur sepertimana satu bangunan yang kukuh. ” ( Surah
As-Saff, 61 : 3 )
Inilah yang dididik oleh Allah
s.w.t. dalam solat setiap Muslim, Islam tidak pernah mendidik umatnya menjadi
pelampau, penggopoh dan bersifat negatif.
1.4.PANDUAN UNTUK MENDAPAT KEKHUSYUKAN DALAM
SOLAT
Berikut adalah beberapa
perkara yang boleh dibuat untuk membantu menimbulkan khusyu‘ dalam sembahyang:
1.4.1 Sebelum
mendirikan sembahyang pastikan perkara-perkara berikut:
i.Menjaga makanan dan
minuman.
Khusyu’ itu berkaitan dengan kerja hati. Oleh
itu, hati perlu dipelihara kesuciannya dengan menjauhkannya daripada benda-
benda yang haram atau tidak halal. Oleh itu, pastikan apa yang kita makan dan
minum hendaklah bersumber daripada yang halal.
Sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam:
Maksudnya:
Ketahuilah! Bahawa di
dalam badan ada seketul daging; apabila ia baik baiklah badan seluruhnya dan
apabila ia rosak rosaklah sekaliannya. Ketahuilah! Itulah ya dikatakan hati.
(Hadits riwayat
al-Bukhari dan Muslim)
ii.Mengambil wudhu dengan sempurna supaya air mengenai semua anggota wajib serta mengingati niat.
Sebab kesempurnaan
sembahyang juga terletak kepada kesempurnaan wudhu’.
Diriwayatkan daripada Abu Rauh al-Kula‘ie daripada seorang laki-laki bahawa beliau pernah mendirikan sembahyang Subuh bersama Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam. Baginda Shallallahu 'alaihi wasallam dalam sembahyang tersebut membaca surah ar-Ruum. Pada salah
satu ayatnya, bacaan Baginda terganggu. Lalu apabila selesai sembahyang Baginda bersabda:
Maksudnya:
“Sesungguhnya bacaan
kami terganggu disebabkan terdapat beberapa orang di antara kamu yang
sembahyang bersama kami tidak menyempurnakan wudhu’ mereka. Oleh itu, siapa
yang mendirikan sembahyang bersama kami, maka sempurnakanlah wudhu’nya.
(Hadits riwayat Ahmad dan an-Nasa’ie)
Di samping itu sebahagian kelebihan wudhu’ itu dapat menjauhkan seseorang daripada gangguan syaitan. Saidina ‘Umar Radhiallahu ‘anhu berkata:
Maksudnya: “Sesungguhnya wudhu’ yang baik itu mengusir syaitan daripada engkau.”
iii) Membersihkan diri, termasuk bersugi. Diriwayatkan daripada Abu Hurairah Radhiallahu ‘anhu bahawa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
Maksudnya:
“Jika tidak
mendatangkan kesusahan ke atas umatku atau ke atas manusia nescaya aku menyuruh
mereka bersiwak pada setiap kali hendak sembahyang.
” (Hadits riwayat
al-Bukhari dan Muslim)
Para ulama menegaskan bahawa bersugi itu mempunyai tujuh puluh faedah. Antara faedah dan kelebihannya ialah:
v Membersihkan dan mengharumkan bau mulut.
v Memutihkan gigi.
v Mendapat keredhaan Allah Subhanahu wa Ta‘ala.
v Membetulkan atau meluruskan tulang belakang.
v Menolong menguatkan gusi.
v Meningkatkan kecerdikan.
v Menggandakan pahala amal ibadat.
v Melancarkan kefasihan atau kepetahan pertuturan.
v Menguatkan hafalan.
v Mensucikan hati.
v Menyukakan malaikat.
iv) Jangan sembahyang dalam keadaan menahan buang air besar atau air kecil.
v) Jangan sembahyang dalam keadaan lapar.
Sebolehnya selesaikan atau perkemaskan segala urusan keperluan diri termasuk makan dan qadha hajat terlebih dahulu. Tujuannya ialah supaya tidak timbul kebimbangan dan ketidakselesaan ketika menunaikan sembahyang.
Sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam:
Maksudnya:
Jangan sembahyang
ketika makanan (yang hendak dimakannya) sedang tersedia, dan jangan sembahyang
dalam keadaan menahan buang air besar dan air kecil.
(Hadis riwayat Muslim)
vi) Memakai pakaian yang bersih dan kemas. Jangan memakai pakaian yang kurang selesa, seperti memakai sarung kaki yang sempit, mengikat serban terlalu ketat dan sebagainya.
vii) Pilih tempat sembahyang yang suasananya tenteram, selesa, tidak bising dan sebagainya.
Termasuk langkah yang boleh dibuat, pastikan tidak terdapat telepon di dalam bilik tersebut. Atau jika membawa bersama telepon bimbit, pastikan ianya dimatikan (switch off) sebelum sembahyang.
Imam an-Nawawi Rahimahullah menjelaskan bahawa makruh menunaikan sembahyang di tempat orang lalu lalang, kerana yang demikian itu boleh mengganggu kekhusyukan sembahyang seseorang.
Diriwayatkan daripada Ibnu ‘Umar Radhiallahu ‘anhuma:
Maksudnya:
“Bahawa Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wasallam menegah mendirikan sembahyang pada tujuh tempat:
Tempat pembuangan sampah, tempat penyembelihan, kubur, tengah-tengah jalan,
bilik mandi, tempat unta duduk di keliling air dan di atas Baitullah.”
(Hadits riwayat at-Tirmidzi)
iix) Pastikan supaya tidak ada objek atau gambar yang boleh mengganggu fikiran atau membimbangkan hati di tempat sujud.
Diriwayatkan daripada Saidatuna ‘Aisyah Radhiallahu ‘anha bahawa Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam pernah mendirikan sembahyang di atas hamparan daripada bulu yang mempunyai objek lukisan, lalu Baginda bersabda:
Maksudnya:
“Objek lukisan ini
mengganggu aku, bawalah ia kepada Abu Jahm dan bawakan kepadaku hamparan tebal
yang tidak ada ukiran.”
(Hadits riwayat Muslim)
Imam an-Nawawi Rahimahullah menjelaskan mengenai riwayat di atas bahawa ianya memberi petunjuk akan galakan supaya menghindarkan atau menjauhkan apa-apa yang dikhuatiri melalaikan hati dari khusyu‘ ketika mendirikan sembahyang.Tersebut di dalam riwayat bahawa Abdullah bin ‘Umar Radhiallahu ‘anhuma tidak pernah meletakkan al-Qur’an atau pedangnya di tempat sembahyangnya, juga tulisan atau surat. Semuanya diletakkan di belakangnya atau di mana saja yang tidak dapat dilihat olehnya.
1.4.2. Ketika hendak
menunaikan sembahyang lakukan perkara-perkara berikut:
i. Usahakan sembahyang
dilakukan secara berjemaah.
Mendirikannya dalam keadaan berjemaah adalah suatu tuntutan. Sembahyang berjemaah itu adalah di antaravsyi‘ar agama.Selain pahala sembahyang berjemaah itu melebihi sembahyang seorang diri dengan dua puluh tujuh darjat, ada ulama mengatakan, pada kebiasaannya orang yang sembahyang berjemaah itu memperolehi khusyu‘ ketika sembahyang dan terselamat daripada perkara yang boleh
melalaikannya.
ii. Menghadirkan hati.
Maksudnya ialah sebelum mendirikan sembahyang kosongkan hati dari segala urusan yang boleh mengganggu ataupun yang tidak ada sangkut-paut dengan ibadat sembahyang yang dikerjakan.Tersebut dalam satu riwayat bahawa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam pernah bersabda kepada seorang sahabat bernama ‘Utsman bin Thalhah Radhiallahu ‘anhu:Maksudnya:“Aku lupa untuk menyuruhmu menutup dua tanduk kibasy (dari pandangan orang). Maka sesungguhnya tidak sepatutnya ada di rumah sesuatu yang mengganggu orang yang sembahyang.””(Hadits riwayat Abu Daud)Abu Darda’ Radhiallahu ‘anhu berkata:“Antara tanda kefahaman seseorang ialah dia memulai memenuhi keperluannya terlebih dahulu sebelum dia masuk menunaikan sembahyang supaya dia masuk ke dalam sembahyang dalam keadaan hatinya kosong dari perkara yang lain.”
iii. Mengingatkan mati dan kemungkinan sembahyang itu yang terakhir sekali dalam hidupnya.
Diriwayatkan daripada Hatim al-Asham Radhiallahu ‘anhu bahawa ditanyakan kepadanya tentang sembahyangnya, beliau beliau menjawab:Maksudnya:
“Apabila tiba waktu
sembahyang aku menyempurnakan wudhu dan aku mendatangi tempat di mana di situ
aku hendak mendirikan sembahyang. Lalu aku duduk pada tempat itu sehingga
berkumpullah seluruh anggota tubuhku. Kemudian aku berdiri menunaikan
sembahyangku dan aku jadikan Ka‘bah di antara dua keningku, titian ash-shirath
di bawah tapak kakiku, syurga di sebelah kananku, neraka di sebelah kiriku,
malaikat maut di belakangku, aku menyangka sembahyang ini adalah sembahyangku
yang terakhir. Kemudian aku berdiri di antara mengharap dan takut, aku
bertakbir dengan penuh keyakinan, aku membaca dengan bacaan yang betul, aku
ruku‘ dengan merendahkan diri, aku sujud dengan khusyu‘, aku duduk atas
punggung kiri dan aku bentangkan belakang tapak kaki kiri, aku tegakkan tapak
kaki kanan atas ibu jari kaki dan aku ikutkan keikhlasan hati. Kemudian aku
tidak tahu sama ada sembahyangku diterima atau tidak?”
iv. Sebelum mengangkat takbir elok membaca mana-mana zikir yang boleh menjauhkan diri daripada syaitan.
Umpamanya seperti
berikut:
i.
Surah an-Nas:
Tafsirnya: “Dengan nama Allah, yang Maha Pemurah, lagi Maha Mengasihani. Katakanlah (wahai Muhammad): “Aku berlindung kepada (Allah) Pemelihara sekalian manusia, yang menguasai sekalian manusia, Tuhan yang berhak disembah oleh sekalian manusia, dari kejahatan pembisik, penghasut yang timbul tenggelam. ”
Tafsirnya: “Dengan nama Allah, yang Maha Pemurah, lagi Maha Mengasihani. Katakanlah (wahai Muhammad): “Aku berlindung kepada (Allah) Pemelihara sekalian manusia, yang menguasai sekalian manusia, Tuhan yang berhak disembah oleh sekalian manusia, dari kejahatan pembisik, penghasut yang timbul tenggelam. ”
ii.
Ta‘awudz, seperti:
Tafsirnya: “Wahai Tuhanku! Aku berlindung kepadaMu dari hasutan syaitan-syaitan, dan aku
berlindung kepadaMu, wahai Tuhanku, supaya syaitan-syaitan itu tidak menghampiriku.”
Tafsirnya: “Wahai Tuhanku! Aku berlindung kepadaMu dari hasutan syaitan-syaitan, dan aku
berlindung kepadaMu, wahai Tuhanku, supaya syaitan-syaitan itu tidak menghampiriku.”
iii.
Tahlil:
لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ
Ertinya: “Tidak ada tuhan yang berhak disembah melainkan Allah.”
لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ
Ertinya: “Tidak ada tuhan yang berhak disembah melainkan Allah.”
iv.
Zikir:
امنا با
الله و برسوله
Maksudnya: “Kami beriman dengan Allah dan rasulrasulNya.”
Antara tipu daya syaitan ialah memesongkan atau memalingkan perhatian semasa sembahyang. Caranya ialah dengan memalingkan hati kita dari meneliti dan memahami apa yang sedang kita baca. Dari situ kita akan hilang renungan untuk hari akhirat dan keikhlasan ibadat yang dilakukan. Adakalanya sehingga seorang itu boleh menjadi ragu dan was-was tentang bilangan rakaat yang telah ditunaikannya, adakah sudah cukup atau masih lagi kurang.Diriwayatkan daripada Abu Hurairah Radhiallahu ‘anhu bahawa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:Maksudnya:“Sesungguhnya salah seorang daripada kamu apabila berdiri menunaikan sembahyang syaitan akan mendatanginya, lalu syaitan menimbulkan kesamaran ke atas orang itu sehingga dia tidak tahu berapa rakaat sudah ditunaikannya….”(Hadits riwayat Muslim)
Maksudnya: “Kami beriman dengan Allah dan rasulrasulNya.”
Antara tipu daya syaitan ialah memesongkan atau memalingkan perhatian semasa sembahyang. Caranya ialah dengan memalingkan hati kita dari meneliti dan memahami apa yang sedang kita baca. Dari situ kita akan hilang renungan untuk hari akhirat dan keikhlasan ibadat yang dilakukan. Adakalanya sehingga seorang itu boleh menjadi ragu dan was-was tentang bilangan rakaat yang telah ditunaikannya, adakah sudah cukup atau masih lagi kurang.Diriwayatkan daripada Abu Hurairah Radhiallahu ‘anhu bahawa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:Maksudnya:“Sesungguhnya salah seorang daripada kamu apabila berdiri menunaikan sembahyang syaitan akan mendatanginya, lalu syaitan menimbulkan kesamaran ke atas orang itu sehingga dia tidak tahu berapa rakaat sudah ditunaikannya….”(Hadits riwayat Muslim)
1.4.3. Ketika
menunaikan sembahyang pusatkan perkara-perkara berikut:
i) Meneliti bacaan-bacaan dalam sembahyang, sama ada bacaan itu terdiri dari ayat-ayat al-Qur’an atau selain dari ayat-ayat al-Qur’an iaitu tasbih dan takbir dan doa. Jika boleh, fahami makna bacaan-bacaan tersebut. Perkara ini amat penting untuk menghadirkan hati dalam sembahyang. Hati mestilah ikut mengetahui segala apa yang kita baca.
ii) Merasa rendah hati dan rendah diri ketika dalam ruku‘ dan sujud.Tempoh masa rukuk dan sujud pula elok dipanjangkan.
Rasulullah Shallallahu
'alaihi wasallam bersabda:Maksudnya:
Seseorang hamba paling
dekat dengan Tuhannya sewaktu ia bersujud…..(Hadis riwayat Muslim)
iii) Meliputkan hati dengan kebesaran Allah dan kesucianNya ketika bertakbir dan ketika bertasbih pada seluruh gerak-geri dalam sembahyang.
iv) Meninggalkan segala fikiran dan lintasan hati yang berkaitan dengan urusan dunia.
v) Segala perhatian dalam sembahyang itu hendaklah tertumpu hanya kepada mendirikan dan menunaikannya dengan yang terbaik sekali.
vi) Sembahyang dilakukan dalam keadaan thuma’ninah. Thuma’nînah dalam ruku‘, sujud dan lain-lain rukun fi‘li (perbuatan).
Thuma’ninah ertinya
anggota seseorang itu tetap diam seketika ketika melakukan suatu rukun fi‘li di
dalam sembahyang seperti ruku‘, sujud dan sebagainya, sebelum beralih ke rukun
fi‘li seterusnya. Sekurang-kurangnya tetap diam seketika dalam tempoh pada
kadar bacaan
zikir: “ .” سبحان الله Maknanya, gerakan di dalam sembahyang itu tidak dilakukan dengan tergopoh-gapah, tidak dilakukan dengan bercepat-cepat tetapi dilakukan dengan tenang dan relaks.Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam ada mengajar kita tentang perkara ini di dalam sabda Baginda:Maksudnya:“Apabila kamu berdiri menunaikan sembahyang maka bertakbirlah. Kemudian bacalah ayat al-Qur’an yang mudah bagi kamu. Kemudian rukuklah sehingga kamu berthuma’ninah dalam keadaan rukuk. Kemudian bangkitlah sehingga kamu berdiri betul. Kemudian sujudlah sehingga kamu berthuma’ninah dalam keadaan sujud. Kemudian bangkitlah sehingga kamu berthuma’ninah dalam keadaan duduk. Kamu buatlah yang demikian itu dalam semua sembahyang kamu.(Hadis riwayat al-Bukhari dan Muslim)
zikir: “ .” سبحان الله Maknanya, gerakan di dalam sembahyang itu tidak dilakukan dengan tergopoh-gapah, tidak dilakukan dengan bercepat-cepat tetapi dilakukan dengan tenang dan relaks.Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam ada mengajar kita tentang perkara ini di dalam sabda Baginda:Maksudnya:“Apabila kamu berdiri menunaikan sembahyang maka bertakbirlah. Kemudian bacalah ayat al-Qur’an yang mudah bagi kamu. Kemudian rukuklah sehingga kamu berthuma’ninah dalam keadaan rukuk. Kemudian bangkitlah sehingga kamu berdiri betul. Kemudian sujudlah sehingga kamu berthuma’ninah dalam keadaan sujud. Kemudian bangkitlah sehingga kamu berthuma’ninah dalam keadaan duduk. Kamu buatlah yang demikian itu dalam semua sembahyang kamu.(Hadis riwayat al-Bukhari dan Muslim)
vii) Sentiasa melihat tempat sujud sekalipun orang itu buta, sekalipun sembahyang di dalam gelap kecuali ketika membaca perkataan إلاّ الله dalam tahiyyat. Pada ketika itu pandangan orang yang sembahyang itu dialihkan ke jari telunjuknya.Jika memejamkan mata boleh mendatangkan khusyu‘ dalam sembahyang seseorang itu, maka bolehlah dia berbuat begitu dan hukumnya tidak makruh sebagaimana yang dijelaskan oleh Imam an-Nawawi.Begitulah beberapa tip yang boleh dijadikan panduan untuk mendapatkan khusyu‘ di dalam sembahyang. Memang tidak dinafikan, terdapat setengah orang masih tidak mampu memperolehi khusyu‘ di dalam sembahyangnya walaupun dengan mengamalkan bermacam-macam tip atau panduan.Yang penting tidak mudah berputus asa dan sentiasalah gerakkan diri kita berusaha untuk mendapatkannya. Jangan lupa juga untuk banyak-banyak memohon doa kepada Allah Ta‘ala supaya dikurniakan kepada kita hati yang bersih dan khusyu‘ dalam beribadat kepadaNya.
1.5 Rahsia Khusyuk dalam solat
Seorang
ahli ibadah bernama Isam bin Yusuf, dia sangat warak dan sangat khusyuk
solatnya. Namun dia selalu khuatir kalau-kalau ibadahnya kurang khusyuk dan
selalu bertanya kepada orang yang dianggapnya lebih ibadahnya, demi untuk
memperbaiki dirinya yang selalu dirasakan kurang khusyuk.Pada suatu hari, Isam
menghadiri majlis seorang abid bernama Hatim Al-Isam dan bertanya : "Wahai
Aba Abdurrahman, bagaimanakah caranya tuan solat?"Hatim berkata :
"Apabila masuk waktu solat aku berwudhu' zahir dan batin."Isam
bertanya, "Bagaimana wudhu' zahir dan batin itu?"Hatim berkata,
"Wudhu' zahir sebagaimana biasa, iaitu membasuh semua anggota wudhu' dengan
air. Sementara wudhu' batin ialah membasuh anggota dengan tujuh perkara :-
1. bertaubat
2. menyesali dosa yang
dilakukan
3. tidak tergila-gilakan
dunia
4. tidak mencari /
mengharap pujian orang (riya')
5. tinggalkan sifat
berbangga
6. tinggalkan sifat
khianat dan menipu
7. meninggalkan sifat
dengki
Seterusnya
Hatim berkata, "Kemudian aku pergi ke masjid, aku kemaskan semua anggotaku
dan menghadap kiblat. Aku berdiri dengan penuh kewaspadaan dan aku bayangkan
Allah ada di hadapanku, syurga di sebelah kananku, neraka di sebelah kiriku,
malaikat maut berada di belakangku, dan aku bayangkan pula bahwa aku
seolah-olah berdiri di atas titian 'Sirratul Mustaqim' dan aku menganggap bahwa
solatku kali ini adalah solat terakhirku, kemudian aku berniat dan bertakbir
dengan baik.Setiap bacaan dan doa dalam solat kufaham maknanya, kemudian aku
ruku' dan sujud dengan tawadhu', aku bertasyahhud dengan penuh pengharapan dan
aku memberi salam dengan ikhlas. Beginilah aku bersolat selama 30
tahun."Apabila Isam mendengar, menangislah dia kerana membayangkan
ibadahnya yang kurang baik bila dibandingkan dengan HatimCuba perhatikan mafhom
satu Hadith;“Yang pertama sekali diangkat Allah dari ummat ini adalah khusyu’,
sehingga kamu tidak menemukan seorang pun yg khusyu’ dlm solatnya”Juga
perhatikan Firman Allah;“Telah beruntung orang2 yg beriman, iaitu mereka yg
khusyu’ dalam solatnya” Al-Mukminuun ayat 1-2.“Pastilah org yg beriman itu
apbila disebutkan nama Allah, gementar hatinya, dan apabila diperdengarkan
ayat2 Allah bertambah2 imannya” A1-Anfaal ayat 2Jadinya jika kita lihat semuanya
berkait rapat, iaitu antara iman, khusyu’, solat, kebahagiaanApa mafhom khusyu?
Secara mudah ia bererti tidak ingat selain dari Allah. Apakah khusyu’ itu boleh
terjadi hanya dengan ikhtiar manusia? Jawapannya adalah mustahil kerana jika kita imbas kembali sejarah Sayidina Ali
solat sunat sehingga tidak terasa anak panah dicabut dari betisnya, ternyata
khusyu’ bukan hanya dari usaha manusia.Jadi khusyu’ yg haqiqi adalah karunia
dari Allah jua. Walaubagaimana pun, manusia perlulah menempuh jalan2 yg
tertentu (tariq) sebelum Allah memberi atau mencurahkan nikmat khusyu’ itu.
Jadi manusia perlu menempuh perjalanan (tareqat – dari segi Bahasa Arab) menuju
kepada Pencipta mereka dan apabila telah bersedia jiwa itu utk menerima natijah
dari usahanya.Maka dikala itu Allah mengurnia kan, memberi, mencurahkan
kekhusyukan solat yg tidak pernah dirasakannya.Seperti Firman Allah;
“Sesunguhnya Aku tidak akan mengubah nasib sesuatu kaum (seseorang) sehingga
mereka sendiri yg mengubah nasib mereka”Seperti Firman Allah;“Dan dirikan lah
sembahyang untuk mengingati Aku”
Jadinya tujuan solat itu ialah untuk mengingati Allah. Jika kita solat
tapi tidak ingat kepada Nya, malahan ingat kepada segala yg lain dariNya,
bererti telah gagal lah tujuan solat itu.
Tuhan itu adil, jadinya semua manusia diberi jiwa yg sama asalnya, iaitu
jiwa yg pernah mengenal Tuhannya semasa dialam roh semasa Tuhan menanyakan
kepada mereka
“Bukankah Aku ini Tuhan kamu, lalu mereka menjawab “Bah kan, Kamu Tuhan
kami dan kami budak Kamu” (Alas tu bi Rabbi kum?)
Dan jiwa2 ini semuanya dilahirkan kedunia dgn punya Hawa, nafsu, Dunia,
Syaitan dan mereka masing2 ada kebebasan mencari, mengambil apa yg mereka
sukai. Jika bapak mereka Majusi, maka anak pun jadi Majusi. Tapi oleh kerana jiwa
tadi pernah mengenal Tuhan disatu masa dulu dialam roh, maka ada diantaranya
iaitu mereka2 yang mengikut naluri dari fitrah nya, mereka berupaya menemui
jalan pulang, lantas kita dengar ramai org2 kafir yg kembali kepada Islam
Setelah Islam (iaitu muallaf selama setahun) sepatutnya jiwa2 ini terus
mencari kepada IMAN, iaitu pada tahap mendapat khusyu dlm solatnya.
Kerana dari mafhom Firman Tuhan tadi;
“Telah beruntung orang2 yg beriman, iaitu mereka yg khusyu’ dalam
solatnya” Al-Mukminuun ayat 1-2
Maka semua jiwa tidak terlepas dari janji Tuhan ini, kita semua terikat
dgn janji Tuhan ini… ini ayat Quran, maha benar dan sohih, tidak ada dolak
dalik lagi
Samada dipanggil dgn nama Tasawuf, Sufi, Tariqat, atau apa saja… itu
tidak penting. Yg penting bagaimana supaya kita dapat khusyu’ dlm solat kita,
dan utk itu kita wajib… ya… WAJIB menempuh jalan2 yg membawa kita kepada satu
natijah yg benar2 bererti
Kerana jika selagi tidak mendapat khusyu’ selagi itu sebenarnya hati2
kita masih kosong.. hampa… solat yg tidak memberi erti yg sebenarnya. Maaflah…
inilah haqiqat kebenarannya.
Khusyu’ itu sebenarnya adalah satu nikmat yg teramat sangat. Sesiapa yg
mendapat khusyu’ yg dicurahkan oleh Tuhan itu, dia akan merasakan nikmat yg
tidak pernah dirasakannya. Rasa itu meresap dari jantung keseluruh badan
melalui peraliran darah hingga kadang rasa itu terasa dihujung2 bulu roma.
Dari segi fizikal pula, mereka yg khusyu’ itu, setidak2 nya akan rembes,
atau tergenang air matanya, menitik macam hujan, basah tempat sujudnya oleh air
matanya. Tersedu sedan dia akan menangis dalam solatnya. Baagi sesiapa yg telah
mahir dgn keadaan ini, dia akan dapat mengesan ada 7 tempat dimana rasa itu
akan naik meninggi sehingga ada yg menjerit dek kekuatan rasa yg dicurahkan
dari Tuhannya.
Imam AL Ghazali telah menyatakan bahawa orang yang tidak khusyuk
sembahyangnya adalah dikira sia-sia belaka, kerana tujuan solat itu selain
untuk mengingati Allah SWT, ia juga berfungsi sebagai alat pencegah dari
perbuatan keji dan mungkar. Apabila lalai ketika menunaikan solat bererti orang
tersebut tidak akan berasa gerun ketika melakukan perkara keji dan mungkar.
Copy/Paste Dari: www.familiazam.com
Solat yang khusyuk ialah mereka yang sentiasa sedar dan mengikuti segala pengertian dari setiap kalimah yang di ucapkan di dalam solatnya. Justeru itu apabila ia membaca Fatihah, hatinya akan mengikuti dan memahami makna setiap kalimah yang terucap. Misalnya apabila mereka membaca ayat keempat dari Surah Al-Fatihah yang bermaksud:
"Tuhan yang memiliki hari Akhirat."
Copy/Paste Dari: www.familiazam.com
Maka tergambar segala kalut sibuk dan huru-hara manusia serta bersesak di padang Masyhar, ia akan terasa diri semakin kerdil dan lemah disisi Allah SWT.
Apabila membaca ayat kelima dari surah Al-Fatihah yang bermaksud :
"Engkaulah yang kusembah dan Engkaulah tempatku bermohon."
Bererti mereka telah memberikan kesetiaan dan pengabdian hanya kepada Allah, bukannya menjadi penyembah hawa nafsu atau yang lain-lainnya. Akhirnya mereka tidak ada keinginan untuk melakukan perkara keji dan mungkar, kerana melakukan perbuatan keji bererti mereka telah menjadi hamba nafsu, yang demikian adalah bercanggah dengan ucapannya yang mengaku bahawa dia hanya menyembah Allah SWT semata-mata.
Copy/Paste Dari: www.familiazam.com
Selepas itu mengamati lain-lain bacaan dalam sembahyang dengan khusyuk, yang mengandungi berbagai bacaan dan doa-doa yang memperlihatkan kebesaran Tuhan. Jika difahami sungguh-sungguh cukuplah kesemua itu akan menghakis sikap-sikap hodoh yang ada pada diri manusia itu.
Rasulullah SAW bersabda yang bermaksud :
Copy/Paste Dari: www.familiazam.com
"Berapa banyak orang yang mendirikan solat, tetapi yang di perolehi hanya penat dan letih, kerana mereka itu lalai dalam sembahyangnya. "
Hadis tersebut menggambarkan betapa banyak sembahyang yang didirikan oleh seseorang itu, tetapi malangnya ia tidak memperolehi pahala melalui sembahyang itu.
Copy/Paste Dari: www.familiazam.com
Firman Allah yang bermaksud :
"Maka kecelakaanlah bagi orang-orang solat, (iaitu) orang-orang yang lalai dari solatnya." [Surah al-Ma'un : ayat 4-5]
Nabi s.a.w bersabda lagi yang bermaksud :
Copy/Paste Dari: www.familiazam.com
"Tidak ada habuan bagi seseorang hamba dalam sembahyangnya kecuali sekadar mana yang ia ingat."
Hadis tersebut menjelaskan bahawa solat seseorang yang dalam keadaan lalai, sesungguhnya tidak mempunyai sebarang nilai kebaikan di sisi Allah SWT. Malah solatnya itu akan sekadar menjadi kayu pengukur, jika seseorang ingin tahu sekadar mana pahala yang di perolehi dan sebanyak mana pula yang kosong, maka selepas solat cubalah adakan muhasabah, sebanyak manakah masa yang dia berada dalam keadaan khusyuk, iaitu ingat segala perbuatan dan ucapan mereka dalam sembahyang itu, atau sebanyakmana pula yang lalai. Kalau banyak masa lalai maka setakat baki yang sedikit itu tidak payahlah untuk menunggu akhirat bagi melihat pahala
solat itu, sebaliknya didunia ini pun kita sudah boleh mengagak apa yang kita perolehi dari solat yang tidak khusyuk itu.
Copy/Paste Dari: www.familiazam.com
Sesungguhnya solat itu tidak sama dengan ibadah yang lain.Jika dibandingkan dengan ibadah puasa, memang dalam ibadah puasa tidak ada khusyuk, tetapi puasa yang memenuhi segala syarat akan kelihatan kesannya dari puasanya itu. Disebabkan menahan lapar dan dahaga bukan sahaja mereka akan kelihatan letih dan kurang bermaya, tetapi juga mereka kelihatan sebagai seorang yang tinggi pekertinya, senantiasa menjaga perkara yang boleh membatalkan puasa dan juga pahala puasa seperti menjaga lidahnya dari mengumpat dan mengeluarkan kata-kata yang tidak berfaedah.
Copy/Paste Dari: www.familiazam.com
Begitu juga zakat, walaupun ketika melakukan ibadah zakat itu tidak disertai dengan khusyuk namun maksud kepada penunaian zakat itu kelihatan juga. Menunaikan zakat dapat menghakis sifat bakhil seseorang. Orang-orang yang dikuasai oleh sifat bakhil tidak mungkin mampu menunaikan zakat.
Copy/Paste Dari: www.familiazam.com
Demikian juga dengan ibadah haji, walaupun ketika melakukan ibadah haji seseorang itu dalam keadaan lalai kerana ibadah haji melibatkan dua perkara iaitu tubuh badan dan harta benda. Sama ada menunaikan haji itu dalam keadaan lalai dan sebagainya, namun kesannya dari ibadah haji itu jelas ketara, kerana ia terpaksa membelanjakan wang beribu-ribu ringgit. Tubuh badan terasa letih dan wang ringgit habis.
Copy/Paste Dari: www.familiazam.com
Sebaliknya ibadah solat ini amat berbeza sekali dengan semua ibadah yang dinyatakan itu. Menurut Imam al-Ghazali bahawa solat itu merupakan "munajat" (berdialog dan berbisik) seorang hamba terhadap Tuhannya. Apabila solat itu sebagai munajat sudah tentu dilakukan dengan penuh kesedaran di samping khusyuk dan tawadhuk. Bagaimana mungkin seorang yang lalai boleh berbisik atau berdialog dengan Allah SWT.
Orang yang mengerjakan solat dalam keadaan lalai sama keadaannya orang yang mengigau ketika tidur, walaupun mungkin ia menyebut Allahu Akbar dan juga lain-lain kalimah yang memuji keagungan Allah SWT, seperti bertasbih mensucikan Allah, bertahmid memuji Allah namun semua itu tidak termasuk lansung dalam pengertian munajat kepada Allah kerana sebenarnya orang itu sedang mengigau. Sesungguhnya orang mengigau itu adalah orang yang bertutur di luar kesedaran.
Khusyuk menjadi syarat sama ada solat seseorang itu akan diterima oleh Allah SWT. Jika khusyuk tidak wujud dalam diri orang yang menunaikan solat, maka ruang kosong itu pasti terisi dengan sifat lalai. Orang yang lalai tidak akan merasai keagungan Allah SWT, sekalipun lidahnya mengucapkan kalimah-kalimah yang mengandungi segala puji-pujian terhadap Allah.
Copy/Paste Dari: www.familiazam.com
Segala puji-pujian yang ditujukan kepada Allah SWT bukan saja melalui ucapan lisan, tetapi juga dengan bahasa hati. Apabila hati lalai ia
akan menjadi hijab yang menghalang seseorang itu untuk menghampiri Alah, meskipun Allah SWT menyatakan bahawa ia lebih hampir daripada saraf dan urat seseorang.
Firman Allah Taala yang berbunyi:
Copy/Paste Dari: www.familiazam.com
"Ketahuilah dengan menyebut nama Allah itu dapat menenangkan hati." [Surah Ar-Ra'adu : ayat 28]
Dan ketahuilah, solat adalah ibadah utama yang akan dihisab terlebih dahulu di akhirat oleh Allah SWT, berbanding dengan amalan-amalan yang lain. Sekiranya solat seseorang itu dalam keadaan sempurna, maka barulah dihitung pula amalan yang lain.
Copy/Paste Dari: www.familiazam.com
Solat yang khusyuk ialah mereka yang sentiasa sedar dan mengikuti segala pengertian dari setiap kalimah yang di ucapkan di dalam solatnya. Justeru itu apabila ia membaca Fatihah, hatinya akan mengikuti dan memahami makna setiap kalimah yang terucap. Misalnya apabila mereka membaca ayat keempat dari Surah Al-Fatihah yang bermaksud:
"Tuhan yang memiliki hari Akhirat."
Copy/Paste Dari: www.familiazam.com
Maka tergambar segala kalut sibuk dan huru-hara manusia serta bersesak di padang Masyhar, ia akan terasa diri semakin kerdil dan lemah disisi Allah SWT.
Apabila membaca ayat kelima dari surah Al-Fatihah yang bermaksud :
"Engkaulah yang kusembah dan Engkaulah tempatku bermohon."
Bererti mereka telah memberikan kesetiaan dan pengabdian hanya kepada Allah, bukannya menjadi penyembah hawa nafsu atau yang lain-lainnya. Akhirnya mereka tidak ada keinginan untuk melakukan perkara keji dan mungkar, kerana melakukan perbuatan keji bererti mereka telah menjadi hamba nafsu, yang demikian adalah bercanggah dengan ucapannya yang mengaku bahawa dia hanya menyembah Allah SWT semata-mata.
Copy/Paste Dari: www.familiazam.com
Selepas itu mengamati lain-lain bacaan dalam sembahyang dengan khusyuk, yang mengandungi berbagai bacaan dan doa-doa yang memperlihatkan kebesaran Tuhan. Jika difahami sungguh-sungguh cukuplah kesemua itu akan menghakis sikap-sikap hodoh yang ada pada diri manusia itu.
Rasulullah SAW bersabda yang bermaksud :
Copy/Paste Dari: www.familiazam.com
"Berapa banyak orang yang mendirikan solat, tetapi yang di perolehi hanya penat dan letih, kerana mereka itu lalai dalam sembahyangnya. "
Hadis tersebut menggambarkan betapa banyak sembahyang yang didirikan oleh seseorang itu, tetapi malangnya ia tidak memperolehi pahala melalui sembahyang itu.
Copy/Paste Dari: www.familiazam.com
Firman Allah yang bermaksud :
"Maka kecelakaanlah bagi orang-orang solat, (iaitu) orang-orang yang lalai dari solatnya." [Surah al-Ma'un : ayat 4-5]
Nabi s.a.w bersabda lagi yang bermaksud :
Copy/Paste Dari: www.familiazam.com
"Tidak ada habuan bagi seseorang hamba dalam sembahyangnya kecuali sekadar mana yang ia ingat."
Hadis tersebut menjelaskan bahawa solat seseorang yang dalam keadaan lalai, sesungguhnya tidak mempunyai sebarang nilai kebaikan di sisi Allah SWT. Malah solatnya itu akan sekadar menjadi kayu pengukur, jika seseorang ingin tahu sekadar mana pahala yang di perolehi dan sebanyak mana pula yang kosong, maka selepas solat cubalah adakan muhasabah, sebanyak manakah masa yang dia berada dalam keadaan khusyuk, iaitu ingat segala perbuatan dan ucapan mereka dalam sembahyang itu, atau sebanyakmana pula yang lalai. Kalau banyak masa lalai maka setakat baki yang sedikit itu tidak payahlah untuk menunggu akhirat bagi melihat pahala
solat itu, sebaliknya didunia ini pun kita sudah boleh mengagak apa yang kita perolehi dari solat yang tidak khusyuk itu.
Copy/Paste Dari: www.familiazam.com
Sesungguhnya solat itu tidak sama dengan ibadah yang lain.Jika dibandingkan dengan ibadah puasa, memang dalam ibadah puasa tidak ada khusyuk, tetapi puasa yang memenuhi segala syarat akan kelihatan kesannya dari puasanya itu. Disebabkan menahan lapar dan dahaga bukan sahaja mereka akan kelihatan letih dan kurang bermaya, tetapi juga mereka kelihatan sebagai seorang yang tinggi pekertinya, senantiasa menjaga perkara yang boleh membatalkan puasa dan juga pahala puasa seperti menjaga lidahnya dari mengumpat dan mengeluarkan kata-kata yang tidak berfaedah.
Copy/Paste Dari: www.familiazam.com
Begitu juga zakat, walaupun ketika melakukan ibadah zakat itu tidak disertai dengan khusyuk namun maksud kepada penunaian zakat itu kelihatan juga. Menunaikan zakat dapat menghakis sifat bakhil seseorang. Orang-orang yang dikuasai oleh sifat bakhil tidak mungkin mampu menunaikan zakat.
Copy/Paste Dari: www.familiazam.com
Demikian juga dengan ibadah haji, walaupun ketika melakukan ibadah haji seseorang itu dalam keadaan lalai kerana ibadah haji melibatkan dua perkara iaitu tubuh badan dan harta benda. Sama ada menunaikan haji itu dalam keadaan lalai dan sebagainya, namun kesannya dari ibadah haji itu jelas ketara, kerana ia terpaksa membelanjakan wang beribu-ribu ringgit. Tubuh badan terasa letih dan wang ringgit habis.
Copy/Paste Dari: www.familiazam.com
Sebaliknya ibadah solat ini amat berbeza sekali dengan semua ibadah yang dinyatakan itu. Menurut Imam al-Ghazali bahawa solat itu merupakan "munajat" (berdialog dan berbisik) seorang hamba terhadap Tuhannya. Apabila solat itu sebagai munajat sudah tentu dilakukan dengan penuh kesedaran di samping khusyuk dan tawadhuk. Bagaimana mungkin seorang yang lalai boleh berbisik atau berdialog dengan Allah SWT.
Orang yang mengerjakan solat dalam keadaan lalai sama keadaannya orang yang mengigau ketika tidur, walaupun mungkin ia menyebut Allahu Akbar dan juga lain-lain kalimah yang memuji keagungan Allah SWT, seperti bertasbih mensucikan Allah, bertahmid memuji Allah namun semua itu tidak termasuk lansung dalam pengertian munajat kepada Allah kerana sebenarnya orang itu sedang mengigau. Sesungguhnya orang mengigau itu adalah orang yang bertutur di luar kesedaran.
Khusyuk menjadi syarat sama ada solat seseorang itu akan diterima oleh Allah SWT. Jika khusyuk tidak wujud dalam diri orang yang menunaikan solat, maka ruang kosong itu pasti terisi dengan sifat lalai. Orang yang lalai tidak akan merasai keagungan Allah SWT, sekalipun lidahnya mengucapkan kalimah-kalimah yang mengandungi segala puji-pujian terhadap Allah.
Copy/Paste Dari: www.familiazam.com
Segala puji-pujian yang ditujukan kepada Allah SWT bukan saja melalui ucapan lisan, tetapi juga dengan bahasa hati. Apabila hati lalai ia
akan menjadi hijab yang menghalang seseorang itu untuk menghampiri Alah, meskipun Allah SWT menyatakan bahawa ia lebih hampir daripada saraf dan urat seseorang.
Firman Allah Taala yang berbunyi:
Copy/Paste Dari: www.familiazam.com
"Ketahuilah dengan menyebut nama Allah itu dapat menenangkan hati." [Surah Ar-Ra'adu : ayat 28]
Dan ketahuilah, solat adalah ibadah utama yang akan dihisab terlebih dahulu di akhirat oleh Allah SWT, berbanding dengan amalan-amalan yang lain. Sekiranya solat seseorang itu dalam keadaan sempurna, maka barulah dihitung pula amalan yang lain.
بسم الله ، والحمد لله ، والصلاة والسلام على رسول الله ، وعلى آله وصحبه
ومن والاه
(Dengan nama Allah,
Segala puji bagi Allah, Selawat dan salam ke atas Rasulullah Shallallahu ‘alaihi
wasallam, keluarga, sahabat dan para pengikut Baginda)
Khusyu‘ dalam
sembahyang ialah menghadirkan hati kepada Allah di dalam sembahyang. Ia
merupakan hakikat batin yang sebenar-benar bagi suatu sembahyang. Hakikat
zahirnya pula ialah perbuatan anggota seperti berdiri, membaca, ruku‘, sujud
dan sebagainya. Kedua-duanya
mestilah dilaksanakan dengan sempurna. Sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam:
mestilah dilaksanakan dengan sempurna. Sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam:
الصَّلاَةُ مَثْنَى
مَثْنَى تَشَهَّدُ فِي آُلِّ رَآْعَتَيْنِ وَتَخَشَّعُ وَتَضَرَّعُ
وَتَمَسْكَنُ......
(رواه الترمذي)
Maksudnya: “Sembahyang itu dua-dua rakaat, terdapat tasyahhud pada setiap dua rakaat, kekhusyu‘an hati, bersungguh-sungguh memohon dan merendah diri serta ketenangan hati……..”
وَتَمَسْكَنُ......
(رواه الترمذي)
Maksudnya: “Sembahyang itu dua-dua rakaat, terdapat tasyahhud pada setiap dua rakaat, kekhusyu‘an hati, bersungguh-sungguh memohon dan merendah diri serta ketenangan hati……..”
(Hadis riwayat
at-Tirmidzi)
Khusyu‘ dalam sembahyang itu merupakan antara kunci yang penting untuk memberi kesan yang baik secara efektif kepada orang yang mendirikannya. Allah Ta‘ala menggelar mereka
sebagai orang mukmin yang berjaya. Allah Ta‘ala berfirman:
Tafsirnya:
“Sesungguhnya
berjayalah orang-orang yang beriman, iaitu mereka yang khusyu‘ dalam
sembahyangnya.”
(Surah al-Mukminun,
ayat 1-2)
Melihat kepada kepentingan khusyu‘ dalam sembahyang itu maka diutarakan di sini sebahagian tip atau panduan yang boleh digunapakai untuk memandu diri kita ke arah perlaksanaan ibadat
sembahyang yang khusyu‘.
Untuk mendapatkan khusyu‘ dalam sembahyang hendaklah sentiasa membuat persediaan awal yang rapi dari aspek fizikal dan rohani. Persediaan tersebut sebenarnya bermula di luar
sembahyang, sebelum seorang itu mendirikan sembahyang.
1.6 Khusyu’ dalam solat
Sifat
khusyu’ dituntut dalam semua bentuk ibadah dan ketaatan kepada Allah Ta’ala,
akan tetapi dalam ibadah solat, sifat yang agung ini lebih terlihat wujud dan
pengaruh positifnya.
Imam Ibnu
Rajab al-Hambali berkata: “Sungguh Allah telah mensyariatkan bagi
hamba-hamba-Nya berbagai macam ibadah yang akan tampak padanya kekhusyu’an
(anggota) badan (seorang hamba) yang bersumber dari kekhusyu’an, ketundukan dan
kerendahan diri dalam hatinya. Dan termasuk ibadah yang paling tampak padanya
kekhusyu’an adalah ibadah solat. Allah Ta’ala memuji
hamba-hamba-Nya yang khusyu’ dalam solat mereka dalam firman-Nya:
{قَدْ أَفْلَحَ الْمُؤْمِنُونَ، الَّذِينَ هُمْ فِي صَلاتِهِمْ
خَاشِعُونَ}
“Sesungguhnya
beruntunglah orang-orang yang beriman, (yaitu) orang-orang yang khusyu’ dalam
solatnya” (QS al-Mu’minuun: 1-2)”17.
Syaikh
Muhammad bin Shaleh al-‘Utsaimin berkata: “Para ulama menafsirkan (arti)
khusyu’ dalam solat iaitu diamnya anggota badan yang disertai dengan ketenangan
(dalam) hati. Maksudnya: menghadirkan/mengkonsentrasikan hati dalam solat dan
menjadikan anggota badan tenang, maka tidak ada perbuatan sia-sia dan
bermain-main (dalam solat) disertai hati yang hadir berkonsentrasi menghadap ke
pada Allah Ta’ala. Tatkala hati (seorang hamba) menghadap kepada
Allah Ta’ala yang maha mengetahui isi hati, maka pasti hamba
tersebut akan (meraih) khusyu’ (dalam solatnya) dan memusatkan pikirannya
kepada Zat yang dia sedang bermunajat kepada-Nya, yaitu Allah Ta’ala.
Kalau demikian khusyu’ adalah sifat ruhani dalam diri manusia yang menimbulkan
ketenangan dalam hati dan anggota badan”18.
Ciri
inilah yang ada pada orang-orang yang sempurna keimanannya, para Shahabat Radhiallahu’anhum,
sebagaimana dalam firman Allah Ta’ala:
{سِيمَاهُمْ فِي وُجُوهِهِمْ مِنْ أَثَرِ السُّجُودِ}
“Tanda-tanda
meraka tampak pada wajah mereka dari bekas sujud” (QS al-Fath: 29).
Imam
Mujahid dan beberapa ulama ahli tafsir lainnya berkata tentang makna ayat ini:
“Yaitu Khusyu’ (dalam solat) dan tawadhu’ (sikap merendahkan diri)”19.Lebih lanjut, imam Ibnu Katsir
menjelaskan manfaat dan faidah besar dari solat yang khusyu’ dalam membawa
seorang mukmin untuk merasakan kemanisan iman dan menjadikan solatnya
sebagai qurratul ‘ain (penyejuk/penghibur hati) baginya.
Beliau berkata20: “Khusyu’ dalam solat hanyalah akan
diraih oleh orang yang hatinya tercurah sepenuhnya kepada solat (yang sedang
dikerjakannya), dia hanya menyibukkan diri dan lebih mengutamakan solat
tersebut dari hal-hal lainnya. Ketika itulah solat akan menjadi (sebab)
kelapangan (jiwanya) dan kesejukan (hatinya), sebagamana sabda Rasulullah Shallallahu’alaihi
Wasallam dalam hadits riwayat imam Ahmad dan an-Nasa-i, dari Anas bin
Malik Radhiallahu’anhu bahwa Rasulullah Shallallahu’alaihi
Wasallam bersabda: “Allah menjadikan qurratul ‘ain (penyejuk/penghibur
hati) bagiku pada (waktu aku melaksanakan) solat”21.
Dalam
hadits lain, Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda
kepada Bilal Radhiallahu’anhu:“Wahai Bilal, senangkanlah (hati)
kami dengan (melaksanakan) solat”22.
1.7 Cara
untuk meraih khusyu’
Dikarenakan
sifat khusyu’ sumbernya dari dalam hati manusia, maka sifat ini hanya bisa
diraih dengan taufik dan anugerah dari Allah Ta’ala. Oleh karena
itu, cara utama untuk meraih sifat mulia ini dan sifat-sifat agung lainnya
dalam agama adalah dengan banyak berdoa dan memohon kepada Allah Ta’ala.
Oleh
karena itu, imam Mutharrif bin ‘Abdillah bin asy-Syikhkhiir berkata: “Aku
mengingat-ingat apakah penghimpun segala kebaikan, karena kebaikan itu banyak;
puasa, solat (dan lain-lain). Semua kebaikan itu ada di tangan Allah Ta’ala,
maka jika kamu tidak mampu (memiliki) apa yang ada di tangan Allah Ta’ala kecuali
dengan memohon kepada-Nya agar Dia memberikan semua itu kepadamu, maka
berarti penghimpun (semua) kebaikan adalah berdoa (kepada Allah Ta’ala)”23.
Kemudian
sifat khusyu’ akan diraih insya Allah dengan seorang hamba
mengenal Allah Ta’ala dengan cara yang benar,melalui pemahaman
terhadap nama-nama-Nya yang maha indah dan sifat-sifat-Nya yang maha sempurna.
Inilah ilmu yang paling mulia dalam Islam dan merupakan jalan utama untuk
meraih semua sifat dan kedudukan yang mulia di sisi Allah Ta’ala.
Imam
Ibnul Qayyim berkata: “Orang yang paling sempurna dalam penghambaan diri
(kepada Allah Ta’ala) adalah orang yang menghambakan diri
(kepada-Nya) dengan (memahami kandungan) semua nama dan sifat-Nya yang (bisa)
diketahui oleh manusia”24.
Imam Ibnu
Rajab al-Hambali memaparkan hal ini dalam ucapan beliau:
“Asal
(sifat) khusyu’ yang terdapat dalam hati tidak lain (bersumber) dari ma’rifatullah (mengenal
Allah Ta’ala dengan memahami nama-nama-Nya yang maha indah dan
sifat-sifat-Nya yang maha sempurna), mengenal keagungan-Nya, kemuliaan-Nya dan
kesempurnaan-Nya. Sehingga barangsiapa yang lebih mengenal Allah maka dia akan
lebih khusyu’ (kepada-Nya).
Sifat
khusyu’ dalam hati manusia dalam hati manusia bertingkat-tingkat
(kesempurnaannya) sesuai dengan bertingkat-tingkatnya pengetahuan (dalam) hati
manusia terhadap Zat yang dia tunduk kepada-Nya (Allah Ta’ala) dan
sesuai dengan bertingkat-tingkatnya penyaksian hati terhadap sifat-sifat yang
menumbuhkan kekhusyu’an (kepada Allah Ta’ala).
Ada hamba
yang (meraih) khusyu’ (kepada-Nya) karena penyaksiannya yang kuat terhadap
kemahadekatan dan penglihatan-Nya (yang sempurna) terhadap apa yang tersembunyi
dalam hati hamba-Nya, sehingga ini menimbulkan rasa malu kepada Allah Ta’ala dan
selalu merasakan pengawasan-Nya dalam semua gerakan dan diamnya hamba tersebut.
Ada juga
yang (meraih) khusyu’ karena penyaksiannya terhadap kemahasempurnaan dan
kemahaindahan-Nya, sehingga ini menjadikannya tenggelam dalam kecintaan
kepada-Nya serta kerinduan untuk bertemu dan memandang wajah-Nya.
(Demikian
pula) ada yang meraih khusyu’ karena penyaksiannya terhadap kerasnya siksaan,
pembalasan dan hukuman-Nya, sehingga ini membangkitkan rasa takutnya kepada
Allah.
Maka
Allah Ta’ala Dia-lah yang memperbaiki hati hamba-hamba-Nya
yang tanduk dan remuk hatinya kepada-Nya. Allah Ta’ala maha
dekat kepada hamba-Nya yang bermunajat kepada-Nya dalam solat dan menempelkan
wajahnya ke tanah ketika sujud, sebagaimana Dia maha dekat kepada hamba-Nya
yang berdoa, memohon dan meminta ampun kepada-Nya atas dosa-dosanya di waktu
sahur. Dia maha mengabulkan doa hamba-Nya serta memenuhi permohonannya, dan
tidak ada sebab untuk memberbaiki kekurangan seorang hamba yang lebih agung
dari kedekatan dan pengabulan doa dari-Nya”25.
Pemaparan
imam Ibnu Rajab di atas merupakan makna firman Allah Ta’ala:
{إِنَّمَا يَخْشَى اللَّهَ مِنْ عِبَادِهِ الْعُلَمَاءُ}
“Sesungguhnya
yang takut kepada Allah diantara hamba-hamba-Nya, hanyalah orang-orang yang
berilmu (mengenal Allah Ta’ala)” (QS Faathir:28).
Imam Ibnu
Katsir berkata: “Arti (ayat ini): Hanyalah orang-orang yang berilmu dan
mengenal Allah yang memiliki rasa takut yang sebenarnya kepada Allah, karena
semakin sempurna pemahaman dan penegetahuan (seorang hamba) terhadap Allah, Zat
Yang Maha Mullia, Maha kuasa dan Maha Mengetahui, yang memiliki sifat-sifat
yang maha sempurna dan nama-nama yang maha indah, maka ketakutan (hamba
tersebut) kepada-Nya semakin besar pula”26.
Solat merupakan syariat Allah yang diturunkan kepada umat manusia.
Ia digelar sebagai tiang agama. Sebagaimana sabda Nabi Muhammad s.a.w. : (
maksudnya ) Pangkal
semua urusan adalah Islam, tiangnya ialah solat dan puncak tertingginya ialah
jihad (
Riwayat Tarmizi )
Solat adalah ibadah yang amat penting dalam Islam, ia diletakkan
sebagai Rukun Islam yang kedua, sebagaimana sabda Nabi Muhammad s.a.w. : (
maksudnya ) Islam
itu dibina atas lima perkara, persaksian bahawa tiada Tuhan melainkan Allah dan
Muhammad Rasullullah, menunaikan solat….. (
Riwayat Bukhari dan Muslim ).
Ia merupakan amalan pertama yang akan dihisab di akhirat : (
maksudnya ) Amalan
yang mula-mula dihisab dari seorang hamba pada hari kiamat ialah solat, Jika
solatnya baik, baiklah keseluruhannya. Tetapi jika solatnya buruk, buruk semua
umatnya. ( Riwayat Tarmizi dan Abu Daud )
Solat merupakan ibadah yang
sempurna dan mempunyai berbagai hikmah, baik dari sudut kerohanian, emosi dan
fizikal. Antara yang disebut oleh Allah di dalam Al-quran ialah solat sebagai
pembentuk akhlak yang baik. Firman Allah s.w.t. :
وَأَقِمِ ٱلصَّلَوٰةَۖ إِنَّ ٱلصَّلَوٰةَ تَنۡهَىٰ عَنِ
ٱلۡفَحۡشَآءِ وَٱلۡمُنكَرِۗ
“ Dan
dirikanlah solat, sesungguhnya solat itu mencegah daripada perbuatan keji dan
mungkar. “ ( Surah al-Ankabut, 29 : 45 )
Solat merupakan ibadah didikan
Allah s.w.t. dalam membentuk akhlak seseorang muslim. Setiap orang Islam yang
menghayati ibadah solat akan mempunyai keperibadian yang tinggi. Kerana didikan
sempurna melalui solat oleh Allah s.w.t..
Tugasan yang saya lakukan ini
adalah bertujuan mengenalpasti beberapa kaedah Allah s.w.t. mendidik akhlak
manusia melalui solat bermula daripada syarat sahnya sehinggalah sesudah solat.
Kerana sememangnya Nabi Muhammad s.a.w. itu telah diutuskan untuk
menyempurnakan akhlak umat manusia. Sabda Nabi Muhammad s.a.w. ( maksudnya )
Sesungguhnya aku diutuskan untuk menyempurnakan akhlak ( Riwayat Ahmad )
1.8 Khusyuk Adalah Buah Manis Dari Ilmu Yang
Bermanfaat
Dalam
sebuah hadits yang shahih, Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam pernah
berdoa: “Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari ilmu yang tidak
bermanfaat, dari hati yang tidak khusyu’, dari jiwa yang tidak pernah puas, dan
dari doa yang tidak dikabulkan”10.Dalam hadits yang agung ini,
Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam menggandengkan empat
perkara yang tercela ini, sebagai isyarat bahwa ilmu yang tidak bermanfaat
memiliki tanda-tanda buruk, yaitu hati yang tidak khusyu’, jiwa yang tidak
pernah puas, dan doa yang tidak dikabulkan11, nu’uudzu billahi min dzaalik.Imam
Ibnu Rajab al-Hambali berkata: “Hadits ini menunjukkan bahwa ilmu yang tidak
menimbulkan (sifat) khusyu’ dalam hati maka ini adalah ilmu yang tidak
bermanfaat”12.Maka hadits ini merupakan argumentasi
yang menunjukkan bahwa sifat khusyu’ adalah termasuk buah yang manis dan agung
dari ilmu yang bermanfaat.Imam al-‘Ala-i berkata: “Ketika Rasulullah Shallallahu’alaihi
Wasallam (dalam hadits ini) menggandengkan antara memohon perlindungan
(kepada Allah Ta’ala) dari ilmu yang tidak bermanfaat dan dari hati
yang tidak khusyu’, (maka) ini mengisyaratkan bahwa ilmu yang bermanfaat adalah
yang mewariskan sifat khusyu’ (dalam diri manusia)”13.Lebih lanjut, imam Ibnu Rajab
menjelaskan keterikatan antara ilmu yang bermanfaat dan sifat khusyu’ dalam
ucapan beliau: “Ilmu yang bermanfaat adalah ilmu yang merasuk dan menyentuh
hati manusia, kemudian menumbuhkan dalam hati ma’rifatullah (mengenal
Allah Ta’ala dengan nama-nama-Nya yang maha indah dan
sifat-sifat-Nya yang maha sempurna) dan meyakini kemahabesaran-Nya, (demikian
pula) rasa takut, pengagungan, pemuliaan dan cinta (kepada-Nya). Tatkala
sifat-sifat ini telah menetap dalam hati (seorang hamba), maka hatinya akan
khusyu’ lalu semua anggota badannyapun akan khusyu’ mengikuti kekhsyu’an
hatinya”14.Inilah keutamaan khusyu’ yang merupakan
buah utama ilmu yang bermanfaat, sekaligus merupakan ilmu yang pertama kali
diangkat oleh Allah Ta’ala dari muka bumi ini15, sebagaimana dalam hadits riwayat Abu
Darda’ Radhiallahu’anhu bahwa Rasulullah Shallallahu’alaihi
Wasallam bersabda: “Yang pertama kali diangkat (oleh Allah) dari
umat ini adalah sifat khusyu’, sehingga (nantinya) kamu tidak akan melihat lagi
seorang yang khusyu’ (dalam ibadahnya)”16.
1.9 Kelebihan khusyuk dalam solat
Antara
kelebihan khusyuk dalam solat adalah pahala yang didapati oleh seseorang yang
melaksanakan solat itu dapat diukur sesuai dengan tingkat kekhusyukannya. Yang
keduanya ialah seorang yang melaksanakan solat itu tidak akan mendapatkan
pahala daripada solatnya kecuali sesuai dengan pemahamannya terhadap solat
tersebut. Segala beban, dosa dan noda akan terlepas daripada seseorang yang
melaksanakannya dengan penuh kekhusyukan sebagaimana yang telah disabdakan oleh
Rasulullah SAW, “Sesungguhnya seorang hamba jika telah berdiri untuk
melaksanakan solat, kemudian didatangkanlah dosa-dosanya secara keseluruhan,
kemudian dosa-dosa itu diletakkan di atas kepalanya dan di atas kedua-dua
bahunya, maka setiap dia rukuk dan sujud berjatuhlah dosa-dosa itu
daripadanya”. (Diriwayatkan oleh Al-Baihaqi, di dalam As-Sunnan Al-Qubra, jilid
3, halaman 10. Dan disebutkan juga di dalam Shahihul Jami’). Kelebihan yang
seterusnya adalah apabila seseorang itu khusyuk solat dia dapat merasakan
ketenangan jiwa. Dengan demikian dia akan menemukan ghairah hidup,
kesenangan dan kegembiraan sehingga dia berangan-angan agar dia tidak keluar
dari solatnya. (Muhammad Shaleh Al Munajjid : 2001)
1.10 Kesan
solat yang khusyuk
Di
sebalik hujan ada kecantikan pelangi. Begitu juga setiap perkara yang berlaku
ada baik dan ada buruknya. Selepas kita mengetahui kelebihan-kelebihan khusyuk
dalam solat, terdapat juga kesan solat yang khusyuk antaranya akidah kita akan
terjaga. Bukti yang jelas dan berkaitan dengan perkara ini menunjukkan Imam
Al-Ghazali ada menyatakan bahawa orang yang tidak khusyuk solatnya adalah
dikira sia-sia kerana solat bertujuan selain daripada mengingati Allah SWT,
solat juga berfungsi sebagai alat pencegah daripada melakukan perbuatan keji
dan mungkar. Apabila kita lalai ketika menunaikan solat ia bererti orang
tersebut tidak akan merasa gerun ketika melakukan perkara keji dan mungkar.
Sebagai contohnya, apabila kita membaca ayat kelima dari Surah Al-Fatihah yang
bermaksud, “Engkaulah yang ku sembah dan Engkaulah tempat ku bermohon”
Ayat di
atas bermaksud mereka telah diberikan kesetiaan dan pengabdian hanya kepada
Allah. Hal ini menyebabkan mereka tidak ada keinginan untuk melakukan perkara
keji dan mungkar kerana apabila mereka melakukan perbuatan keji bererti mereka
telah menjadi hamba nafsu. Hal ini bersangkut-paut dengan percanggahan
perbuatan dan ucapannya yang mengaku bahawa dia hanya menyembah Allah SWT
semata-mata. Jika kita menghayati dan memahami bacaan dan doa-doa yang
memperlihatkan kebesaran Allah, cukuplah kesemua itu akan menghakis sikap-sikap
negatif yang ada pada diri manusia. (Abu Hanifah Abdul Rahman : 1995)
1.11 Bahaya
solat tanpa khusyuk
Maksud
yang tersirat daripada perkataan bahaya solat tanpa khusyuk ialah orang-orang
yang mengerjakan solat tetapi solat mereka itu dalam keadaan lalai dan
lupa. Antara erti kata lupa yang pertama ialah mereka yang lupa ketika
mendirikan solat sehingga tidak sedar berapa rakaat solat yang dikerjakannya.
Mereka juga lupa waktu masuk solat fardu ataupun mereka ingat akan waktu tetapi
mereka menangguhkan solat. Mereka menangguhkan solat disebabkan urusan
pekerjaan dan seumpamanya. Termasuk juga dalam erti kata lupa ialah mereka yang
melupakan maksud sebenar solat yang diperintahkan oleh Allah SWT walaupun
mereka mendirikan solat namun bukan daripada kesedaran akan maksud dan hikmah
solat itu. Ibnu Jarir pula mengertikan perkataan lupa itu ialah mereka tidak
bersungguh-sungguh mengerjakan solat dan ingatannya juga tidak fokus dalam
solat dan mereka tidak menyegerakan untuk membulatkan ingatannya untuk Allah
SWT. Selain itu, mereka yang melakukan solat di awal waktu itu merasa beruntung
serta bersyukur kerana Allah telah mengizinkannya untuk mengerjakan solat di
awal waktu dan jika mereka melambat-lambatkan solatnya sehingga di hujung waktu
pun tidak merasa sesuatu yang merugikan juga merupakan salah satu maksud lalai
dan lupa. Orang yang telah sampai ke peringkat yang tidak merasai perbezaan
antara solat di awal waktu dan di hujung waktu maka mereka akan mendapat
kedudukan yang selayaknya iaitu di dalam neraka. (Mohd Rizal Mohd Nor : 1993)
Rasulullah
SAW bersabda yang maksudnya, “ Berapa banyak orang yang mendirikan solat tetapi
yang diperolehnya hanya penat dan letih kerana mereka itu lalai dalam
solatnya”. Hadis tersebut menggambarkan walaupun banyak solat yang kita dirikan
tetapi kita tidak akan mendapat pahala solat tersebut. Hal ini kerana orang
yang mengerjakan solat itu dalam keadaan lalai maka Allah SWT menjanjikan
balasan api neraka kepadanya. Selain itu, sesetengah orang yang terlambat
mengerjakan solat kerana tertidur. Jika kita tertidur apabila setelah masuknya
waktu solat atau ketika waktu solat hampir tiba itu disifatkan sebagai
kecuaian. Lebih baik jika seseorang itu mengerjakan solat itu terlebih dahulu
sebelum tidur. Tidur yang dianggap sebagai ibadah hanyalah tidur yang dilakukan
sebagai modal untuk berjaga malam kerana hendak melakukan solat malam seperti
yang digalakkan oleh Islam. (Abu Hanifah Abdul Rahman : 1995 dan Mohd
Rizal Mohd Nor : 1993)
1.12
Adakah sah solat yang dilakukan tanpa khusyuk?
Pada
realitinya, memang tidak dinafikan lagi ramai orang yang menanyakan adakah
solat yang dilaksanakan tanpa kekhusyukan itu dianggap sebagai solat atau tidak
dianggap sebagai solat. Maka jawapannya adalah jika permasalahannya adalah
dianggap sebagai solat atau sebaliknya dalam masalah pahalanya, solat yang
dilakukan tanpa kekhusyukan itu tidak dianggap solat kecuali sesuai dengan
pemahaman orang yang melakukan solat terhadap solat yang dilaksanakan dan
sesuai dengan tingkat kekhusyukan kepada Allah. Ibnu Abbas pernah berkata, “
Tidakkah ada pahala daripada solat mu, kecuali sesuai dengan pemahaman mu
terhadap solat yang dilakukan itu”. Di dalam Al-Musnad juga disebutkan dalam
sebuah hadis marfu’ yang bermaksud, “ Sesungguhnya seorang hamba benar-benar
melaksanakan sebuah solat, sedangkan dia tidak mendapatkan sebarang pahala
daripada solat itu, kecuali separuhnya atau sepertiganya atau seperempatnya
sampai kepada sepersepuluhnya. ”. (Muhamad Shaleh Al Munajjid : 2001)
Orang
yang melaksanakan solat dengan khusyuk ialah orang yang mendapat keberuntungan.
Namun jika anggapan terhadap solat itu ditinjau dari sisi hukum dunia dan
jatuhnya hukuman, maka dapatlah ditentukan seperti berikut iaitu jika solat
yang dilakukan oleh seseorang itu lebih banyak kekhusyukan dibandingkan dengan
kelalaian dan pemahamannya dibandingkan dengan ketidakfahaman terhadap solat
yang dilakukan maka solatnya itu boleh dianggap sebagai solat. Sedangkan
ibadah-ibadah sunat seperti berzikir dan berdoa yang dilakukan setelah
melakukan solat itu merupakan penyempurna dan pelengkap daripada
kekurangan-kekurangan yang terdapat pada solat yang dilaksanakan itu. (Muhammad
Shaleh Al Munajjid: 2001)
Selain
daripada itu, persoalan yang sering menjadi tanda tanya seperti adakah kita
harus mengulangi solat apabila tiada kekhusyukan dan ketidakfahaman dalam solat
yang didirikan ? Ibnu Hamid, seorang faqih aliran mazhab Al-Imam Ahmad
menyatakan bahawa solat yang dilaksanakan tiada kekhusyukan dan
ketidakfahamannya atau dengan kata lain, solat yang dilakukan oleh seseorang
itu tidak wajib untuk mengulangi kembali solat yang telah dilaksanakannya.
Mereka berlandaskan kepada hadis Rasulullah SAW bahawa Rasulullah hanya pernah
memerintahkan kepada orang yang lalai di dalam solatnya untuk melakukan dua
sujud, iaitu yang dikenali sebagai sujud sahwi. Rasulullah juga tidak pernah
menyuruh untuk mengulangi kembali solat yang telah dilaksanakannya sebagaimana
sabda, “Sesungguhnya syaitan yang datang kepada seseorang di antara kamu,
kemudian dia akan berkata: “Sebutlah begini, sebutlah begitu (ingatlah masalah
ini, ingatlah masalah itu). ‘Selama orang itu tidak mengingat (maka) dia terus
mengganggu hingga tersesat, (lalu) tidak mengetahui berapa (rakaatkah) dia
telah melaksanakan solatnya”. Namun hal ini tidak bererti bahawa solat yang
dilaksanakan itu tidak ada pahalanya sama sekali tetapi dia akan mendapatkan
pahala daripada solat yang dilaksanakannya itu sesuai dengan kehadiran hatinya
di hadapan Allah dan disesuaikan dengan tingkat ketundukannya. (Muhammad Shaleh
Al Munajjid : 2001)
Rasulullah
SAW menamakan dua sujud itu dengan sebutan Al-Murghamataini yang bermaksud dua
sujud yang dapat menundukkan tipu daya yang dilancarkan oleh syaitan. Para
fuqaha’ itu juga berkata, “ Inilah rahsia daripada dua sujud sahwi itu yang
merupakan penunduk terhadap tipu daya yang dilancarkan syaitan tentang seorang
hamba, di mana dia selalu menjadi pengadang yang bersarang di antara seorang
hamba dengan kehadiran hatinya di hadapan Allah SWT di dalam solat. Jika
seseorang berkeinginan untuk mewajibkan pengulangan solat yang telah dilakukan
maka dia akan mendapat manfaatnya hanya sahaja dengan sebuah catatan jiak solat
yang kedua kalinya itu lebih baik in sha Allah akan ada manfaatnya. Namun jika
dia salah lagi, tentu akibatnya harus ditanggung dan dia juga akan diberikan
hukuman jika hal itu ditinggalkan serta hukumnya dikategorikan sebagai orang
yang meninggalkan solat. Wallahu a’alam. (Muhammad Shaleh Al Munajjid : 2001)
1. 13
Rahmat Allah serta kaitannya dengan khusyuk dalam solat
Sekiranya
seseorang yang sentiasa mengingat bahawa kehidupannya di dunia ini bergantung
atas ihsan Allah, rezeki yang diterima dan dinikmatinya setiap ketika dan alam
yang terbentang ini untuk keperluan hidupnya dengan udara yang tersedia malah
bagi percuma matahari dan bulan yang menyinarkan cahaya silih berganti siang
dan malam. Kesemua ini adalah anugerah Allah terhadap hamba-Nya maka ia akan
memberikan natijah yang baik iaitu sentiasa khusyuk ketika melakukan solat. Hal
ini menunjukkan betapa eratnya hubungan dan rahmat Allah terhadap makhluk
ciptaan-Nya iaitu manusia. Di dalam kitab ‘Minhajul Abidin’ nikmat terbahagi
kepada dua iaitu nikmat al-ijad dan nikmat al- Imdad. Nikmat al-ijad nikmat
bahawa Allah SWT telah menjadikan kita. Apabila manusia diciptakan dan lahirlah
kita untuk melihat dunia. Seterusnya, nikmat pertolongan, Allah SWT memelihara
makhluk-Nya dan menyediakan segala keperluan jasad dengan segala infrastruktur
yang diwujudkan di sekelilingnya. Sebagai contoh, daratan tempat tinggal dan
lautan untuk belayar membawa barang dagangan serta rezeki yang terkandung di
dasarnya. Nikmat yang paling utama adalah didatangkan para Rasul-Nya untuk
membimbing manusia ke arah kesejahteraan hidup di dunia dan kebahagiaan hidup
di alam yang kekal abadi iaitu di akhirat kelak. Jadi, segala kebuluran dan
kesengsaraan yang berlaku itu adalah disebabkan oleh kegagalan atau kelemahan
manusia itu sendiri dalam mentadbir bumi ini yang telah diamanahkan kepadanya.
Kegagalan pengurusan menyebabkan rezeki yang Allah kurniakan itu tidak
diagihkan dengan adil dan sempurna di antara satu sama lain sedangkan Allah
telah menjanjikan setiap yang meneroka di muka bumi ini atas Allahlah
tertanggung segala rezekinya. (Mohd Rizal Mohd Nor : 1993)
PENUTUP
Solat
merupakan perintah Allah SWT yang disampaikan kepada Rasulullah untuk umatnya.
Solat merupakan asas kepada setiap umat Islam untuk menjalani kehidupan di
dunia. Melalui solat, manusia dapat diingatkan bahawa betapa dahsyatnya azab
Allah pada akhir zaman nanti ketika semua manusia di himpun di Padang Mahsyar
untuk dipertanggungjawabkan segala amal dan perbuatan yang dilakukannya selama
di dunia. Tempat bagi kekhusyukan adalah di hati nurani. Walau bagaimanapun, ia
dapat memberikan kesan terhadap jasmani sebab anggota badan akan mengikuti hati
nurani tersebut. Jika hati nurani kita telah rosak ia bermaksud hati kita tidak
khusyuk dan ia berada dalam keadaan yang lalai. Hal ini disebabkan tipu daya
syaitan dan menyebabkan kekhusyukan kita turut akan rosak.
Setelah
kita mengetahui tentang kebaikan dan keburukan mengenai kekhusyukan dalam
solat, saya berharap agar sama-samalah kita memperbetulkan atau memperbaiki
solat kita sebagai supaya ia lebih khusyuk. Hal ini sangat tidak merugikan
malah kita sangat beruntung kerana hati kita tidak lalai ketika berhadapan
dengan Allah. Apabila kita sudah mengetahui akan kebenaran atau kebaikan serta
kelebihan khusyuk dalam solat, kita tidak wajar hanya akur dengan kesalahan
yang selalu kita lakukan tetapi kita seharusnya mengorak langkah dengan
mendorong hati kita ke arah kekhusyukan kerana sesiapa yang menjaga solatnya
maka dia telah menjaga agamanya dan sesiapa yang mensia-siakan solatnya maka
dia telah mensia-siakan agamanya.
Secara
tuntasnya, saya berharap kongsian saya di sini dapat memberi manfaat kepada
pembaca dan juga diri saya sendiri. Bersama-samalah kita berusaha ke arah
kebaikan dan seterusnya dapat membangunkan generasi yang cemerlang, gemilang
dan terbilang pada masa akan datang dari segi akhlak mahupun jasmani serta
rohani.
Sememangnya solat merupakan agen
utama pembentukan akhlak muslim. Tetapi, jika amalan itu masih tidak mampu
menjadikan seseorang itu seorang muslim yang baik, maka yang salah dan tidak
sempurna ialah individu tersebut. Sabda Nabi Muhammad s.a.w. :
“ Sesiapa
yang solatnya tidak menghalang seseorang itu daripada perkara keji dan mungkar, maka ia
semakin jauh dari Allah “ ( Riwayat Abi Haitam dan At- Tabarani )
RUJUKAN
Muhamad
Aiman Al-Zuhairi (2008). Rahsia mencapai khusyuk dalam solat. Johor Baru:
Pustaka Azhar.
Mustaffa
Suhaimi (1999). Rahsia khusyu’ dalam sembahyang. Ulu Kelang, Selangor:
Progressive Products Supply.
Muhammad
Shaleh Al Munajjid (2001). 33 Panduan mendapatkan khusyuk dalam solat, diterjemaholeh
M. Amin Uthman. Kuala Lumpur: Pustaka Syuhada.
Abu
Hanifah Abdul Rahman (Ogos 1995). Khusyuk dalam solat. Kepala Batas, Pulau
Pinang: Dewan Muslimat Sdn. Bhd.
Mohd
Rizal Mohd Nor (Jun 1993). Khusyuk dalam solat. Kuala Lumpur: Jabatan Penerangan
PAS Pusat Kuala Lumpur.
No comments:
Post a Comment